Ketika kelompok teroris
al-Qaeda, pimpinan Osama bin Laden, menyerang beberapa titik di Amerika Serikat
pada 11 September 2001, ditambah dengan serangan teroris kelompok Imam Samudra,
Amrozi, dkk di beberapa lokasi di Bali pada 12 Oktober 2002, sontak agama islam
dinilai dan divonis sebagai agama teroris. Penilaian dan vonis itu bukannya
tanpa alasan. Semua pelaku terorisme adalah umat islam dan mendasarkan aksinya
pada ajaran islam. Keislaman melekat erat pada diri setiap teroris. Akan
tetapi, tak sedikit juga tokoh islam membela dan menyatakan bahwa serangan itu
bukan karya islam. Ada juga yang membela dengan mengatakan agama islam telah
dibajak para teroris. Dan segudang pembelaan serta rasionalisasi diri.
Berbeda dengan kasus orang
menjadi mualaf karena menyaksikan keramahan atau kesejukan umat islam saat
shalat. Misalnya, penyanyi asal Amerika Serikat Jennifer Grout, yang masuk islam
lantaran keramahan orang Maroko saat ia berlibur di sana; atau Sarah Joseph, yang menjadi mualaf
setelah tersentuh melihat orang shalat. Terhadap peristiwa seperti ini, umat
islam tentulah menjadi bangga. Kebanggaan itu tidak hanya ditujukan kepada para
mualaf itu saja, tetapi juga, terlebih, pada agamanya. Peristiwa ini sering
dikaitkan dengan kebenaran dan keindahan agama islam. Jika dalam peristiwa
teroris, umat islam mengatakan “itu bukan islam”, dalam peristiwa perpindahan
agama mereka pasti mengatakan “itulah islam.”
Dua fenomena tersebut, vonis
islam sebagai agama teroris dan keindahan agama islam, sama-sama merupakan
contoh yang salah atau keliru. Kesalahannya terletak pada kesan pertama yang
dijadikan landasan pembenaran/kebenaran. Ketika kesan pertama buruk, maka buruk
juga penilaiannya; inilah yang terjadi pada fenomena pertama. Kesan pertama
orang ketika melihat aksi terorisme itulah yang dijadikan landasan penilaian
atas agama islam. Sedangkan pada fenomena kedua, kesan pertama yang muncul
adalah baik sehingga mereka pun menilai agama islam sebagai agama yang baik.
Dengan kata lain, dalam dua fenomena di atas, kebenaran agama islam terletak
pada kesan yang pertama dilihat atau dirasakan. Kebenaran bukan terletak pada
ajaran agamanya.
Buku “TIGA PILAR AGAMA
ISLAM: Pengantar kepada Pengenalan Agama Islam” hendak membuka wawasan orang
akan agama islam, yang bukan dilandaskan pada kesan atau selera, melainkan pada
ajaran. Buku ini hanya sebatas pengantar untuk mengenal agama islam. Untuk
mendapatkan buku ini silahkan klik di sini. Selamat
membaca!!!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar