Jumat, 21 September 2018

ISIS ITU ISLAM


Memasuki tahun 2000 dunia dihebohkan dengan kehadiran ISIS (Islamic State of Iraq and Suriah) atau dalam bahasa Indonesia dikenal dengan sebutan NIIS (Negara Islam Iraq-Suriah). Belum selesai dengan urusan terorisme Al Qaidah, dunia dihadapkan dengan terorisme ISIS, yang konon jauh lebih biadab dari Al Qaidah. Salah satu misi perjuangan ISIS ternyata bukan hanya mendirikan Negara islam Iraq – Suriah, melainkan juga mengislamkan dunia. Karena itu, ISIS dilihat sebagai ancaman bagi dunia.
Menyaksikan kebiadaban anggota ISIS dalam membantai manusia yang tidak sepaham dengannya, menimbulkan reaksi tidak hanya dari kalangan non muslim tetapi juga dari kalangan islam. Reaksi dari kalangan islam tentulah sudah bisa ditebak. Umumnya mereka menyatakan bahwa tindakan ISIS itu bukanlah cerminan islam. Salah satu contohnya adalah tulisan (alm) Ali Mustafa Yaqub, imam besar Masjid Istiqlal, yang pernah dimuat di Harian KOMPAS. Judul tulisannya adalah “NIIS, Khawarij, dan Terorisme”. Tulisan menarik ini bisa dikatakan sebagai bentuk pembelaan terhadap agama islam. Sebenarnya pembelaan ini sudah banyak kali muncul, semenjak kehadiran kelompok teroris Al Qaeda. Jadi, dapatlah dikatakan bahwa tidak ada yang baru dalam tulisan tersebut.
Akan tetapi, tulisan tersebut, sebagaimana tulisan-tulisan lain yang sejenis, masih menyisahkan kebingungan. Satu hal yang membuat bingung akhirnya melahirkan pertanyaan apakah benar ISIS itu bukan islam. Selain kebingungan, dalam tulisan Mustafa terdapat satu hal, yang bagi saya, terkesan lucu.
Dikatakan lucu karena, untuk membela agama islam, Mustafa malah semacam melemparkan persoalan radikalisme ini kepada penganut agama lain. Ali Mustafa menulis, “Sebab, terorisme dapat datang dari pemeluk agama mana saja…” Argumentasi ini mirip seperti argumen seorang anak yang kedapatan menyontek saat ujian. Ketika ditanya gurunya kenapa menyontek, ia berkata, “Orang lain juga nyontek, koq!”
Pernyataan Mustafa ini terkesan menutupi persoalan utama: kaitan agama islam dan terorisme. Memang penulis mengatakan bahwa sejatinya terorisme tak ada kaitannya dengan agama. Tapi, benarkah demikian?
Pernyataan Mustafa di atas perlu dikritisi. Tak bisa dipungkiri bahwa pernyataan itu benar: terorisme bisa muncul dari pemeluk agama mana saja (harap bisa bedakan antara agama dan pemeluk agama). Terorisme bisa dilakukan oleh pemeluk agama Islam, Kristen, Buddha dan lainnya. Akan tetapi, perlu diketahui bahwa landasan terorismenya berbeda. Aksi teror yang dilakukan oleh kelompok islam dilandasi pada ajaran agamanya. Ada banyak buku yang menyatakan hal ini, seperti Sejarah Teror dan Kudeta Mekkah. Karena itu, sekitar bulan September 2013 lalu, Pemerintah Rusia mengeluarkan perintah untuk membakar Al Quran, karena kitab itu dinilai menciptakan radikalisme yang mengarah pada terorisme. Berbeda dengan pemeluk agama lain. Jika orang Kristen atau Buddha melakukan terorisme, bisa dipastikan mereka melanggar ajaran agamanya, karena tidak ada ajaran untuk melakukan hal itu.
Berkaitan dengan konteks ajaran agama, sangat menarik kalau kita kritisi pernyataan Mustafa lainnya. Dia menulis, “…, mengaitkan NIIS dengan agama islam akan melahirkan kesimpulan yang salah, karena islam adalah ajaran yang tertulis dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW…” Hal inilah yang membuat banyak orang bingung.
Melalui pernyataannya di atas setidaknya ada dua poin yang hendak disampaikan kepada publik. Pertama, NIIS (atau ISIS dan aksi kelompok teroris lainnya) bukanlah agama islam. Dengan kata lain, tidak ada kaitan antara ISIS dengan agama islam. Kedua, agama islam adalah ajaran yang tertulis dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Dua hal ini menjadi sumber pokok ajaran islam.
Untuk poin kedua, semua orang pasti bisa menerima dan mengakuinya. Memang agama islam bersumber pada Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW. Akan tetapi, ketika poin kedua ini dikaitkan dengan poin pertama, orang menjadi bingung. Orang tentu langsung bertanya, benarkah aksi-aksi ISIS atau juga kelompok radikal lainnya tidak sesuai dengan ajaran islam sebagaimana yang tertuang dalam Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW? Karena pada umumnya, kelompok radikal ini mendasarkan tindakannya pada ajaran agama. Mereka justru mengklaim kelompoknya menjalankan ajaran islam; dan bahwa merekalah yang paling benar.
Di sinilah titik kebingungan orang. Di satu sisi ada sekelompok umat islam mengatakan mereka itu salah karena tidak sesuai dengan ajaran islam, di sisi lain kolompok islam radikal menilai umat islam yang tidak mengikutinya adalah islam yang salah. Dan kedua kelompok ini sama-sama mendasarkan argumentasinya pada Al Quran dan Hadis Nabi Muhammad SAW.
Persoalan inilah yang tak pernah terjawab. Orang hanya menulis dan mengatakan (seperti Ali Mustafa Yaqub) bahwa kelompok teroris itu bukan islam, sementara kelompok teroris itu juga menilai bahwa mereka yang mengatakan kelompoknya bukan islam adalah bukan islam. Kebanyakan orang hanya menulis dan mengatakan bahwa kelompok teroris itu tidak berdasarkan ajaran agama islam, sementara publik menilai bahwa kelompok itu mendasarkan aksinya pada ajaran islam.
Artinya, di sini ada dua kebenaran. Masing-masing pihak menganggap diri atau kelompoknya yang paling benar dan menilai pihak lain yang salah. Karena masing-masing pihak menyatakan dirinya benar, orang non muslim kebingungan: mana yang benar? Jadi, atas pertanyaan utama kita, sebagaimana menjadi judul tulisan ini, benarkah ISIS bukan islam?, dapatlah dipastikan akan muncul dua jawaban. Bagi kelompok ISIS, mereka adalah islam, sementara yang lain bukan islam; bagi umat islam yang lain, mereka adalah islam, sedangkan ISIS bukan islam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar