Buku dengan judul “Muslim
Pertama: Melihat Muhammad Lebih Dekat” merupakan salah satu karya Lesley
Hazleton. Tak ada reaksi protes dari kalangan umat islam atas buku ini,
sebagaimana yang dialami dengan buku “Lima Kota” yang akhirnya dibakar oleh
Gramedia. Hal ini dapat disimpulkan bahwa isi buku ini sesuai dengan kebenaran
islam. Sebab jika tidak, pastilah muncul demo, protes yang berakhir pada
pemusnahan buku, sebagaimana buku “Lima Kota”.
Dengan membaca buku ini tentulah orang mengetahui sesuatu kebenaran yang
sesuai dengan apa yang diakui oleh umat islam. Selain itu, judul buku juga menjadi
alasan saya membelinya. Judul besar buku ini: “MUSLIM PERTAMA”, menjadi daya
tarik orang untuk mengetahui siapa yang dimaksud dengan muslim pertama. Memang
awalnya orang sudah menyangka bahwa buku ini akan membahas riwayat hidup
Muhammad (terlihat dari sub judulnya), namun bukan berarti muslim pertama itu
adalah Muhammad. Jika Muhammad adalah muslim pertama, lantas para nabi sebelum
Muhammad itu sebagai muslim keberapa? Adam, bagi orang islam, adalah manusia
pertama dan diakui sebagai nabi dalam dunia islam (Yahudi dan Kristen tidak).
Kenapa bukan Adam sebagai muslim pertama?
Terus terang frasa “muslim pertama” pada judul buku ini sedikit
membingungkan. Dan sayangnya Hazelton sama sekali tidak menjelaskan maksud frasa
itu. Walau bagaimana pun, fokus tulisan ini adalah mengulas isi buku ini yang
berbicara tentang Muhammad. Kebetulan, kisah Muhammad yang diungkap Hazleton
dalam bukunya ini, sama sekali tidak ada tanggapan negatif dari umat islam. Hal
ini berarti riwayat tentang Muhammad dalam buku ini sudah benar, sudah sesuai
dengan selera umat islam.
Mengkritisi Tulisan Hazleton, Memahami Muhammad
Riwayat Muhammad yang disajikan Hazleton dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu
Bocah Yatim (hlm 3 – 101), yang mengisahkan latar belakang keluarga Muhammad
hingga pernikahannya dengan Khadijah; Masa Pengasingan (hlm 105 – 302), yang
mengisahkan kehidupan Muhammad dan pengikutnya di Madinah; dan Sang Pemimpin
(hlm 305 – 350), yang bercerita kehidupan Muhammad setelah kembali ke Mekkah
dan menjadi pemimpin islam.
Salah satu hal yang membuat buku ini kurang menarik adalah ketiadaan judul
bab. Hazleton hanya membagi tiga bagian tadi ke dalam bab-bab yang tak
berjudul. Hal ini membuat judul bagian buku terkesan lucu. Misalnya, bagian
pertama dikatakan “bocah”, padahal uraiannya hingga Muhammad menikah. Saat
menikah, Muhammad sudah bukan bocah lagi. Selain itu, tidak ada keterangan
waktu dan lokasinya, yang membuat pembaca bingung. Misalnya, bagian pertama itu
dari tahun berapa hingga berapa, demikian pula bagian dua dan tiga; lokasinya
di mana.
Akan tetapi, setelah membaca buku ini saya akhirnya bisa memahami siapa Muhammad itu. Dan inilah yang menjadi tujuan telaah buku ini. Saya mengurai telaah saya tidak berdasarkan pembagian Hazleton, melainkan pembagian saya sendiri. Sebenarnya pembagian ini tidak jauh berbeda dengan pembagian yang dibuat Hazleton.
1. Menjadi Nabi atau Rasul
Dari latar belakang keluarga besar Muhammad, dapat dikatakan bahwa mulanya
mereka adalah kafir dan hidup dalam budaya kekafiran. Kafir di sini tidak sama
dengan ateis, tetapi penyembahan berhala. Sekalipun kafir, orang Arab zaman
dulu sudah memiliki sikap religius.
Ternyata, jauh sebelum Muhammad lahir sudah ada Ka’bah. Sekalipun sering
dikaitkan dengan Ibrahim, tak kurang terjadi praktek penyembahan berhala di
sana. Bahkan, beberapa tradisi haji sekarang ini merupakan pengembangan lanjut
dari tradisi kafir itu. Dan ternyata dari dulu Ka’bah sudah sering
diperebutkan.
Muhammad lahir sebagai bayi yatim. Ia dibesarkan oleh seorang wanita Badui.
Dikatakan bahwa kehidupan suku Badui sangat tertanam dalam pembentukan diri
Muhammad. Hal ini terlihat dari cara hidup Muhammad yang sederhana, pekerja
keras, dll.
Membaca riwayat Muhammad saat masih kecil, kita dapat menyimpulkan bahwa
Muhammad adalah anak yang tak diinginkan. Sejak bayi dia sudah ditolak oleh
kaumnya. Penolakan ini tentulah membekas di dalam diri Muhammad.
Ketika masih kanak-kanak, ketika sudah kembali ke Mekkah, Muhammad melihat
adanya ketidakberesan dalam kehidupan masyarakatnya. Yang suci dan profan
bercampur dengan mudah; peziarahan Ka’bah bersatu dengan perdagangan. Muhammad
melihat betapa orang berkuasa selalu Berjaya dan kaya, menguasai orang lain
yang tak berdaya.
Semua situasi ini menimbulkan obsesi dalam diri Muhammad. Dia tak mau lagi
menjadi orang terpinggirkan. Pengalaman penolakan masih membekas. Maka Muhammad
berusaha untuk menjadi penguasa. Kekacauan teologis dan politik yang dia lihat
menjadi inspirasi untuk menumbuhkan agama pemersatu. Muhammad menemukan jalan
untuk berkuasa, yaitu melalui agama.
Perlu diketahui, pada masa Muhammad, di Mekkah sudah menyebar beberapa
agama, seperti Yahudi dan kristen. Agama Kristen yang berkembang kuat di sana
adalah yang berasal dari bidaah Arianisme dan Nestorian. Bukan tidak mungkin,
ajaran Kristen yang diterima Muhammad dipengaruhi oleh dua aliran sesat ini.
Karena menerima dari ajaran sesat, maka Muhammad juga salah memahami ajaran
Kristen waktu itu. Semua bahan ini akhirnya dibawa Muhammad ke Goa Hira untuk
direnungkan.
Karena sudah terobsesi ingin berkuasa, dan menemukan jalannya melalui media
agama, maka Muhammad mulai membuat pengakuan-pengakuan atas kenabiannya.
Muhammad mengatas-namakan wahyu. Awalnya, Muhammad mendapat penolakan atas
kenabiannya. Muhammad sudah sejak bayi ditolak, karena itu penolakan warga atas
peran kenabiannya tidak berpengaruh besar. Justru malah menambah semangat
Muhammad.
Pada masa ini Muhammad berusaha tampil sebagai seorang nabi. Gambaran nabi
yang sudah dipelajarinya, diterapkan dalam menghadapi penolakan itu. Salah
satunya adalah sikap rendah hati dan berserah. Sekalipun dihina, ditolak dan
dicela, Muhammad tidak membalas. Hal ini menimbulkan rasa simpati pada beberapa
warga, sehingga mereka akhirnya ikut bergabung.
2. Menjadi Pemimpin
Lama kelamaan pengikut Muhammad semakin bertambah banyak. Mereka mengikuti
teladan hidup Muhammad dalam menghadapi cemoohan, hinaan dan penolakan.
Penguasa Mekkah mulai merasa gelisah, karena ada indikasi Muhammad mau
menguasai Ka’bah.
Demi keselamatan pengikutnya, Muhammad memutuskan untuk keluar dari Mekkah.
Ini merupakan salah satu karakter seorang pemimpin: mengutamakan keselamatan
anggotanya. Mulanya mereka menyingkir ke Ethiopia. Pada waktu itu Ethiopia
adalah salah satu kerajaan Kristen. Kelompok Muhammad diterima dengan baik oleh
Raja Negus.
Ada satu pernyataan menarik dari Hazleton yang perlu dikritisi. Dikatakan
bahwa saat menerima kelompok Muhammad itu, Raja Negus, yang adalah penganut
Kristen yang taat, menyatakan bahwa ajaran Muhammad merupakan ajaran Yesus
juga. Perlu diketahui bahwa ajaran Muhammad saat itu masih sebatas monoteisme.
Selain itu, pernyataan itu bertujuan supaya warganya menerima rombongan
Muhammad.
Dari Ethiopia, kelompok Muhammad akhirnya menetap di Madinah. Di sinilah
Muhammad menanamkan kepemimpinannya. Ketika Muhammad berhasil mendamaikan dua
suku besar di Madinah, kepemimpinannya semakin kuat. Malah Muhammad menuntut
semua orang untuk taat kepadanya, bahkan orang Madinah sendiri. Jadi, ketika
datang pertama di Madinah, Muhammad hanya sebagai warga pendatang, namun akhirnya,
dengan kelicikannya, ia menjadi penguasa di sana.
Karena kelompok yang dibawa Muhammad dari Mekkah bukanlah petani, maka
untuk menghidupi kebutuhan hidup mereka, Muhammad memimpin mereka melakukan
perampokan. Hal ini merupakan tradisi di kalangan suku Badui, dan Muhammad
sudah terbiasa akan hal itu mengingat masa kecilnya ada di sana. Ternyata aksi
perampokan ini bukan semata-mata bertujuan untuk mendapatkan penghasilan,
tetapi juga sebagai “serangan” terhadap Mekkah.
Orang begitu mudah menerima kepemimpinan Muhammad karena sebelumnya mereka
sudah menerima perannya sebagai nabi atau rasul. Di sini Muhammad banyak
bermain peran dalam mempengaruhi orang. Obsesi Muhammad sedikit demi sedikit
mulai terbentuk. Ia sudah memiliki kekuasaan atas orang. Untuk mendukung
otoritas kepemimpinannya, Muhammad sering menggunakan alasan rohani mengingat
orang sudah terlebih dahulu menerima dia sebagai nabi. Misalnya, untuk
membenarkan tindakannya mengambil istri anaknya sebagai istri (Zainab),
Muhammad mengunakan “wahyu”; hal yang sama ketika ia mau membela Aisyah.
Dan seperti biasa, dimana kekuasaan mulai ada, keserakahan pun
mengiringinya. Demikian pula Muhammad. Mulailah ia menindas. Jika dulu, ketika
masih minoritas, ada karakter pengampun dan toleransi, kini karakter itu
hilang. Keserakahan Muhammad bukan hanya soal harta kekayaan dan kekuasaan,
tetapi juga dalam hal istri. Ketika masih berstatus nabi dan rasul, Muhammad
begitu setia pada Khadijah (menghayati monogami). Namun ketika menjadi
pemimpin, Muhammad tak puas hanya beristrikan satu orang saja. Jadi, tampak
jelas kalau pada awal-awalnya, wahyu digunakan Muhammad untuk pembenaran
kenabiannya agar orang mengakuinya sebagai nabi. Setelah menjadi nabi, wahyu
dipakai untuk pembenaran otoritasnya sebagai pemimpin.
3. Menjadi Penguasa
Satu kerinduan Muhammad adalah kembali ke Mekkah dan menguasainya. Bukankah
itu obsesinya sejak muda? Waktu itu Muhammad masih berada di Madinah. Ia belum
bisa masuk Mekkah, tapi ia tetap terus berusaha. Kekuasaan sudah ada di
tangannya. Dapat dikatakan bahwa saat di Madinah, Muhammad sudah menjadi
“penguasa” kecil. Agar otoritasnya tidak hilang, sekalipun fisiknya sudah lemah
dan tua, Muhammad meminta sumpah setia warga kepadanya. Sumpah setia ini bahkan
menjadi salah satu syarat untuk menjadi anggota kelompoknya. Sumpah itu dikenal
dengan syahadat. Orang yang mau masuk kelompok Muhammad, harus mengakui Allah
sebagai mahakuasa, dan Muhammad sebagai utusannya. Ada banyak nabi dan utusan
Allah dalam dunia islam, namun mereka tidak berbuat seperti Muhammad. Hanya
orang yang takut akan kehilangan pengaruh saja yang melakukan hal itu.
Salah satu cara yang dilakukan Muhammad adalah dengan terus menanamkan
pengaruh kepada banyak orang. Satu hal yang dilakukan Muhammad adalah pembantaian
dengan cara sadis. Ini hendak dijadikan trade mark kelompok
Muhammad sehingga menimbulkan efek takut bagi kelompok lain, termasuk warga
Mekkah. Jadi, dengan pembantaian sadis itu Muhammad tidak hanya menanamkan
pengaruhnya, tetapi juga menumbuhkan kekuasaannya.
Berhubung usianya sudah tak muda lagi, ditambah dengan luka akibat perang,
Muhammad akhirnya menempuh cara “damai” untuk memasuki Mekkah. Namun perlu
disadari bahwa cara ini merupakan bagian dari strategi perang. Sun Tzu, pakar
strategi perang Cina, pada abad VI SM, sudah mengatakan bahwa perang adalah
penipuan. Bukan tidak mungkin Muhammad sudah mengenal falsafah ini.
Menarik untuk Diketahui
Sekalipun buku ini kurang menarik, namun ada beberapa pernyataan Hazelton
yang menarik karena membuka wawasan. Beberapa di antaranya adalah sebagai
berikut:
1.
Ka’bah merupakan bagian dari kultus
berhala. Ia sudah ada jauh sebelum Muhammad lahir. Bahkan tradisi haji sekarang
merupakan bagian dari tradisi kafir pra-islam (hlm 31 – 56). Jadi, baik Ka’bah
maupun ritus haji, bukanlah asli produk islam, melainkan milik kekafiran
pra-islam.
2.
Postur sembahyang islam merupakan postur
klasik tawanan di hadapan penakluk, dan masih terlihat sampai saat ini dalam
prasasti-prasasti kemenangan Assyria kuno (hlm 117). Jadi, bisa dikatakan bahwa
cara sembahyang (sholat) islam sekarang ini pengembangan postur tawanan jaman
pra-islam. Postur itu diislamkan, sehingga sikap itu bukan ditujukan kepada
penguasa dunia, tetapi kepada Allah.
3.
Pada halaman 122 dikatakan bahwa Muhammad
menyampaikan pesan yang menyerukan nilai-nilai dan etika yang dulu pernah
menjadi kebanggaan bangsa Arab. Sangat disayangkan kenapa Hazelton tidak
menguraikan nilai dan etika yang bagaimana yang membanggakan itu. Sebab, Abu
Thalib, paman Muhammad, yang adalah pendukung setia dan kuat akan Muhammad,
sampai akhir hidupnya tidak memeluk islam. Malah ia tetap setia memeluk tradisi
leluhurnya, sekalipun Muhammad sudah memintanya untuk mengucapkan syahadat (hlm
160).
4.
Hazelton mengurai ada kemiripan pewartaan
Muhammad dengan Yesus (hlm 126 – 127). Ini salah satu bukti kalau Muhammad
sudah mengetahui kisah Yesus dari Injil. Akan tetapi, sangat disayangkan bahwa
Hazelton tidak memaparkan kemiripan itu.
5.
Ternyata ayat-ayat setan itu memang ada.
Konon dikatakan bahwa saat itu Muhammad dirasuki oleh setan sehingga muncullah
pernyataan pujian terhadap tiga anak perempuan Allah (hlm 152 – 156). Namun
otoritas islam berusaha menutupinya, sehingga ketika Salman Rusdhie membuat
novel dengan judul “Ayat-ayat Setan” otoritas islam menyatakan halal untuk
membunuhnya.
6.
Halaman 163 – 172 bercerita tentang Isra’
Mi’raj. Ada catatan kritis dari Hazleton bahwa kisah itu tidaklah nyata,
melainkan mimpi atau rekayasa. Bagi Hazelton dalam kisah tersebut ada
ketidak-sesuaian geografis dan kronologis.
7.
Untuk pertama kalinya sejak turunnya wahyu
pertama di Gua Hira sebelas tahun sebelumnya, Muhammad bertindak lebih dari
sekedar seorang rasul (atau nabi, pen). Kini dia juga bertindak
sebagai seorang pemimpin, mengemban peran politik yang selama ini dikhawatirkan
oleh musuh-musuhnya di Mekkah. Di usianya yang memasuki lima puluhan awal, dia
berkembang memasuki arena politik dalam misinya (hlm 181). Terlihat jelas kalau
ada ambisi untuk berkuasa dalam diri Muhammad. Hal ini sudah tertanam dalam
dirinya sejak kecil, mengingat masa kecilnya yang suram.
8.
Ada pernyataan Hazelton yang sedikit
keliru. Ia mengatakan bahwa orang Yahudi saat ini akan terkejut oleh fakta
keberadaan suku Yahudi di Arab pada abad VII (hlm 182). Saya menilai pernyataan
ini berlebihan. Justru umat islam modernlah yang bakal terkejut.
9.
Ada ulasan singkat tentang jihad (hlm 207
– 210) dan perang Badar (hlm 211 – 221). Sangat menarik untuk diketahui.
10. Kerudung atau biasa disebut jilbab sebenarnya hanya dikhususkan untuk
istri-istri Muhammad (hlm 226). Jadi, jika wanita islam dewasa ini memakai
jilbab, itu bukan karena ajaran islam sebagaimana yang diperintahkan Al-Quran
atau Muhammad, melainkan karena mereka ingin mengikuti gaya istri-istri
Muhammad (hlm 320). Karena itu, patut dipertanyakan ketika kaum muslimah
diwajibkan berjilbab.
11. Halaman 232 – 233 bercerita tentang perubahan kiblat, dari sebelumnya mengikuti
tradisi Yahudi, yaitu mengarah ke Yerusalem, menjadi ke Ka’bah. Perlu diketahui
bahwa pada saat perubahan kiblat, Ka’bah masih merupakan tempat suci orang
pagan.
12. Sunat perempuan di Mekkah, praktek yang dipandang Hamzah sebagai praktek
zaman kegelapan jahiliyah atau zaman kebodohan pra-islam (hlm 240). Tampak
jelas bahwa sunat perempuan bukan tradisi islam, tapi kenapa beberapa daerah
masih menerapkannya dengan dasar agama.
13. Pada pengujung usia paruh baya, lelaki (Muhammad) yang bersetia menikah
begitu lama dengan istri tunggal, kini menikah berkali-kali (hlm 254). Bukan
tidak mungkin hal ini disebabkan karena Muhammad sudah memiliki kekuasaan.
Takhta itu dekat dengan wanita. Dengan kekuasaan yang ada Muhammad dapat
menikah dengan siapa saja yang disukai, bahkan dengan gadis belia. Aisyah,
contohnya. Ia ditunangkan dengan Muhammad pada usia 6 tahun dan menikah pada
usia 9 tahun (hlm 256). Jadi, selisih usia antara Aisyah dan Muhammad adalah
sekitar 50 tahun. Sepantasnya Aisyah itu berstatus cucu Muhammad. Namun karena
nafsu, apapun disikat. Kekuasaan yang dimilikinya membuat Muhammad dapat
melakukan apa saja demi meloloskan keinginannya, termasuk kebutuhan syahwat.
14. Tentang kehidupan berkeluarga Muhammad, ada satu skandal yang cukup heboh,
yaitu skandal kalung Aisyah (hlm 257 – 268). Sangat menarik untuk diketahui dan
direnungkan.
15. Wahyu post-factum. Ada banyak wahyu, yang menjadi bagian dari
Al-Quran, bersifat post-factum. Terlihat jelas kalau wahyu ini
hanya sekedar pembenaran atas suatu “skandal”. Misalnya, wahyu yang membela
Aisyah atas skandal kalung (hlm 263 – 264). Wahyu ini berhasil menyelamatkan
nyawa Aisyah, yang sebenarnya Muhammad yang mau menyelamatkannya serta
reputasinya sendiri. Contoh lain adalah wahyu yang membela tindakan Muhammad
yang mengawini Zainab, istri anak angkatnya. Supaya anak angkatnya tidak marah
dan warga menerima tindakan itu, maka dibuatkan wahyu Al-Quran (hlm 266). Ada
juga wahyu yang memberi dispensasi Muhammad untuk poligami (hlm 267).
Karena itu, bisa dipertanyakan, apakah wahyu itu dari Allah atau karangan
Muhammad, demi meloloskan kepentingan pribadinya?
16. Pembantaian sadis terhadap kaum Yahudi sebagai contoh untuk masa depan (hlm
269 – 283). Dikatakan ada sekitar 400 – 900 orang Yahudi mati dibantai. Ini
bukan saat perang, sehingga benar-benar menimbulkan gelombang takut ke seluruh
Jazirah Arab. Pembantaian itu dibenarkan dalam Al-Quran. Metode inilah yang
dipakai oleh kaum islam radikal seperti Taliban, Al-Qaeda, ISIS dan Boko Haram.
17. Soal poligami, sering dikatakan bahwa poligami diizinkan jika suami bisa berlaku adil. Banyak orang merujuk pada Muhammad. Padahal ketika berpoligami Muhammad sendiri tidak dapat mewujudkannya sehingga sering muncul kecemburuan (hlm 265) dan konflik di antara para isteri (hlm 321 – 322).
diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar