PESAN PAUS FRANSISKUS PD HARI MINGGU MISI SEDUNIA KE-87
Saudara dan saudari yang kukasihi,
Tahun ini kita merayakan Hari Minggu Misi atau Evangelisasi
menjelang penutupan Tahun Iman, yang merupakan momen penting untuk mempererat
persahabatan kita dengan Tuhan dan untuk menegaskan perjalanan kita sebagai
Gereja yang mewartakan Injil dengan berani. Dalam perspektif ini saya ingin
mengembangkan beberapa pemikiran.
1.
Iman
merupakan anugerah Allah yang berharga. Allah membuka hati kita agar kita dapat
mengenal dan mengasihi Dia. Ia mau menjalin hubungan dengan kita agar kita
dapat mengambil bagian dalam hidup-Nya agar hidup kita penuh makna, lebih baik
dan lebih indah. Allah mengasihi kita! Akan tetapi iman itu meminta tanggapan
kita, meminta agar kita berani menyerahkan diri kepada Allah, meminta agar kita
mengasihi seperti Allah mengasihi, dan meminta agar kita tahu berterima kasih
kepada Allah atas kerahiman-Nya yang tak terbatas.
Iman itu tidak dianugerahkan kepada
orang tertentu saja melainkan kepada semua orang sebab hati semua orang ingin
dikasihi Allah, ingin mengalami keselamatan dari Allah! Iman itu adalah sebuah anugerah yang tak boleh dinikmati sendiri,
melainkan harus dibagikan. Jika kita tidak berbagi iman itu, kita menjadi
orang kristiani yang terisolir, yang mandul dan sakit.
Pewartaan Injil adalah bagian
integral dari identitas murid Kristus dan komitmen konstan yang menjiwai
kehidupan Gereja. “Semangat missioner adalah
tanda nyata kedewasaan komunitas gerejawi.” (Benediktus XVI, Anjuran
Apostolik Verbum Domini, 95). Setiap komunitas
adalah “dewasa” apabila mengakui imannya dengan bangga, merayakannya dengan
penuh sukacita dalam liturgi, mewujudnyatakan kasih dan mewartakan Sabda Allah
tak henti-hentinya sambil keluar dari lingkup hidupnya sendiri untuk dibawa ke “masyarakat
pinggiran”, terutama kepada mereka yang belum sempat mengenal Kristus.
Konsistensi iman pada level pribadi
dan komuniter diukur juga dari kemampuan berbagi iman itu dengan sesama,
disebarluaskan, dijelmakan menjadi kasih, memberi kesaksian tentang Kristus
kepada orang yang dijumpai dan kepada mereka yang mengambil bagian dalam
perjalanan hidup bersama dengan kita.
2.
Tahun
iman yang mengenangkan 50 tahun dimulainya Konsili Vatikan II, merupakan
dorongan agar seluruh Gereja memiliki kesadaran baru akan kehadirannya dalam
dunia zaman ini dan akan misinya di antara bangsa-bangsa. Tugas misi ini tidak
menyangkut hanya secara geografis tetapi juga bangsa-bangsa,
kebudayaan-kebudayaan dan pribadi-pribadi sebab “cakrawala iman” tidak hanya
melintasi daerah dan tradisi-tradisi, tetapi juga hati setiap orang laki-laki
dan perempuan.
Konsili Vatikan II telah menegaskan bahwa tugas perutusan misioner,
memperluas cakrawala iman, adalah tugas setiap pribadi dan setiap komunitas
kristiani, “Karena umat Allah hidup dalam
jemaat-jemaat, terutama dalam keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki, serta
dengan cara tertentu yang tampak di situ, maka adalah juga tugas jemaat-jemaat
itu memberi kesaksian akan Kristus di hadapan para bangsa.” (Ad Gentes, 37).
Setiap komunitas hendaknya merasa
disapa oleh Yesus sendiri ketika Ia berpesan kepada para rasul agar mereka “menjadi saksi-Nya di Yerusalem dan di
seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi.” (Kis 1: 8). Sapaan Yesus
ini merupakan dimensi mutlak kehidupan kristiani, sebab kita semua diutus
mewartakan Injil dengan perkataan dan perbuatan kepada semua orang.
Saya mengajak para uskup, para imam,
para dewan imam dan dewan pastoral, setiap orang dan setiap kelompok yang
diberi tanggung jawan dalam Gereja agar memberikan perhatian khusus kepada
dimensi misioner dalam program-program pastoral dan pendidikan, sadar bahwa
tugas perutusan itu belum memadai kalau tidak mencakup tanggung jawab dan tekad
“memberi kesaksian akan Kristus di hadapan
para Bangsa.” Dimensi misioner itu bukan sekedar sejumlah program dan
kegiatan dalam kehidupan kristiani, melainkan semangat dan spiritualitas yang
menjiwai semua segi kehidupan kristiani.
3.
Sering
karya evangelisasi menemukan hambatan-hambatan bukan hanya dari luar, tetapi
juga dari dalam komunitas kristiani itu sendiri seperti kurangnya semangat,
tidak adanya sukacita, kurang minat dan lebih-lebih kurang pengharapan dalam
mewartakan pesan Kristus kepada semua orang dan dalam membantu orang berjumpa
dengan Kristus.
Masih ada orang yang berpikir bahwa
mewartakan kebenaran Injil memperkosa kebebasan manusia. Dalam hal ini Paus
Paulus VI mempunyai kata-kata inspiratif, “Tentu
kelirulah memaksakan sesuatu pada hati nurani saudara-saudari kita. Tetapi mengajukan
kepada hati nurani menusia kebenaran tentang Injil dan penebusan dalam Yesus
Kristus dengan jelas dan dengan menghormati sepenuhnya pilihan-pilihan yang
akan diambilnya nanti, … itu merupakan suatu kehormatan bagi kebebasan manusia.”
(Anjuran Apostolik Evangelii
Nuntiandi, 80/ EN 80).
Dengan berani dan dengan senang hati
serta dengan penuh hormat hendaknya kita senantiasa mengundang orang berjumpa
dengan Kristus, dan menjadi pembawa Injil-Nya. Yesus telah datang di tengah-tengah
kita untuk memperkenalkan jalan keselamatan dan kita telah diberi tugas perutusan
untuk mewartakan keselamatan itu kepada semua orang sampai ke ujung bumi.
Sering kita saksikan bahwa kekerasan,
kepalsuan dan kesesatanlah yang dikedepankan dan yang disodorkan. Maka pada
masa kini adalah sangat urgen
menampilkan hidup yang baik menurut Injil melalui pewartaan dan kesaksian, dan
ini hendaknya dilakukan mulai dari dalam Gereja itu sendiri. Sebab, dalam
perspektif ini setiap penginjil hendaknya ingat sebuah prinsip yang mendasar
bahwa Kristus tak dapat diwartakan tanpa
Gereja.
Paus Paulus VI menulis, “Panginjilan bukanlah merupakan suatu
kegiatan individual dan terisolir; tetapi penginjilan adalah suatu kegiatan
yang secara mendalam bersifat gerejawi. Bila seorang pengkotbah di tempat
paling tersembunyi, seorang katekis atau seorang pastor di tempat yang paling
jauh, berkotbah tentang Injil, mengumpulkan jemaat, mewartakan iman, melayani
sakramen, meskipun ia sendirian, ia melakukan suatu kegiatan gerejawi. Ia tidak
bertindak atas suatu perutusan yang berasal dari dirinya sendiri atau
berdasarkan suatu inspirasi pribadi, tetapi dalam kesatuan dengan perutusan Gereja
dan atas nama Gereja.” (EN, 60).
Dan ini memberi kekuatan kepada misi,
pun pula membangkitkan kesadaran dalam sang misionaris dan penginjil bahwa ia
tak pernah sendirian, melainkan ia adalah bagian dari tubuh yang satu yang
dijiwai oleh Roh Kudus.
4.
Pada
masa kini, mobilitas yang sudah umum dan kemudahan komunikasi melalui media,
sudah mencampuradukkan orang, bangsa, pengetahuan, pengalaman. Karena alasan kerja,
keluarga-keluarga berpindah dari satu benua ke benua lain; pertukaran profesi
dan kebudayaan, turisme dan fenomena serupa mengakibatkan pergerakan orang yang
luas. Kadang-kadang komunitas-komunitas paroki pun merasa sulit mengenal dengan
tepat dan pasti, siapa-siapa tinggal dalam satu daerah secara tetap atau hanya
sementara.
Terjadi juga bahwa di daerah yang
pernah terinspirasi oleh iman, bertambah jumlah orang yang merasa diri jauh
dari iman, menjadi acuh tak acuh terhadap agama atau terikat dengan kepercayaan-kepercayaan
lain. Tak jarang, beberapa orang beriman mengambil keputusan yang menjauhkan
diri dari iman, dan dengan demikian mereka sepantasnya menerima “evangelisasi
baru”. Tambahan lagi bahwa masih begitu banyak umat manusia yang belum digapai
oleh Kabar Baik Yesus Kristus.
Sementara itu, kita sedang mengalami
suatu masa krisis yang menyentuh banyak aspek kehidupan, bukan hanya dalam
bidang ekonomi, finansial, keamanan, lingkungan, tetapi juga tentang arti
kehidupan dan nilai-nilai mendasar yang menjiwainya. Kehidupan bersama ditandai
oleh ketegangan dan konflik yang menimbulkan kesulitan dan ketidaknyamanan
dalam mencari jalan bagi suatu perdamaian yang lestari.
Dalam sutuasi yang rumit ini, di mana
cakrawala masa kini dan masa depan dikelabui oleh awan yang mengancam, menjadi
lebih mendesak lagi membawa dengan gagah berani Injil Kristus. Injil ini
menyampaikan warta tentang harapan, rekonsiliasi, persekutuan, kedekatan Allah
dengan belaskasihan-Nya, keselamatan-Nya serta berita bahwa kasih Allah itu
mampu mengatasi kegelapan kejahatan dan menuntut di jalan kebaikan. Manusia masa
kini membutuhkan cahaya yang pasti yang menerangi jalannya dan ini dia mendapatkannya hanya dalam pertemuan dengan
Kristus.
Mari kita bawa ke dunia ini, melalui
kesaksian dan kasih kita, harapan yang ditimbulkan oleh iman kita. Karya misi Gereja
kita bukan proselitisme, melainkan
adalah kesaksian hidup yang menerangi jalan, yang membawa harapan dan kasih. Gereja
kita – saya ulangi sekali lagi – bukan organisasi sosial, perusahaan atau LSM:
dia adalah komunitas orang-orang yang dijiwai oleh Roh Kudus, yang telah
mengalami dan menghayati kekaguman perjumpaan dengan Yesus Kristus dan ingin
berbagi pengalaman kegembiraan ini dan berbagi Pesan Keselamatan yang dibawa
oleh tuhan. Roh Kudus lah sedang menuntun Gereja dalam perjalanan ini.
5.
Saya
ingin mengajak semua agar menjadi pembawa Kabar Baik Kristus dan saya sangat
berterima kasih kepada semua misionaris, laki-laki dan perempuan, kepada para
imam Fidei Donum, kepada para
biarawan/ti, kepada semua orang beriman yang semakin hari semakin banyak yang
mendengar panggilan Tuhan dan meninggalkan tanah airnya guna melayani Injil di
tempat dan kebudayaan yang berbeda. Saya ingin pula menggarisbawahi bahwa Gereja-gereja
yang masih muda dengan berani mengambil komitmen untuk mengirim misionarisnya
kepada Gereja-gereja yang dalam kesulitan – tak jarang kepada Gereja–gereja yang
lebih tua juga – dan dengan demikian membawa semangat yang segar dan antusiasme
yang menjadi ciri khas penghayatan imannya, yang memperbarui hidup dan memberi harapan.
Sesuai dengan pesan Yesus “Pergilah dan
jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” (Mat 28: 19), hidup dalam setiap Gereja lokal,
bagi komunitas; memberikan misionaris
tak pernah menjadi suatu kerugian, sebaliknya suatu keuntungan.
Saya mendorong semua yang mendengar
panggilan ini supaya menjawab dengan bangga kepada suara Roh, sesuai dengan
status hidup masing-masing, dan supaya tidak takut mengikuti Tuhan. Saya ajak
juga para uskup, keluarga-keluarga religius, komunitas-komunitas dan
kelompok-kelompok kristiani supaya dengan visi yang luas dan disernement yang tepat, mendukung
panggilan missioner Ad Gentes dan
membantu Gereja-gereja yang membutuhkan imam, religius dan awam guna menperkuat
komunitas kristiani. Perhatian ini seharusnya hidup juga di antara Gereja-gereja
anggota suatu konferensi uskup tingkat nasional ataupun regional: sangat
penting bahwa Gereja-gereja yang lebih kaya akan panggilan membantu dengan
bangga Gereja-gereja yang menderita karena kekurangannya.
Saya mengajak juga para misionaris,
laki-laki dan perempuan, khususnya imam-imam Fidei Donum dan awam, supaya
hidup dengan gembira pelayanan mereka dalam Gereja-gereja di mana mereka
bertugas dan membawa serta kegembiraan dan kekayaan iman Gereja-gereja dari
mana mereka berasal, dengan mengingat Paulus dan Barnabas yang pada akhir
perjalanan missioner mereka, “menceitakan
segala sesuatu yang Allah lakukan dengan perantaraan mereka dan bahwa Ia telah
membuka pintu bagi bangsa-bangsa lain kepada iman.” (Kis 14: 27). Mereka itu
bisa menjadi semacam jalan untuk “mengembalikan’ iman dengan membawa
keselamatan Gereja-gereja muda, supaya Gereja-gereja yang lebih tua menemukan
kembali antusiasme dan kegembiraan dalam berbagi iman, dalam suatu pertukaran
yang menjadi kekayaan umum dalam kemuridan Tuhan.
Uskup Roma memikul bersama dengan
para uskup suatu keprihatinan terhadap semua Gereja dan keprihatinan itu
menemukan suatu bentuk penghayatan dalam komitmen Karya Kepausan Misioner, yang
mempunyai tujuan menjiwai dan memperdalam kesadaran misioner setiap orang
beriman dan setiap komunitas. Dan ini terlaksana melalui suatu pendidikan
misoner seluruh Umat Allah yang lebih mendalam, begitu pula dengan memupuk
kepekaan komunitas-komunitas kristiani dalam memberikan bantuan guna memperluas
Injil di dunia.
Dan sekarang hati kita terarah kepada
umat kristiani di pelbagai tempat di dunia ini yang mengalami hambatan dalam
mengakui iman mereka di hadapan umum, begitu pula hak untuk menghayati imannya
dengan bebas ditolak. Mereka ini adalah saudara dan saudari kita, saksi yang
berani – yang jumlahnya melebihi jumlah para martir abad-abad pertama – yang menanggung
dengan ketekunan rasuli bentuk-bentuk penganiayaan masa kini. Tidaklah sedikit
yang berani mengambil risiko terhadap hidup mereka untuk tetap setia kepada
Injil Kristus.
Saya dalam doa menyatakan solidaritas
saya kepada pribadi-pribadi, keluarga-keluarga dan komunitas-komunitas yang
mengalami kekerasan dan intoleransi dan kepada mereka saya sampaikan kata-kata
Yesus yang meneguhkan hati, “Kuatkanlah
hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh 16: 33). Paus Benediktus XVI
menghimbau agar “firman Tuhan disebarkan
dan dimuliakan.” (2Tes 3: 1).
Semoga Tahun Iman ini semakin
mengeratkan hubungan dengan Kristus Tuhan, sebab hanya dalam Dia-lah terdapat
kekuatan untuk membangun masa depan dan hanya dalam Dia-lah terdapat jaminan
kasih yang otentik dan konsisten (Surat Apostolik Porta Fidei, 15).
Saya memberkati dengan sepenuh hati
para misionaris, laki-laki dan perempuan dan semua orang yang mengiringi dan
mendukung misi Gereja yang mendasar ini agar pewartaan Injil dapat berkumandang
di segala penjuru dunia, dan kita, pelayan Injil dan misionaris, akan mengalami
“betapa menghibur dan meneguhkan
pewartaan Injil.” (EN, 80).
Vatikan, 19 Mei 2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar