Tahun
1993 Karen Armstrong menulis sebuah buku dengan judul A History of God: The 4.000-Years Quest of Judaism, Christianity and
Islam. Buku yang mendapat pujian dari banyak pihak ini, pertama kali diterjemahkan
ke dalam bahasa Indonesia oleh Penerbit Mizan pada bulan April 2001. Judulnya
adalah Sejarah Tuhan: Kisah Pencarian
Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam. Hingga
akhir tahun 2001, buku ini sudah empat kali dicetak. Hal ini menunjukkan betapa
buku ini laris, alias masuk dalam daftar best
sellers.
Karen
Armstrong sendiri merupakan penulis tentang islam, yang banyak disukai oleh
pembaca muslim. Ada banyak buku-bukunya yang membahas tema islam. Dan Mizan merupakan
salah satu penerbit buku islam di Indonesia yang setia mempopulerkan buku-bukunya.
Dapat dipastikan ketertarikan Penerbit Mizan menerjemahkan buku-buku Karen
Armstrong dilandasi pada sikap positif Armstrong terhadap islam dan sikap
negatifnya terhadap kekristenan dan Barat. Dalam semua tulisannya, Armstrong
selalu memuji dan membela islam dan mencela sikap negatif Barat dan Kristen
terhadap islam.
Usaha
Karen Armstrong dalam memaparkan perjalanan sejarah Tuhan dalam bukunya ini
memang pantas dipuji. Sumber-sumber literatur yang digunakannya benar-benar
berkualitas. Namun bukan lantas berarti tulisan Armstrong ini harus diterima
begitu saja. Tak dapat dipungkiri, unsur subyektivitas dalam buku Sejarah Tuhan
begitu kentara. Hal ini tak lepas dari sikap Armstrong yang positif terhadap
islam dan negatif dengan kekristenan dan dunia Barat. Sikap ini sangat nyata
dalam bab 4 dan bab 5. Dalam bab 4, yang membahas Tuhan Kristen, Armstrong
memulainya dengan kontroversi ajaran trinitas dan berlanjut dengan kontroversi
konsep creation ex nihilo. Kesan yang
mau dibangun di sini adalah ajaran Kristen itu tidak jelas atau penuh
kontroversi. Berbeda ketika Armstrong membahas bab 5 tentang Tuhan Islam,
dimana dia memulai dengan nada positif, pujian kepada Muhammad, seolah-olah
Muhammad murni mendapatkan wahyu dari Allah tanpa pernah bersentuhan dengan
tradisi agama sebelumnya. Padahal pada halaman 189, 212 – 214 dapat dikatakan
bahwa Muhammad pernah bersentuhan dengan kitab suci orang Yahudi dan Kristen.
Berikut
ini kami sajikan kesesatan pikir Karen Armstrong dalam buku Sejarah Tuhan. Apa
yang kami sajikan ini berangkat dari tinjauan kritis kami atas apa yang
tertulis di sana. Semua kesesatan pikir Karen Armstrong ini berakar pada
sikapnya yang positif terhadap islam.
1. Pada
halaman 216 dikatakan bahwa hingga wafatnya, umat islam terlibat dalam
pertempuran untuk bertahan melawan musuh-musuh yang berniat menghancurkan
mereka. Pernyataan ini terdengar sedikit memuji islam untuk menampilkan islam
sebagai agama damai. Akan tetapi, pernyataan ini malah bertentangan dengan
kebanyakan sejarah. Pembantaian satu suku Yahudi di Madinah bukanlah dalam
rangka mempertahankan diri, dan perampokan atas kalifah-kalifah jelas-jelas
bertujuan untuk menghidupi pengikut Muhammad di Madinah yang tak punya mata
pencaharian tetap.
2. Ketika
menyinggung soal pandangan agama terhadap kaum perempuan, Armstrong lebih
menilai negatif terhadap agama Kristen (hlm 176 – 177, 218) sedangkan islam
terlihat positif (hlm 218 – 219). Sikap positif ini bisa dikatakan tidak
berdasar, karena dalam Al Qur’an dan hadis posisi wanita dalam islam sangatlah
rendah. Islam mengajarkan bahwa wanita adalah biang dosa, sehingga seluruh
tubuh wanita harus ditutupi, dan kalau sembahyang harus berada di belakang.
3. Tentang
Muhammad yang berhasil digoda oleh setan, sehingga melahirkan ayat-ayat setan, Armstrong
berusaha membelanya dengan meragukan sumber kisah tersebut, dan dengan
mengatakan bahwa nabi-nabi lain juga pernah melakukan kekeliruan (hlm. 205 –
207). Sayangnya Armstrong tidak menyebutkan nabi mana saja yang melakukan
kekeliruan. Bisa dipastikan Armstrong sengaja tidak menyampaikannya karena
orang bisa membandingkan tingkat kekeliruan. Dari sana akan terlihat betapa
rendah dan bodohnya Muhammad; bisa juga muncul keraguan atas kenabian Muhammad.
4. Armstrong
memuji Al Qur’an dengan mengatakan “Al Qur’an tidak mengajarkan sesuatu yang
baru kepada kaum Quraish.” (hlm. 198). Senada dengan ini, Armstrong mengatakan
bahwa umat islam dituntut untuk menghargai aspirasi keagamaan lain (hlm. 210,
211, bdk. hlm. 505). Lewat pujian ini Armstrong hendak menampilkan islam
sebagai agama rahmatan lil alamin. Namun,
apa yang ditulis Armstrong ini bertentangan dengan tulisannya sendiri (hlm 197,
212). Jika memang benar Al Qur’an tidak mengajarkan sesuatu yang baru dan tidak
mencela tradisi keagamaan lain, kenapa Al Qur’an menyebut orang non islam (kaum
Quraish, orang Yahudi dan Kristen) sebagai kafir, yang merupakan bentuk
penghinaan? Selain itu, fakta historis membuktikan bahwa ada banyak tradisi
Quraish yang dibinasakan, meski tak sedikit juga yang berhasil diislamkan.
Sementara itu Al Qur’an (QS 4: 157) menyalahkan keyakinan orang Kristen dan
juga sejarah umum bahwa yang mati di kayu salib itu adalah benar-benar Yesus.
5. Armstrong
memuji bahwa Muhammad telah mendapatkan pemahaman luar biasa tentang realitas
ilahi (hlm. 194). Namun Armstrong tidak berani secara langsung menyebut dari
mana sumber pengetahuan Muhammad itu, karena takut ketahuan rekayasa kenabian
Muhammad. Padahal pada halaman-halaman lain terungkap sumber tersebut.
Misalnya, pada halaman 189 secara implisit hendak mengatakan bahwa Muhammad
menyerap beberapa pengetahuan tentang agama Ibrahim (Yahudi dan Nasrani).
Dengan kata lain, Muhammad sudah bersentuhan dengan Alkitab dan Taurat sebelum
menerima wahyu. Karena itu, pada halaman 213 Armstrong menulis bahwa
pengetahuan baru tentang kitab suci itu membantu Muhammad mengembangkan
pandangannya (wahyu?).
6. Ketika
menyinggung Marguerite-Marie, yang dituding penderita neurotik dan punya
perasaan negatif terhadap seks (hlm. 412), Armstrong seakan membenarkan. Tidak
ada komentar lanjut. Dia menampilkan informasi apa adanya tanpa memberi
pendapat, sehingga pembaca bisa saja menyimpulkan bahwa memang Marguerite-Marie
demikian adanya. Akan tetapi, terhadap Muhammad, yang dituding banyak ahli
menderita epilepsi, obsesi dan gila seks, Armstrong berusaha menutup mata.
Malah semuanya ditutup secara spiritual, bahwa Allah benar-benar hadir (hlm.
193 – 195). Bahkan Armstrong memuji Muhammad sebagai seorang jenius yang sangat
luar biasa, yang dalam waktu singkat berhasil menyatukan hampir semua suku Arab
(hlm. 190). Tentulah umat islam sangat senang dengan pujian ini dan
menyimpulkan bahwa Armstrong ada di pihaknya. Namun perlu diketahui bahwa salah
satu ciri seorang psikopat adalah jenius. Bukan tidak mustahil ada indikasi
kepribadian psikopat dalam diri Muhammad. Untuk mengetahui tinjauan psikologis
atas Muhammad, silahkan baca: Muhammad,Suatu Analisis Psikologi dan Memahami Muhammad, Sebuah Psikobiografi.
7. Pada
halaman 241 Armstrong menulis, “Di dunia Islam, pemikir-pemikir esoterik
biasanya dibiarkan hidup bebas.” Pernyataan ini hendak menegaskan perbedaan
dengan apa yang terjadi dalam kekristenan Barat. Perlu dikritisi pemikiran
esoterik mana yang bisa hidup bebas di dunia islam. Dapat dipastikan hanya
mereka yang memuji islam saja yang dapat hidup bebas, sementara yang bersikap
kritis atau sedikit berbeda dari pandangan umum, sekalipun itu baik, akan
mengalami nasib buruk. Sekedar menyebutkan contoh adalah al-Hallaj, yang
dibunuh karena pemikiran esoteriknya. Armstrong sendiri menyebut bahwa kelompok
pemikir esoterik sering dipandang oleh kaum ulama sebagai bid’ah (hlm. 304). Bahkan
hingga kini pun pemikir-pemikir islam yang kritis cenderung mengalami nasib
naas. Karena itu, banyak orang berpendapat bahwa islam adalah agama anti
kritik.
8. Sangat
menarik kisah Umar ibn Khattab memeluk agama islam (hlm. 202 – 203). Armstrong
mengibaratkan kisah ini dengan kisah pertobatan Saulus dari Tarsus. Tampak
jelas bahwa perbandingan ini not apple to
apple. Kebencian Saulus ditujukan kepada murid-murid Yesus. Dia berusaha
mengancam dan membunuh mereka (Kis 9: 1). Sementara kebencian Umar ditujukan
kepada Muhammad. Jika Saulus bertemu dengan murid-murid Yesus, dapat dipastikan
mereka akan dibunuh atau ditangkap untuk dibawa ke Yerusalem. Pertobatan
terjadi bukan lantaran Saulus bertemu dengan murid-murid Yesus tetapi dengan
Yesus sendiri (Kis 9: 5), sedangkan Umar bertemu dengan orang yang dibenci dan
ingin dibunuhnya. Karena itulah, patut dipertanyakan kebencian dan hasrat Umar
ingin membunuh Muhammad. Bukan tidak mungkin hal ini dilebih-lebihkan untuk
mendukung hebatnya Muhammad dan islam.
9. Adanya
dua versi masuknya Umar ibn Khattab ke dalam islam, mengingatkan kita akan dua
versi turunnya wahyu tentang kewajiban jilbab (QS 33: 59). Pertanyaannya,
kenapa muncul dua versi? Dari dua versi itu, versi mana yang benar? Karena
tidak mungkin kedua versi itu sama-sama benar. Yang pasti adalah salah satunya
yang benar atau juga kedua-duanya salah. Tidak bisa dua-duanya benar, karena
keduanya berbeda. Pada kedua versi ini benar-benar terlihat perubahan sikap
Umar yang bergitu mendadak. Hal ini membuat orang bisa menduga bahwa sebenarnya
Umar tidak terlalu membenci Muhammad, apalagi ingin membunuhnya. Informasi
kebencian dan keinginan untuk membunuh itu dapat saja merupakan rekayasa untuk
menampilkan kehebatan Muhammad dan islam. Sementara itu, pada versi pertama,
perubahan sikap Umar dilandaskan pada perasaan bersalahnya. Dia telah melukai
putrinya dan membuat malu tamunya, padahal dalam tradisi Arab tamu wajib
dihormati. Untuk menutupi rasa bersalahnya, Umar “pura-pura” merasakan
keindahan Al Qur’an dan akhirnya memutuskan masuk islam.
DEMIKIANLAH
beberapa butir kesesatan pikir Karen Armstrong. Kesesatan-kesesatan itu
mengalir dari sikapnya yang positif terhadap islam dan negatif terhadap
kekristenan. Dapat dipastikan bahwa sikapnya tersebut sama sekali tidak
mempunyai dasar yang kuat. Malah dari telaah kritis, kita menemukan kontradiksi
dalam bukunya sendiri. Menjadi pertanyaan kita adalah kenapa Armstrong bersikap
seperti itu?
Patut
diduga salah satu alasannya adalah popularitas, baik bagi dirinya maupun
bukunya. Seperti yang telah disampaikan, sikap Armstrong ini mewarnai semua
buku-bukunya. Karena itu, buku-buku Armstrong termasuk best seller, dan popular di kalangan islam. Bagaimana bisa menjadi best seller?
Sepertinya
Armstrong pintar membaca karakter pembacanya: orang islam, kristen dan
masyarakat lainnya. Orang islam lebih menggunakan emosi-perasaan, umat Kristen
lebih memakai akal sehat, sedangkan pembaca lainnya memiliki karakter melawan
arus. Karena lebih pada emosi, maka orang islam akan membeli dan membaca
buku-buku yang memuji dan membela agamanya. Kalau menjelek-jelekkan islam,
bukan saja tidak akan dibeli tetapi pasti musnah dibakar api. Sedangkan orang
Kristen lebih menggunakan akal sehat, sehingga sekalipun bernada negatif
terhadap agamanya, buku itu tetap dibeli dan dibaca dengan kritis. Sementara
itu, tak sedikit juga orang suka akan pemikiran yang melawan arus. Akumulasi
dari semua ini membuat buku-buku Armstrong menjadi best sellers.
Satu hal yang menarik dari buku Armstrong
ini, jika benar-benar ditelaah secara kritis, adalah adanya rekayasa kenabian
Muhammad (hlm. 189 – 214). Artinya, gelar nabi hanyalah ide Muhammad tanpa ada
kaitan langsung dengan Allah. Hal ini sejalan dengan telaah kritis atas buku Lesley Hazelton, “Muslim Pertama: Melihat
Muhammad Lebih Dekat”. Harus diakui bahwa sudah ada obsesi
Muhammad untuk menjadi nabi, orang yang dihormati. Obsesi ini sejalan juga
dengan harapan orang Arab akan “Agama Ibrahim”. Pertemuan dengan orang-orang
Kristen dan Yahudi membantu Muhammad menyusun rancangan dirinya sebagai nabi
orang Arab (hlm. 213). Dan itulah yang terjadi.
Secara sederhana bisa dikatakan bahwa
kenabian Muhammad adalah palsu. Atau dengan kata lain, Muhammad adalah nabi
palsu. Jika pernyataan ini benar, maka kesimpulan logis yang dapat ditarik
adalah Al Qur’an hanyalah ciptaan Muhammad, bukan berasal dari Allah.
Lingga,
02 Februari 2020
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar