Melihat si kecil gemar
bereksplorasi mengenal dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya, sebagai
orangtua tentu ikut bangga. Namun, jangan cepat puas. Pasalnya, masih ada
sejumlah nilai-nilai sosial yang perlu terus menerus diajarkan sejak dini untuk
membentuk karakter dan kepribadian positif buah hati di masa depan.
Dari sekian banyak nilai
sosial yang ada, salah satu fondasi utama untuk pembentukan karakter adalah
mengasah nilai empati. Nilai inilah yang merupakan kualitas yang mendasari rasa
cinta, peduli dan belas kasih kepada orang lain.
Peran Orangtua
Para pakar psikologi
berpendapat, tanda awal nilai empati sebenarnya sudah tampak jelas saat si
kecil baru lahir. Tengok saja, bayi yang baru lahir akan menangis ketika
mendengar tangisan bayi lain. Contoh lainnya, bayi dengan cepat meniru dan
bereaksi terhadap ekspresi wajah orang lain yang mengajaknya bermain. Di
sinilah peran orangtua sangat penting untuk mengambil proses lebih lanjut. Ibu
dan ayah bisa menjadi role model mereka.
Saat buah hati masih bayi,
ibu dan ayah dapat merespons dengan penuh kasih terhadap kebutuhan bayi,
misalnya membelai dan memeluknya ketika mereka menangis. Setiap kali proses
tersebut dilakukan, terjadi pembentukan saraf baru pada bayi yang mampu mengasosiasikan
perawatan orangtua yang tulus sama dengan membentuk kemampuan dasar untuk
mencintai dan berempati.
Memiliki empati akan amat
berguna untuk membentuk karakter manusia. Bila nilai tersebut sudah tertanam,
seseorang akan lebih peduli, tidak mudah menyakiti dan berusaha tidak berbuat
buruk kepada orang lain. Hal positif ini pun sudah dapat dipraktikkan dalam
lingkup keluarga dan pertemanan ketika anak terus bertambah usianya, terutama
pada rentang usia sekolah dasar.
Etika Pertemanan
Pertemanan merupakan
bentuk pertama pengenalan kehidupan sosial bagi anak. Dengan berteman, anak pun
akan belajar mengenal beragam situasi yang memerlukan kerja sama dan interaksi.
Setiap orangtua pasti
menaruh harapan bahwa anaknya dapat berempati dengan teman-teman, dapat
menempatkan diri di tempat mereka dan mengenali mereka sebagai manusia dengan
perasaan seperti yang dirasakan si kecil.
Dalam TALKinc Points for
Parents, Alexander Sriewijono, dkk (2010) menyebutkan, secara
psikologis, anak-anak usia 6 – 12 tahun biasanya belum begitu memahami etika.
Mereka sering kali mengungkapkan apa yang ada di pikirannya dengan begitu saja.
Misalnya ketika dia
melihat anak berbadan gemuk, dia langsung berkata, “Lihat, dia gemuk sekali.
Ih, perutnya gendut banget!” atau
ketika dia diberi hadiah oleh temannya, dia langsung mengatakan, “Aku tidak
suka hadiah darimu, jelek sekali!”
Oleh sebab itu, orangtua
harus mengajari anak agar memahami apa yang disebut etika dan sopan santun,
terutama yang terkait dengan dunia pertemanan. Anak harus diberi tahu apa yang
semestinya dia ucapkan ketika menemui situasi tertentu agar tidak menyinggung
perasaan temannya. Dengan begitu anak tahu apa yang harus dilakukan saat dia
bermain bersama teman-temannya.
Berikan juga pengertian
pada anak bahwa setiap teman mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Ajaklah anak untuk dapat menjadi pendengar yang baik, tulus membantu dan
mencoba mengambil sudut pandang dari si teman yang berbeda dengannya.
Jangan lupa setelah si
kecil berhasil menunjukkan kepedulian terhadap perasaan anak lain, berikanlah
pujian. Ketika suatu saat anak melakukan sesuatu yang salah atau menyakiti
temannya tanpa sengaja, sebaiknya orangtua jangan terlalu bereaksi keras dengan
langsung menghukum atau menghardiknya di depan umum.
Orangtua dapat menasehati
si kecil dengan baik dan menunjukkan cara bagaimana untuk menebus kesalahan.
Memperlakukan anak tanpa ucapan kasar dan amarah memberikan tanda bahwa buah
hati dicintai dan dihargai orangtuanya.
diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar