Jumat, 06 Maret 2020

MENGENAL ALLAH ISLAM DALAM AL QUR’AN


Orang islam Indonesia sering menyombongkan diri bahwa merekalah yang pancasilais, terkait dengan sila pertama, Ketuhanan yang Mahaesa. Hanya islam saja yang benar-benar memiliki Allah yang esa, dalam pengertian SATU. Orang islam sering mengatakan bahwa Allah orang Kristen itu 3, sedangkan orang Buddha dan Hindu ada banyak (mungkin karena menyamakan dewa-dewi dengan Allah). Hanya islam saja yang Allahnya satu, yaitu Allah SWT.
Benarkah Allah orang islam itu SATU? Mari kita lihat apa yang dikatakan Al Qur’an. Kutipan Al Qur’an dalam tulisan ini diambil dari AL-QUR’AN DAN TERJEMAHANNYA, Departemen Agama RI, Edisi Terkini Revisi Tahun 2006 (bisa juga lihat di Quran Kemenag).
Sebelum menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama kita harus memahami terlebih dahulu apa itu Al Qur’an. Umat islam meyakini bahwa Al Qur’an adalah kata-kata Allah sendiri. Apa yang tertulis dalam Al Qur’an merupakan perkataan langsung dari Allah, karenanya tidak bisa diubah-ubah. Sederhananya begini: Allah bersabda kepada Muhammad, kemudian Muhammad meminta juru tulis menuliskannya. Muhammad menyampaikan apa yang didengarkannya, dan juru tulis menuliskan apa yang dikatakan Muhammad.
Sebagai contoh, dalam QS 3: 130 tertulis begini: Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah agar kamu beruntung. Ini berarti Muhammad mendengarkan Allah menyampaikan kalimat tersebut, lalu meminta juru tulis menuliskannya. Dengan kata lain, kalimat dengan cetak miring di atas merupakan perkataan Allah sendiri. Gambarannya seperti ini: waktu itu Allah SWT berkata kepada Muhammad, “Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah…” Contoh lain kita ambil dari QS 7: 38 dimana tertulis begini: Allah berfirman, “Masuklah kamu ke dalam api neraka bersama golongan jin dan manusia yang telah lebih dahulu dari kamu.” Semua kalimat cetak miring adalah perkataan dari Allah SWT. Jadi, bisa dikatakan waktu itu Allah SWT berkata kepada Muhammad, “Allah berfirman, ‘Masuklah kamu….”
Dari penjelasan kecil di atas, kita sudah punya satu kesimpulan bahwa tulisan yang ada dalam Al Qur’an adalah kata-kata Allah sendiri. Apa yang tertulis, itulah yang keluar dari mulut Allah SWT. Dari sini, kita dapat mengenal seperti apa Allah orang islam itu; benarkah Allahnya itu SATU.
Dalam seluruh Al Qur’an, setidaknya ada 4 kata yang menggambarkan diri Allah SWT. Keempat kata itu adalah:
1.    Allah, “Wahai orang-orang beriman! Janganlah kamu mendahului Allah dan Rasul-Nya, dan bertakwalah kepada Allah.” (QS 49: 1).
2.    Kami, “Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.” (QS 19: 63)
3.    Aku, “Wahai orang-orang beriman! Maukah kamu Aku tunjukkan suatu perdagangan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih?” (QS 61: 10).
4.    Dia, Dialah yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian Dia menetapkan ajal ….” (QS 6: 2).
Sengaja kami kutip secara acak untuk menunjukkan bahwa 4 kata itu terdapat di seluruh Al Qur’an. Akan tetapi, dalam uraian ini kami tidak akan memaparkan seluruh isi surah Al Qur’an, tetapi, cukup kami ambil dari surah al-Baqarah (itu pun tidak semua). Dalam surah al-Baqarah, kata Allah tersebar dalam ayat 7, 10, 15, 27, 77, 88, 90, 105 – 107, 115, 147, 164, 172, 187, 194 – 200, 213, 245, 255, 276, 284.; kata Dia ada dalam ayat 22, 28, 29, 30, 37, 124, 173, 225, 255, 269, 284; kata Aku terdapat dalam ayat 30, 40, 41, 47, 122, 150, 152, 160, 186; dan kata Kami tersebar dalam ayat 3, 23, 34, 49 – 53, 63, 73, 83, 99, 106, 119, 125, 144, 151, 211, 252. Berikut kita ambil dua sample keempat kata tersebut.
Kami dan Dia (ay. 33 – 34)
(33) Dia (Allah) berfirman “Wahai Adam!” Beritahukanlah kepada mereka nama-nama itu!” Setelah dia (Adam) menyebutkan nama-namanya, Dia berfirman, “Bukankah telah Aku katakan kepadamu, bahwa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi, dan Aku mengetahui apa yang kamu nyatakan dan apa yang kamu sembunyikan?” (34) Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam!” Maka mereka pun sujud kecuali Iblis. Ia menolak dan menyombongkan diri, dan ia termasuk golongan yang kafir.
Dalam kutipan di atas, ada 2 kata ganti yang merujuk pada Allah, yaitu Dia dan Kami. Dalam tata bahasa, kata “dia” merupakan kata ganti orang ketiga tunggal. Artinya, sosok orang di luar diri saya dalam jumlah satu. Sekedar diketahui, ada 4 kata ganti yang dipakai untuk menyebut sosok orang di luar saya, yaitu kamu, engkau (kata ganti orang kedua tunggal), kalian (kata ganti orang kedua jamak), dia, ia (kata ganti orang ketiga tunggal), dan mereka (kata ganti orang ketiga jamak). Kata “kami” adalah kata ganti orang ketiga jamak, lebih dari satu. Dalam kata “kami” bisa termasuk saya dan engkau, bisa juga saya, engkau dan dia, atau hanya saya dan dia.
Dalam ayat 34, Allah menggunakan kata “kami”. Seperti yang sudah dijelaskan bahwa kata “kami” merupakan kata ganti jamak. Tentu umat islam membela dengan mengatakan bahwa kata “kami” dipakai sebagai ganti kata “saya” atau “aku”, yang memberi nada sopan atau halus. Memang dalam bahasa Indonesia juga kata “kami” biasa dipakai untuk memperhalus kata “saya” atau “aku” yang terkesan angkuh. Menjadi pertanyaan, jika benar kata itu dipakai untuk memperhalus, kenapa dalam ayat-ayat lainnya Allah menggunakan kata “Aku”? Apakah di sini Allah SWT mau menunjukkan keangkuhan-Nya? Dalam surah al-Baqarah saja, setidaknya Allah menggunakan 8 kali kata “Aku”. Jika memang alergi dengan kata “aku” yang terkesan angkuh, seharusnya ketika berfirman Allah memakai kata “kami” saja agar kelihatan juga konsistensinya.
Benarkah kata “kami” yang dipakai Allah bertujuan untuk memperhalus kata? Jika kita kaitkan dengan ayat sebelumnya (ay. 33), kata “kami” benar-benar menunjukkan adanya sosok allah lain, yaitu Dia. Dalam ayat 33, Allah memakai kata ganti “dia”. Jika kita membaca sungguh ayat 33 ini dan memahami bahasanya, maka kita dapat mengatakan bahwa pada waktu itu Allah menyebut ada allah lain yang berkata kepada Adam, Wahai Adam!.... Jika yang berfirman itu allah yang sama, maka Allah akan berkata kepada Muhammad, Kami berfirman, “Wahai Adam!....” Terdengar aneh, lucu dan tak masuk akal kalau Allah sendiri berbicara tapi menggunakan kata ganti “dia” untuk diri-Nya sendiri. Kata “Kami” dalam ayat 34 hendak menjelaskan sosok Allah sendiri dan Dia (allah yang lain). Karena itu, kata “Kami” yang digunakan di sini benar-benar menggambarkan kejamakan, bukan memperhalus kata. Dengan kata lain, ada DUA Allah, bukan SATU.
Allah dan Aku (ay. 186 – 187)
(186) Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila dia berdo’a kepada-Ku. … (187) Dihalalkan bagimu pada malam hari puasa bercampur dengan istrimu. Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamu adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwa kamu tidak dapat menahan dirimu sendiri, tetapi Dia menerima tobatmu dan memaafkan kamu …
Dalam ayat 187, Allah menggunakan kata “Allah” untuk menggambarkan diri-Nya sendiri, dan kata “Dia” sebagai kata ganti Allah. Kata “dia” dipakai untuk menggantikan kata “Allah” di depan atau sebelumnya. Hal ini lumrah dalam tata bahasa mana pun. Baik kata “Allah” maupun kata “Dia” sama-sama termasuk kata ganti orang ketiga tunggal. Ayat 187 ini hendak mengatakan kepada kita bahwa pada waktu itu Allah menyebut sosok allah lain yang menghalalkan suami bersetubuh dengan istrinya pada malam hari puasa. Kita dapat membayangkan pada waktu ayat ini turun, Allah SWT menjelaskan kepada Muhammad bahwa ada allah lain menghalalkan hal itu. Jika Allah SWT sendiri yang menghalalkan itu, maka seharusnya dipakai kata “Aku” seperti dalam ayat 186. Terasa aneh, lucu dan tak masuk akal kalau Allah sendiri berbicara tapi menggunakan kata ganti Allah atau Dia untuk diri-Nya sendiri.
Jika kita kaitkan dengan ayat sebelumnya (ay. 186), dimana Allah menggunakan kata “Aku”, maka dapat dikatakan bahwa Allah yang berfirman dalam ayat 186 adalah berbeda dengan Allah yang bersabda dalam ayat 187. Kata “Aku” langsung merujuk pada diri Allah sendiri. Dia menyebut diri-Nya sendiri yang berfirman. Dalam bayangan kita, waktu ayat 186 turun, Allah SWT menjelaskan kepada Muhammad bahwa diri-Nya mengabulkan doa orang yang berdoa kepada-Nya dan bahwa diri-Nya dekat dengan mereka.
Jadi, kata “Aku” dalam ayat 186 dan kata “Allah” juga “Dia” dalam ayat 187 benar-benar menunjukkan perbedaan, bukan saja pada penulisan tetapi juga maknanya. Memahami arti Al Qur’an, seperti yang telah dijelaskan di atas, maka kata “Allah” dan kata “Dia” menggambarkan adanya allah lain. Allah sendiri yang mengatakan hal itu. Allah, yang berfirman dalam ayat 187, berbeda dengan Allah yang berfirman dalam 186. Jika Allah yang bersabda dalam ayat 187 adalah sama dengan Allah yang bersabda dalam ayat 186, maka seharusnya kata yang digunakan adalah kata “Aku”. Karena itu, dari kutipan 2 ayat ini terlihat jelas bahwa ada DUA Allah, bukan SATU.
DEMIKIANLAH penjelasan singkat atas 4 kata yang menggambarkan sosok Allah, yaitu Kami, Dia, Allah dan Aku, dari 2 kutipan surah al-Baqarah. Seperti yang sudah dikatakan di depan, empat kata itu tersebar di seluruh Al Qur’an, namun dalam penjelasan ini kami hanya fokus pada surah al-Baqarah saja. Dari pembahasan ini dapat ditarik dua kesimpulan sederhana:
1.    Allah yang berfirman secara langsung dalam Al Qur’an memang ada SATU. Namun dari telaah kata ganti yang dipakai, maka harus dikatakan bahwa Allah yang berfirman dalam Al Qur’an lebih dari SATU.
2.    Jika yang berfirman dalam Al Qur’an adalah Allah yang SATU (berarti juga SAMA), maka Allah itu tidak konsisten dalam menyebut diri-Nya sendiri. Allah yang SATU itu suka berubah-ubah.
Jika umat islam tetap ngotot mengatakan bahwa Allahnya itu SATU, tanpa memperhatikan apa yang tertulis secara implisit dalam Al Qur’an, maka keyakinannya itu mengandung konsekuensi bahwa Al Qur’an bukan berasal dari Allah. Bisa saja itu karangan atau imajinasi Muhammad. Bahwa Muhammad-lah yang berkata-kata dengan mengatas-namakan Allah, bukan merupakan perkataan langsung dari Allah. Karena berasal dari Muhammad, maka wajar saja kata ganti untuk Allah itu selalu berubah-ubah. Hal ini mengingat keterbatasan Muhammad sebagai manusia.
Lingga, 30 Januari 2020
 by: adrian

Tidak ada komentar:

Posting Komentar