Dan orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad di jalan Allah, dan orang-orang yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan (kepada orang Muhajirin), mereka itulah orang yang benar-benar beriman. Mereka memperoleh ampunan dan rezeki (nikmat) yang mulia. (QS 8: 74)
Selain
itu juga umat islam melihat Al-Qur’an sebagai keterangan
dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Allah
telah mengatakan bahwa diri-Nya telah memudahkan ayat-Nya sehingga umat dapat
dengan mudah memahami. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah
memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh
umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu
yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi
pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna
dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan
apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Penafsiran
atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah
sendiri.
Berangkat dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Memang harus diakui juga bahwa apa yang tertulis itu tidaklah sepenuhnya merupakan perkataan Allah. Beberapa tulisan yang ada di dalam tanda kurung, seperti kepada orang Muhajirin dan nikmat, diyakini berasal dari tangan manusia. Jadi, ternyata ada tambahan kemudian pada ayat-ayat Al-Qur’an, yang bukan berasal dari Allah tetapi dari manusia. Hal ini, mengikuti cara penilaian umat islam terhadap kitab suci agama lain, membuat Al-Qur’an tidak asli lagi. Kesucian dan keaslian Al-Qur’an telah bercampur dengan karya tangan manusia yang tidak suci.
Sejalan dengan pernyataan Allah bahwa Dia memberikan keterangan
yang jelas dan telah memudahkan ayat-Nya, maka apa yang tertulis pada kutipan
wahyu Allah di atas memang sungguh jelas dan terang benderang, meski pembaca
masih tetap membutuhkan penafsiran sedikit. Dalam kutipan di atas terlihat
jelas bahwa Allah hendak memberikan gambaran soal siapa orang
yang benar-benar beriman, dan memperoleh ampunan dan rezeki yang mulia. Kebanyakan
ulama menafsirkan frasa “rezeki (nikmat) yang mulia” dengan masuk surga. Karena
itu, wahyu Allah ini berbicara tentang orang yang benar-benar beriman, orang
yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Siapa saja mereka itu?
Dalam
kutipan ayat di atas Allah menyebut 4 kelompok orang yang memenuhi kriteria
tersebut. Keempat kelompok orang itu adalah:
1. Orang-orang
yang beriman. Siapa yang dimaksud dengan orang-orang yang beriman ini? Frasa “orang-orang
yang beriman” banyak dijumpai dalam Al-Qur’an. Para ulama sepakat bahwa frasa
tersebut merujuk pada kaum muslim. Hal ini disebabkan karena adanya pandangan dualisme
hitam-putih dalam Al-Qur’an. Umat manusia dibagi ke dalam 2 kubu, yaitu beriman
dan kafir. Hanya islam saja yang beriman, sedangkan yang bukan islam adalah
kafir. Karena itu, umat islam adalah kelompok orang-orang yang beriman, dan
mereka adalah orang yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan
yang masuk surga. Ini seakan hendak menegaskan kembali perkataan Allah bahwa
orang kafir adalah penghuni neraka (QS al-Baqarah: 24; QS al-Maidah: 10; QS
al-Jinn: 14 – 15).
2. Orang
yang berhijrah. Artinya, mereka yang pada tahun 622 mengikuti Muhammad keluar
dari Mekkah menuju Madinah. Nah,
mereka inilah masuk ke dalam kelompok orang yang benar-benar beriman, orang
yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Ayat ini sedikit menemukan
kendala ketika dituntut relevansinya pada masa kini. Tanpa relevansi, maka
sebagian ayat ini menjadi mati, karena sebagian ayat ini hanya berlaku untuk
orang-orang yang hidup pada tahun 622, yang berhijrah bersama Muhammad. Bagaimana
dengan kaum muslin dewasa ini? Karena itulah, untuk menghidupkan seluruh wahyu
Allah ini, dewasa ini santer terdengar seruan atau ajakan untuk hijrah, meski
maknanya bias. Pemaknaan ajakan hijrah sungguh membingungkan, dan tak ada satu
otoritas islam pun yang bisa memberikan makna yang jelas. Karena itu, haruslah
dikatakan bahwa sebagian dari wahyu Allah ini mati, karena tidak ada
relevansinya bagi umat islam saat ini.
