DARI MUSA, YESUS DAN MUHAMMAD
Musa, Yesus dan Muhammad
adalah tiga tokoh penting dalam tiga agama besar dunia, yaitu Yahudi, Kristen
dan Islam. Ketiga agama itu dikenal dengan istilah Agama Samawi. Dapat dikatakan bahwa
Musa, Yesus dan Muhammad merupakan peletak dasar religiositas tiga agama tadi.
Musa sebagai peletak dasar bagi agama Yahudi, Yesus Kristus bagi kekristenan,
dan Muhammad bagi agama Islam. Akan tetapi, tiga agama ini menyatu pada sosok
Abraham.
Sebagai peletak dasar
religiositas, ketiga tokoh tersebut mewakili masanya. Dan kebetulan kehadiran
mereka dalam sejarah kehidupan manusia tidaklah sama, namun menunjukkan garis
linear. Masing-masing hidup dengan sejarahnya. Musa hidup antara tahun 1527 –
1407 SM, Yesus Kristus hidup sekitar tahun 5 SM – 33 M, dan Muhammad hidup
antara tahun 570 – 632 M.
Jadi, terlihat jelas bahwa
setelah Musa meletakkan dasar religiositas bagi agama Yahudi, muncullah Yesus
Kristus. Kemunculan-Nya jauh setelah kematian Musa. Sama halnya dengan
kemunculan Muhammad. Jauh setelah Yesus Kristus wafat, dimana kematian-Nya
melahirkan kekristenan, hadir Muhammad dengan dasar-dasar keislaman.
Karena kehadiran tokoh-tokoh
ini searah sejarah manusia (gerak maju), maka sangat mudah dikatakan kalau
kehadiran tokoh membawa pembaharuan atas dasar-dasar religiositas tokoh sebelumnya.
Hal ini mirip seperti pemikiran filsafat Yunani kuno, yang didominasi oleh tiga
filsuf terkenal, yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles. Sokrates (469 – 399 SM)
meletakkan dasar-dasar pemikiran. Ketika Plato hadir (427 – 347 SM), ia
membaharui beberapa pemikiran Sokrates. Namun ketika Aristoteles hadir (384 –
322 SM), giliran dia memperbaiki beberapa pemikiran Plato.
Demikianlah dengan ketiga
tokoh agama samawi di atas. Yesus Kristus memperbaiki ajaran-ajaran Musa, dan
Muhammad dapat dikatakan memperbaiki apa yang diajarkan oleh Yesus Kristus.
Jika Yesus Kristus berhasil membawa pembaharuan atas pengajaran Musa, apakah
Muhammad juga demikian?
Jika diperhatikan baik-baik,
dapat dikatakan bahwa Muhammad tidak membawa pembaharuan atas ajaran Yesus
Kristus. Muhammad memang memperbaiki, namun perbaikannya tidak memunculkan hal
yang baru. Malah dapat dikatakan perbaikan yang dilakukan Muhammad bukannya
menciptakan “garis maju” pembaharuan ajaran, melainkan “garis mundur”. Ibarat
anak tangga, kehadiran Muhammad yang seharusnya menghadirkan pengajaran satu
tingkat di atas pengajaran Yesus Kristus, ini malah turun di bawah Yesus
Kristus. Dan kalau turun berarti pengajaran Muhammad kembali kepada pengajaran
Musa.
Muhammad bukan membaharui
pengajaran Yesus Kristus, tetapi mengangkat kembali pengajaran Musa. Karena
itulah, dasar-dasar religiositas Islam tak jauh berbeda dengan Yahudi. Ada
banyak hal dalam agama Islam yang seakan menghidupkan kembali tradisi
agama/orang Yahudi. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut.
Soal
haram. Dalam Kitab Imamat, Musa menampilkan soal makanan haram
yang tidak boleh dikonsumsi bagi umat Yahudi. Pengajaran ini masih berlanjut
hingga masa Yesus Kristus. Ketika Yesus datang terjadilah pembaharuan (Mrk 7:
17 – 19). Yesus Kristus menyatakan semua makanan halal. Paulus dalam suratnya
yang pertama kepada Timotius mengatakan, “Semua yang diciptakan Allah itu baik
dan suatu pun tidak ada yang haram, jika diterima dengan ucapan syukur.” (1Tim
4: 4). Dan inilah yang diteruskan oleh orang Kristen. Namun ketika Muhammad
muncul, hukum haram ini kembali dihidupkan. Umat Islam seakan kembali kepada
tradisi Yahudi.
Soal
Kiblat. Bagi orang Israel, Bait Allah adalah jantung kehidupan
spiritual mereka. Bait Allah ada di Yerusalem. Orang-orang Yahudi yang berada
di luar Yudea, Galilea misalnya, ketika sembahyang mengarahkan dirinya ke
Yerusalem. Ketika Israel terpecah menjadi dua, arah kiblat pun menjadi dua.
Orang Samaria menghadap Gunung Gerizim, sedangkan orang Yahudi tetap ke
Yerusalem (bdk Yoh 4: 20). Namun Yesus Kristus membawa perubahan. Kepada wanita
Samaria, yang Dia temui di Sumur Yakob, Yesus berkata, “Saatnya akan tiba,
bahwa kamu akan menyembah Bapa bukan di gunung ini dan bukan juga di
Yerusalem.” (Yoh 4: 21). Bagi Yesus Kristus, penyembah yang benar akan
menyembah Allah dalam roh dan kebenaran. Dan inilah yang diteruskan oleh orang
Kristen. Karena itu, ketika hendak sembahayang atau mendirikan rumah ibadah,
tidak ada kewajiban untuk menghadap ke salah satu titik. Bagaimana dengan
Muhammad? Sebagaimana yang diketahui, umat Islam diwajibkan untuk menghadap
kiblat ketika sembahayang; dan arahnya adalah kabah di Mekkah.
Soal
penggolongan jenis kelamin dalam rumah ibadah. Kalau kita
perhatikan rumah ibadah orang Yahudi, akan ditemui pemisahan umat berdasarkan
jenis kelamin. Ada ruang untuk perempuan yang terpisah dengan ruang pria. Rumah
ibadah orang Kristen tidak mengenal adanya pemisahan demikian, karena dalam
Yesus semuanya adalah satu. Ini didasarkan pada perkataan Paulus, “Dalam hal
ini …., tidak ada laki-laki atau perempuan, karena kamu semua adalah satu di
dalam Kristus Yesus.” (Gal 3: 28). Pengajaran Paulus ini bukanlah murni
pemikirannya sendiri, melainkan terinspirasi dari kepribadian Yesus Kristus
yang tidak membuat pemisahan antara pria dan wanita. Bagaimana dengan rumah
ibadah umat Islam? Tak dapat disangkal kalau rumah ibadah umat Islam tak jauh
berbeda dengan rumah ibadah orang Yahudi. Di sana ada pemisahan antara pria dan
wanita.
Soal
Hukuman Mati. Dalam Kitab Imamat, Musa menegakkan hukuman
mati bagi orang Yahudi yang melakukan beberapa pelanggaran, seperti perzinahan
(Im 19: 20; 20: 10 – 13), bersetubuh dengan binatang (Im 20: 15 – 16),
menghujat nama Tuhan (Im 24: 16), membunuh sesama manusia (Im 24: 17), dll. Ada
banyak bentuk hukuman mati. Yang popular adalah razam. Hukum mati ini masih
berlaku hingga masa Yesus Kristus, namun oleh-Nya ditiadakan. Ini tampak dari
kisah wanita yang kedapatan berzinah, yang dibawa oleh orang Farisi dan ahli
Taurat kepada Yesus (Yoh 8: 2 – 11). Semangat Yesus yang anti hukuman mati
diteruskan oleh orang Kristen. Karena itu, baik PGI maupun KWI, menentang
pemberlakuan hukuman mati di Indonesia. Berbeda dengan MUI. Negara-negara Islam
di Timur Tengah pun masih memberlakukan hukuman mati. Hal ini karena agama
Islam masih memberlakukan hukuman mati.
Soal
Cinta Kasih. Yesus Kristus pernah berkata, “Kamu telah
mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu.” (Mat 5:
43). Di sini Yesus menyampaikan pengajaran yang berlaku bagi orang Yahudi waktu
itu; dan pengajaran ini sudah lama hidup di tengah mereka. Ajaran kasih di sini
hanya berlaku untuk sesama orang Yahudi saja. Ini didasarkan pada Kitab Imamat.
Yesus Kristus membawa pembaharuan. “Aku berkata kapadamu: kasihilah musuhmu dan
berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.” (Mat 5: 44). Dalam banyak bagian
Injil, Yesus terus menegaskan hal ini, bahwa cinta kasih itu tidak hanya
berlaku bagi orang satu kelompok atau golongan, atau orang yang hanya berbuat
baik kepada kita, melainkan kepada musuh dan mereka yang menganiaya kita. Namun
ketika Muhammad hadir, semangat cinta kasih ini kembali seperti yang berlaku
pada orang Yahudi. Karena itu, tak heran jika ada begitu banyak tafsiran yang
memandang hina dan rendah orang Kristen, bahkan pantas untuk dimusuhi dan
dibunuh.
Soal
Balas Dendam. Yesus Kristus pernah berkata, “Kamu telah
mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi ganti gigi.” (Mat 5: 38). Di sini
Yesus menyampaikan bahwa pada waktu itu aksi balas dendam adalah hal yang
lumrah. Kejahatan harus dibalas dengan kejahatan yang setimpal. Ajaran ini
tertuang dalam Kitab Imamat (24: 20), Keluaran (21: 24) dan Ulangan (19: 21).
Namun, Yesus Kristus membawa pembaharuan. “Aku berkata kapadamu: Janganlah kamu
melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar
pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu.” (Mat 5: 39). Pengajaran
Yesus Kristus ini terus ditegaskan oleh para murid-Nya. Paulus pernah berkata,
“Jangan membalas kejahatan dengan kejahatan; lakukanlah apa yang baik bagi
semua orang!” (Rom 12: 17). Kepada umat di Tesalonika Paulus menulis,
“Perhatikanlah, supaya jangan ada orang yang membalas jahat dengan jahat,
tetapi usahakanlah senantiasa yang baik, terhadap kamu masing-masing dan
terhadap semua orang.” (1Tes 5: 15). Petrus juga pernah berkata, “Janganlah
membalas kejahatan dengan kejahatan …, tetapi sebaliknya hendaklah kamu
memberkati.” (1Ptr 3: 9). Bagaimana dengan umat Islam? Sepertinya umat Islam
kembali menghidupi apa yang dulu pernah dihidupi oleh orang Yahudi. Karena itu,
tak heran kalau persoalan Palestina – Israel tak kunjung reda, karena selalu saja
ada aksi balas dendam.
Demikianlah beberapa hal
yang menunjukkan bahwa Muhammad dengan keislamannya tidak membawa pembaharuan
atas apa yang dibawa oleh Yesus Kristus. Islam justru membawa umatnya kembali
kepada tradisi keyahudian. Jika dari Musa hingga Muhammad merupakan suatu
gerakan maju, maka dapat dikatakan di masa Muhammad terjadi gerak mundur.
Sebenarnya masih ada banyak
hal lain lagi yang membuktikan “kemunduran” itu. Misalnya seperti soal sunat atau
soal kurban. Sekalipun Yesus Kristus sendiri disunat, karena mengikuti tradisi
Yahudi, Dia sama sekali tidak mewajibkan pengikut-Nya untuk bersunat. Paulus
dalam beberapa suratnya menekankan bahwa sunat orang Kristen adalah sunat
rohaniah (Rom 2: 29) atau sunat Kristus, yang berarti penanggalan dosa (Kol 2:
11). Karena itu, bagi Paulus sunat atau tidak sunat tidaklah penting. Yang
terpenting adalah “iman yang bekerja oleh kasih” (Gal 5: 6) atau mengikuti
kehendak Allah (1Kor 7: 19) atau “menjadi ciptaan baru” (Gal 6: 15).
Demikian halnya dengan
kurban. Ketiga agama samawi ini mengenal istilah kurban. Soal kurban dalam
tradisi Yahudi dapat ditemui dalam Kitab Imamat. Kekristenan tidak lagi
meneruskan tradisi kurban orang Yahudi. Tidak ada lagi acara potong-potong
hewan kurban, karena bagi orang Kristen Yesus Kristus sendiri sudah menjadi
kurbannya. Dan kurban yang dibawa Yesus itu sekali untuk selama-lamanya (bdk.
Ibr 7: 27; Ef 5: 2; Ibr 10: 14). Orang Islam terlihat kembali kepada tradisi
Yahudi, meski terdapat perbedaan makna. Yang jelas, dalam agama Islam ada
ritual potong-potong hewan kurban, sebagaimana yang terjadi dalam tradisi orang
Yahudi.
Jadi, dapatlah disimpulkan
demikian. Jika Yesus Kristus, dengan kekristenan-Nya, membawa pembaharuan atas
ajaran Musa dan tradisi Yahudi, Muhammad, dengan keislamannya, membawa umat
mundur ke tradisi Yahudi.
Pangkalpinang,
13 September 2015
by:
adrian
Baca
juga tulisan lainnya:
Tolong jelaskan kenapa Keristen tidak mewajibkan umatnya untuk sunat, karena sunat bagi laki² ada manfaatnya dari sisi medis yaitu salah duanya mengurangi resiko infeksi saluran kemih dan infeksi penyakit menular seksual, karena kulum yg dihilangkan biasanya menjadi tempat bersarangnya kuman dan penyakit.
BalasHapusTerima kasih atas tanggapannya. Pertama-tama, sunat dilihat sebagai tradisi orang Yahudi (Yoh 7: 22). Yesus sendiri disunat, karena Dia adalah orang Yahudi. Kekristenan memang berawal dari Yahudi, tapi ketika dia ke luar, tradisi keyahudian itu ditinggalkan. Jadi, orang non Yahudi yang mau masuk kristen tidak harus seperti orang Yahudi. Hal ini menjadi salah satu pembahasan konsili Yerusalem.
HapusRasul Paulus memberi makna baru tentang sunat, yaitu sunat batiniah (bdk. 1Kor 7: 18 ; Ef 2: 11 ; Kol 2: 11 ; Rm 2: 28 – 29). Bukan lantas berarti tidak ada orang kristen yang bersunat. Dewasa ini ada banyak orang kristen yang sunat, tapi hal itu tidak dikaitkan dengan ajaran iman, melainkan tradisi dan kepentingan medis. Kalau radisi, orang kristen Jawa pasti sunat.
Demikianlah tanggapan saya. Semoga sedikit memuaskan.
jka hny utk keshtan, yah tinggal bersihin aj tiap x mandi. Gak payah2 sunat. Gw ykin, psti kulum tu ad manfaatnya. Klo gak ad knp tuhan ciptakan.
Hapus