Jumat, 30 September 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AL-ANBIYA AYAT 112

 


Dia (Muhammad) berkata, “Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami Maha Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kamu katakan.” (QS 21: 112)

Tak bisa bantah bahwa umat islam percaya bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad, yang kemudian ditulis di atas kertas. Meski ada di kertas, tapi umat islam yakin bahwa itu adalah kata-kata Allah sendiri. Karena Allah itu suci, maka kertas yang ditulisi perkataan Allah adalah suci juga. Pelecehan terhadap Al-Qur’an, misalnya dengan menginjak atau mendudukinya, sama artinya dengan penghinaan terhadap Allah. Umat islam wajib membela Allah sesuai permintaan Allah, dan orang yang melakukan penghinaan tersebut, berdasarkan perintah Allah, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Dasar keyakinan umat islam bahwa Al-Qur’an merupakan wahyu Allah yang langsung disampaikan kepada Muhammad adalah perkataan Allah sendiri. Allah sudah mengatakan bahwa Al-Qur’an itu berasal dari diri-Nya. Berhubung Allah itu mahabenar, maka apa yang dikatakannya juga adalah benar. Mana mungkin Allah yang mahabenar itu berbohong? Tak mungkin Al-Qur’an itu ciptaan manusia, karena manusia bisa berbohong. Logika pikir orang islam kira-kira begini: Al-Qur’an itu wahyu Allah karena Allah sendiri yang mengatakannya adalah benar, sebab Allah itu mahabenar yang tak bisa berbohong.

Berangkat dari premis di atas, maka haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Memang harus diakui juga bahwa apa yang tertulis itu tidaklah sepenuhnya merupakan perkataan Allah. Kata “Muhammad” yang ada dalam tanda kurung, bisa dipastikan merupakan tambahan kemudian yang berasal dari manusia. Dengan kata lain, kata tersebut tidak ada dalam perkataan Muhammad waktu itu. Jadi, sejatinya kata-kata Allah yang asli adalah, Dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah keputusan dengan adil. Dan Tuhan kami Maha Pengasih, tempat memohon segala pertolongan atas semua yang kamu katakan.”

Sepintas tidak ada persoalan dengan kalimat Allah yang asli ini. akan tetapi, ketika kalimat Allah itu ditelaah dengan nalar akal sehat dan dengan melihat konteksnya, maka langsung terlihat persoalannya. Harus dan perlu diketahui dan disadari bahwa konteks kalimat Allah ini adalah: Allah berbicara kepada Muhammad. Dengan demikian, Muhammad adalah lawan bicara Allah. Umat islam percaya hanya Muhammad sebagai penerima wahyu Allah, dan hanya Allah yang menyampaikan firman-Nya. Allah tidak memakai perantara. Inilah kepercayaan dan keyakinan umat islam. Dan itulah konteks dari wahyu Allah ini.

Rabu, 28 September 2022

STUDI ALQURAN: ISLAM AGAMA PERANG

Agama selalu diidentikkan dengan kebaikan, damai dan kasih. Sementara perang dikaitkan dengan pembunuhan, kebiadaban dan kejahatan. Kebaikan, damai dan kasih jelas-jelas bertentangan dengan pembunuhan, kebiadaban dan kejahatan. Dengan demikian, agama tidak bisa disandingkan dengan agama. Istilah perang agama merupakan bentuk pelecehan terhadap agama itu sendiri. Video berikut ini mencoba mengutarakan kaitan antara islam dan perang sehingga muncullah pernyataan: "islam agama perang".


 Jika video di atas tidak bisa dibuka, silahkan coba di channel youtube kami. Selamat menikmati!

Selasa, 27 September 2022

DIMANA PERISTIWA TRANSFIGURASI TERJADI

 

Orang Kristen tentu sudah tahu peristiwa Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya atau dimuliakan di atas gunung. Peristiwa itu dikenal juga dengan istilah transfigurasi. Gereja katolik memasukkan peristiwa tersebut ke dalam kalender liturginya sebagai hari pesta (jatuh pada 6 Agustus). Sebagai sebuah pesta liturgi, Gereja Timur telah jauh lebih dahulu melakukannya. Gereja Barat baru dimulai pada tahun 1457, sebagai ungkapan syukur atas kemenangan Pasukan Kristen atas tentara Turki di Belgrado.

Gambaran kejadian peristiwa tersebut hanya dapat dibaca dalam Injil Sinoptik, yaitu Matius 17: 1 – 8Markus 9: 2 – 8 dan Lukas 9: 28 – 36. Dalam peristiwa itu Tuhan Yesus, yang pakaian-Nya berkilau-kilau, tampil berdiskusi dengan Nabi Musa dan Nabi Elia. Petrus yang merasa bahagia, ingin mendirikan tiga tenda di tempat itu.

Sangat menarik kalau peristiwa ini dikaitkan dengan peristiwa sebelumnya, yaitu pengakuan Petrus (Mat 16: 13 – 20Mrk 8: 27 – 30 dan Luk 9: 18 – 21). Peristiwa transfigurasi ditempatkan setelah pengakuan Petrus bahwa Tuhan Yesus adalah Mesias, Anak Allah yang hidup. Peristiwa transfigurasi seakan mau menegaskan kembali jawaban Petrus tersebut, karena selain menampakkan kemuliaan dan berbicara dengan dua Nabi Besar bangsa Israel, muncul juga penyataan “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia!”

Akan tetapi menjadi persoalan ketika orang bertanya dimana lokasi persis peristiwa itu terjadi, di gunung Tabor atau Gunung Hermon. Kitab Suci sendiri tidak menyebutkan secara persis tempat kejadian itu. Ketiga Injil Sinoptik hanya menyebutkan bahwa Tuhan Yesus membawa Petrus, Yohanes dan Yakobus ke atas gunung (Markus dan Matius memberi tekanan pada yang tinggi). Jadi, hanya berhenti sampai di gunung saja, tanpa menyebut nama gunungnya.

Dalam pengertian biblis, ‘gunung’ sebenarnya merujuk pada apa yang kita pahami sebagai bukit. Ada terdapat beberapa bukit di Israel. Namun yang cukup penting adalah Tabor dan Hermon. Menjadi pertanyaannya, apakah peristiwa Tuhan Yesus menampakkan kemuliaan-Nya itu terjadi di Tabor atau Hermon? Dapat dipastikan bahwa hal ini masih menjadi sebuah misteri.

Namun, sejak abad IV, orang Kristen berpendapat bahwa kejadian itu terjadi di Gunung Tabor. Ada beberapa alasan yang mendukungnya. Pertama, bentuk Gunung Tabor yang rapi memberikan suatu aura alami yang khas, yang menjadikannya suatu tempat yang dengan mudah dianggap sebagai gunung suci. Berbeda dengan banyak gunung lainnya, gunung ini dapat dengan mudah dicapai sehingga memudahkan orang untuk membayangkan peristiwa transfigurasi.

Kedua, sejak perziarahan Kristen berkembang pesat pada abad IV, para pengunjung terus menuntut kepastian letak terjadinya peristiwa tersebut. Dengan mempertimbangkan bahwa para pengunjung terutama akan tertarik mengunjungi Nazaret atau Danau Galilea, dapat dipahami jika orang memilih lokasi yang berdekatan dengan lokasi-lokasi lainnya. Gunung Hermon dirasakan cukup jauh dengan obyek wisata lainnya, sehingga dapat dipastikan pengunjung tidak akan mengunjungi tempat yang jauh itu.

Pendapat yang mengatakan bahwa peristiwa Tuhan Yesus berubah rupa di Gunung Tabor didukung kuat oleh Uskup Yerusalem, Santo Sirilus (315 - 386). Pada tahun 348, dalam bukunya “Cathechetical Lectures 12: 16” Uskup Sirilus menulis, “Ia berubah rupa di Gunung Tabor.”