Kamis, 19 Maret 2020

MEMBONGKAR KESESATAN PIKIR KAREN ARMSTRONG DALAM BUKU SEJARAH TUHAN


Tahun 1993 Karen Armstrong menulis sebuah buku dengan judul A History of God: The 4.000-Years Quest of Judaism, Christianity and Islam. Buku yang mendapat pujian dari banyak pihak ini, pertama kali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Mizan pada bulan April 2001. Judulnya adalah Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam. Hingga akhir tahun 2001, buku ini sudah empat kali dicetak. Hal ini menunjukkan betapa buku ini laris, alias masuk dalam daftar best sellers.
Karen Armstrong sendiri merupakan penulis tentang islam, yang banyak disukai oleh pembaca muslim. Ada banyak buku-bukunya yang membahas tema islam. Dan Mizan merupakan salah satu penerbit buku islam di Indonesia yang setia mempopulerkan buku-bukunya. Dapat dipastikan ketertarikan Penerbit Mizan menerjemahkan buku-buku Karen Armstrong dilandasi pada sikap positif Armstrong terhadap islam dan sikap negatifnya terhadap kekristenan dan Barat. Dalam semua tulisannya, Armstrong selalu memuji dan membela islam dan mencela sikap negatif Barat dan Kristen terhadap islam.
Usaha Karen Armstrong dalam memaparkan perjalanan sejarah Tuhan dalam bukunya ini memang pantas dipuji. Sumber-sumber literatur yang digunakannya benar-benar berkualitas. Namun bukan lantas berarti tulisan Armstrong ini harus diterima begitu saja. Tak dapat dipungkiri, unsur subyektivitas dalam buku Sejarah Tuhan begitu kentara. Hal ini tak lepas dari sikap Armstrong yang positif terhadap islam dan negatif dengan kekristenan dan dunia Barat. Sikap ini sangat nyata dalam bab 4 dan bab 5. Dalam bab 4, yang membahas Tuhan Kristen, Armstrong memulainya dengan kontroversi ajaran trinitas dan berlanjut dengan kontroversi konsep creation ex nihilo. Kesan yang mau dibangun di sini adalah ajaran Kristen itu tidak jelas atau penuh kontroversi. Berbeda ketika Armstrong membahas bab 5 tentang Tuhan Islam, dimana dia memulai dengan nada positif, pujian kepada Muhammad, seolah-olah Muhammad murni mendapatkan wahyu dari Allah tanpa pernah bersentuhan dengan tradisi agama sebelumnya. Padahal pada halaman 189, 212 – 214 dapat dikatakan bahwa Muhammad pernah bersentuhan dengan kitab suci orang Yahudi dan Kristen.
Berikut ini kami sajikan kesesatan pikir Karen Armstrong dalam buku Sejarah Tuhan. Apa yang kami sajikan ini berangkat dari tinjauan kritis kami atas apa yang tertulis di sana. Semua kesesatan pikir Karen Armstrong ini berakar pada sikapnya yang positif terhadap islam.

Rabu, 18 Maret 2020

PAUS FRANSISKUS: SIFAT HUKUM KANON BENAR-BENAR ADIL, BENAR-BENAR PASTORAL


Paus Fransiskus menerima anggota-anggota Dewan Kepausan untuk Teks-teks Legislatif yang sedang melakukan sidang paripurna, dan menekankan sifat pastoral hukum kanon serta menegaskan bahwa dewan itu membantunya dalam fungsi legislatifnya, membantu menafsirkan hukum kanon, membantu dikasteri-dikasteri lainnya dalam masalah hukum kanon, dan mengawasi legitimasi teks-teks normatif yang diberlakukan kepada Gereja oleh para pembuat undang-undang.
Dalam audensi 21 Februari 2020 itu, Paus Fransiskus mengatakan bahwa dewan itu juga membantu para uskup dan Konferensi Waligera “untuk menafsirkan dan menerapkan hukum yang benar; dan yang lebih umum, menyebarkan pengetahuan tentang perhatian pada [hukum itu].” Paus Fransiskus lanjutkan, “Perlu mendapatkan kembali dan memperdalam arti sebenarnya hukum dalam Gereja, Tubuh Mistik Kristus, tempat yang mengutamakan Firman Tuhan dan Sakramen-sakramen, sedangkan norma yuridis mempunyai peran penting namun lebih rendah dalam pelayanan persekutuan.” Sangatlah penting membantu orang untuk memahami “sifat pastoral dari hukum kanon, alat bantu yang berkaitan dengan salus animarum (keselamatan jiwa-jiwa), dan perlunya kepatuhan pada kebajikan keadilan.”
Paus Fransiskus juga menyoroti sifat pastoral hukum kanon, yang bukan merupakan penghalang bagi efektivitas pastoral, “melainkan jaminan untuk mencari solusi yang tidak sewenang-wenang, tetapi yang benar-benar adil, dan karena itu benar-benar pastoral.” Mengutip Benediktus XVI, Paus Fransiskus menjelaskan “masyarakat tanpa hukum akan jadi masyarakat yang terampas haknya.” Dewasa ini, dimana ‘perang dunia yang berlangsung sedikit demi sedikit’ seperti biasa tidak ada hukum; kediktatoran lahir dan tumbuh tanpa hukum. Ini tidak bisa terjadi dalam Gereja.

Selasa, 17 Maret 2020

INILAH DAMPAK BURUK MENIKAH DIUSIA MUDA


Persoalan pernikahan usia dini masih kerap terjadi di beberapa daerah di Indonesia. Umumnya hal ini terjadi di tempat-tempat yang tingkat pendidikannya rendah. Jadi, ada korelasi antara pendidikan rendah dengan pernikahan dini. Sekedar diketahui, pernikahan dini itu sebenarnya melanggar hak anak, terutama anak perempuan. Anak perempuan, sebagai pihak yang paling rentan menjadi korban dalam kasus pernikahan dini, juga mengalami sejumlah dampak buruk.
Plan Indonesia, organisasi kemanusiaan yang fokus pada perlindungan dan pemberdayaan anak, menyampaikan hasil temuannya mengenai pernikahan dini. Plan mencatat, 33,5 persen anak usia 13-18 tahun pernah menikah, dan rata-rata mereka menikah pada usia 15-16 tahun.
Penelitian ini dilakukan di delapan kabupaten di seluruh Indonesia selama Januari-April 2011. Wilayah penelitian mencakup Kabupaten Indramayu (Jawa Barat); Grobogan dan Rembang (Jawa Tengah); Tabanan (Bali); Dompu (NTB); serta Timor Tengah Selatan, Sikka, dan Lembata (NTT).