Senin, 11 Desember 2017

HALANGAN NIKAH GEREJAWI (1)

Halangan nikah dibuat untuk mengejar nilai-nilai dan tujuan hakiki dari lembaga pernikahan dan bagi kebaikan masyarakat. Minggu lalu sudah dibahas halangan kodrati. Kini kita lihat halangan nikah gerejawi, yaitu:
Halangan nikah beda agama. Hak orang katolik yang mau menikah dengan orang non baptis dihalang oleh hukum. Salah satu dasar halangan ini adalah nikah beda agama akan membahayakan iman (murtad). Memang Gereja, di satu sisi, mau menghormati hak orang untuk menikah, namun di sisi lain berkewajiban melindungi iman umatnya. Namun Gereja tetap tidak bisa menutup mata bahwa umatnya hidup dalam masyarakat majemuk, sehingga pernikahan beda agama ini tidak terhindari. Maka, halangan ini bisa diputus dengan dispensasi. Artinya, umat katolik tetap dapat menikah dengan pasangannya yang tidak baptis dengan ritus pernikahan campur beda agama. Ingat, hanya Agama Katolik saja yang mempunyai ritus ini sehingga dengannya yang non katolik tetap dengan imannya.
Halangan tahbisan & kaul. Seorang imam, suster dan bruder tidak bisa menggunakan haknya untuk menikah, karena terhalang oleh tahbisan dan kaulnya. Umat juga tidak boleh menikah dengan mereka. Salah satu dasarnya adalah pernikahan bertentangan dengan hakikat selibat yang terkandung dalam tahbisan dan kaul kemurnian. Halangan ini bisa dihapus dengan reskrip Takhta Apostolik dan indult dari tarekat.
Halangan kriminal. Sepasang kekasih (gelap) yang lagi mabuk cinta bisa terjerumus dalam suatu tindak kriminal. Untuk bisa menyatukan cinta terlarangnya, mereka membunuh pasangan resminya. Sebenarnya mereka tidak bisa menikah, karena terhalang oleh hukum. Halangan ini bersumber pada hukum moral. Namun bisa saja mereka menyembunyikan kejahatannya dan akhirnya diberkati oleh pastor. Pada intinya pernikahan mereka tidak sah.
by: adrian

Jumat, 08 Desember 2017

PAUS FRANSISKUS: JIKA MAU DUNIA SUKSES, CIPTAKAN HIDUP YANG LEBIH ADIL


Jangan jatuh karena daya pikat uang yang bisa memperbudak dan mengasingkan diri seperti sekte, demikian ungkap Paus Fransiskus kepada siswa-siswi sekolah bisnis. “Dan penting juga bahwa Anda bisa belajar kekuatan dan keberanian hari ini untuk tidak secara membabi buta tunduk pada kekuatan tangan pasar yang tak terlihat.”
Hal tersebut diutarakan Paus Fransiskus di Vatikan di hadapan sekelompok pelajar dari sebuah sekolah katolik swasta, Institution des Chartreux, pada 19 Oktober 2017. Mereka sedang mempersiapkan diri untuk pendidikan tinggi di bidang bisnis dan keuangan.

Paus Fransiskus mengatakan bahwa dia senang mereka menerima pendidikan yang menyentuh dimensi kehidupan “manusia, filosofis dan spiritual” dan mengatakan bahwa aspek-aspek ini penting untuk kehidupan pofesional masa depan mereka. “Belajarlah untuk tetap bebas dari daya pikat uang dan perbudakan” yang menimpa orang-orang yang “mengubahnya menjadi sekte.”
Paus meminta mereka untuk mempromosikan dan lebih membela keadilan dan untuk mengelola sumber daya dunia secara memadai dan adil. “Anda bisa menentukan masa depan Anda,” ujar Paus, dan mendesak mereka untuk merasa dan menjadi lebih bertanggung jawab atas dunia dan kehidupan manusia.

“Jangan pernah lupa bahwa setiap ketidak-adilan terhadap orang miskin adalah luka terbuka dan mengurangi martabat Anda,” jelas Paus Fransiskus. “Sekalipun dunia ini mengharapkan agar Anda berusaha meraih kesuksesan, berikanlah diri Anda sarana dan waktu untuk mengikuti jalan persaudaraan, untuk membangun jembatan antara orang-orang daripada dinding” dan untuk berperan dalam pembangunan dunia yang lebih adil dan manusiawi, pungkas Paus Fransiskus.
sumber: UCAN Indonesia

DARI MANA ASAL KEBENCIAN ANAK: ORANGTUA ATAU AGAMA?

Tulisan “Agama atau Orangtua yang Berperan dalam Diri Anak” sungguh menggugah nalar dan nurani kita (itu pun kalau kita masih punya otak dan hati). Penulis mencoba berefleksi dari gambar-gambar yang ada. Tentulah gambar-gambar tersebut, yang pastinya diambil dari internet, bukanlah hasil editan atau rekayasa, melainkan sungguh-sungguh apa adanya. Karena itu dapatlah dikatakan bahwa gambar-gambar tersebut benar-benar menampilkan kenyataan yang ada. Gambar menampilkan fakta realita.
Pertanyaan penulis dalam tulisan tersebut didasarkan pada pendapat umum bahwa di tangan orangtua, seorang anak bisa menjadi malaikat atau iblis. Peran orangtua sangat berpengaruh besar bagi pertumbuhan masa depan anak, karena ketika lahir, anak bagaikan kertas putih. Orangtualah yang awalnya menuangkan guratan tinta di lembaran kertas itu; apakah tulisan indah atau sekedar coret-coretan tak menentu. Tentu kita ingat akan kata-kata Bung Karno, “Beri aku 10 pemuda, maka akan kuguncang dunia.”
Lewat tulisannya tersebut, penulis seakan ingin mengajak pembaca untuk turut juga berefleksi: apakah orangtua atau agama yang membentuk anak-anak seperti dalam gambar-gambar yang disajikan. Akan tetapi, dari gambar-gambar tersebut kita bisa mengambil dua kesimpulan. Pertama, jika sejak kecil sudah dipenuhi dengan emosi kebencian, maka ke depan pun demikian. Seperti bunyi peribahasa, “Kecil teranja-anja, besar terbawa-bawa, sudah tua terubah tidak.” Jika begini adanya, bagaimana bumi bisa damai? Kedua, gambar-gambar tersebut semuanya bernuansakan islam. Secara tidak langsung, orang akan menilai bahwa islam identik dengan kebencian, intoleransi, bahkan terorisme.
Pertanyaan besar masih menggantung: apakah agama atau orangtua yang berperan dalam diri anak, seperti yang ada dalam gambar-gambar tersebut. Lebih jelas untuk gambar-gambarnya, langsung lihat di sini: budak bangka: AGAMA ATAU ORANGTUA YANG BERPERAN DALAM DIRI ANAK