3. Orang
yang berjihad di jalan Allah. Kata jihad biasanya dimaknai dengan perang. Sedangkan
berjihad di jalan Allah dimaknai dengan berperang melawan musuh-musuh islam,
yaitu orang kafir, dan menegakkan agama islam. Allah telah menyatakan
kehendak-Nya untuk memusnahkan orang kafir sampai ke akar-akarnya (QS al-Anfal:
7), sehingga hanya islam yang ada di sisi Allah (QS Ali Imran: 19). Sebagian ulama
memaknai berperang di jalan Allah ini dengan upaya menegakkan kebaikan dan
menghancurkan kejahatan (amar makruf nahi mungkar). Akan tetapi, pemaknaan ini
tidak sejalan dengan wahyu Allah dalam surah al-Baqarah: 216, dimana Allah
berfirman, “Diwajibkan atas kamu berperang, padahal itu tidak menyenangkan
bagimu. Tetapi boleh jadi kamu tidak menyenangi sesuatu, padahal itu baik
bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu padahal itu tidak baik bagimu.
Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” Jadi, berjihad di jalan Allah
adalah berperang melawan musuh-musuh islam, yaitu orang kafir sehingga dunia
ini hanya ada agama islam. Mereka yang berperang di jalan Allah inilah orang
yang benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Ketika
dituntut relevansinya untuk masa kini, wahyu Allah ini menuntut umat islam
untuk menciptakan perang. Inilah salah satu wahyu yang menjadi dasar ideologi terorisme
islam. Dengan membunuh orang kafir, maka mereka dinilai sebagai orang yang
benar-benar beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga.
4. Orang
yang memberi tempat kediaman dan memberi pertolongan. Dapat dipastikan bahwa
orang dari kelompok ini adalah bukan pemeluk islam. Akan tetapi, mereka dinilai
sebagai orang yang benar-benar beriman, dan yang memperoleh ampunan bahkan
masuk surga. Menjadi pertanyaan, siapa obyek dari kelompok orang ini. Atau tempat
kediaman dan pertolongan diberikan kepada siapa? Jika membaca kutipan ayat di
atas, dengan tambahan dari tangan manusia, maka jelas obyek dari kelompok orang
ini adalah orang Muhajirin. Dalam ilmu islam, kaum Muhajirin adalah mereka yang
bersama Muhammad ikut meninggalkan Mekkah dan hijrah menuju Madinah. Dengan kata
lain, orang Muhajirin adalah kelompok orang yang berhijrah (poin 2). Namun,
jika tambahan dari manusia itu dihilangkan, maka obyek dari kelompok orang ini
bisa saja orang yang berhijrah, bisa juga orang yang berjihad di jalan Allah. Artinya,
orang ini memberi tempat tinggal bagi mereka yang berperang di jalan Allah,
serta memberi bantuan seperti uang, makanan atau juga informasi. Ketika dituntut
relevansinya untuk masa kini, maka pemaknaan sebagai mereka yang berperang di
jalan Allah langsung kena sasaran. Karena itu, orang yang memberi bantuan
kepada umat islam yang berperang di jalan Allah adalah orang yang benar-benar
beriman, orang yang memperoleh ampunan dan yang masuk surga. Wahyu Allah ini
biasa dijadikan rujukan kepada umat islam untuk membantu para teroris. Jika tidak
membantu, maka mereka disamakan dengan kaum fasik, dan kaum fasik itu sama
dengan kafir; tempatnya di akhirat adalah neraka. Kalau mau masuk surga, maka
mereka harus membantu, sekalipun mereka tidak terlibat dalam aksi teroris.
DEMIKIANLAH
kajian singkat atas surah al-Anfal ayat 74. Dalam ayat ini Allah memberikan
kriteria dari orang yang sungguh beriman, dan yang memperoleh ampunan, bahkan
masuk surga. Ada dua hal yang menarik dari wahyu Allah ini terkait fenomena
terorisme islam. pertama, ayat ini
dijadikan dasar untuk aksi terorisme. Artinya, aksi teroris menemukan dasarkan
pada wahyu Allah, sehingga dengan demikian aksi tersebut dikehendaki Allah. Demi
relevansinya, maka umat islam terpanggil untuk menciptakan terror atau perang. Hal
ini seakan menegaskan kembali islam sebagai agama perang atau terror. Kedua, adalah sulit untuk memberantas terorisme islam. Setidaknya ada dua alasan, yaitu karena aksi ini dikehendaki
Allah, dan aksi ini selalu akan mendapat dukungan dari umat islam.
Tanjung Pinang, 17 Januari 2022
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar