Senin, 06 September 2021

KENAPA SEPTEMBER DIKENAL SEBAGAI BULAN KITAB SUCI? INI PENJELASANNYA

 

Bulan September biasanya, Gereja Katolik Indonesia memasuki Bulan Kitab Suci Nasional. Pimpinan Gereja menganjurkan umat Katolik menjadi lebih akrab dengan Kitab Suci dengan berbagai cara, sehingga dengan demikian umat semakin tangguh dan mendalam imannya dalam menghadapi kerumitan dan kesulitan hidup dewasa ini.

Selintas Sejarah

Pada bulan September telah dikhususkan oleh Gereja Katolik Indonesa sebagai Bulan Kitab Suci Nasional. Di setiap keuskupan dilakukan berbagai kegiatan untuk mengisi bulan ini, mulai di lingkungan, wilayah, paroki, biara, maupun di kelompok-kelompok kategorial. Misalnya, lomba baca KS, pendalaman KS di lingkungan, pameran buku, dan sebagainya. Terutama pada hari Minggu pertama bulan itu, kita merayakan hari Minggu Kitab Suci Nasional. Perayaan Ekaristi berlangsung secara meriah, diadakan perarakan khusus untuk KS, dan KS ditempatkan di tempat yang istimewa. Sejak kapan tradisi Bulan Kitab Suci Nasional ini berawal? Untuk apa?

Untuk mengetahui latar belakang diadakannya BKSN ini kita perlu menengok kembali Konsili Vatikan II. Salah satu dokumen yang dihasilkan oleh KV II yang berbicara mengenai KS adalah Dei Verbum. Dalam Dei Verbum para bapa Konsili menganjurkan agar jalan masuk menuju Kitab Suci dibuka lebar-lebar bagi kaum beriman (DV 22). Konsili juga mengajak seluruh umat beriman untuk tekun membaca KS. Bagaimana jalan masuk itu dibuka? Pertama-tama, dengan menerjemahkan KS ke dalam bahasa setempat, dalam hal ini Bahasa Indonesia. Usaha ini sebenarnya telah dimulai sebelum KV II dan Gereja Katolik telah selesai menerjemahkan seluruh KS, baik PL maupun PB. Namun, KV II menganjurkan agar diusahakan terjemahan KS ekumenis, yakni terjemahan bersama oleh Gereja Katolik dan Gereja Protestan. Mengikuti anjuran KV II ini, Gereja Katolik Indonesia mulai “meninggalkan” terjemahan PL dan PB yang merupakan hasil kerja keras para ahli Katolik, dan memulai kerja sama dengan Lembaga Alkitab Indonesia. Dengan demikian, mulailah pemakaian KS terjemahan bersama, yang merupakan terjemahan resmi yang diakui baik oleh Gereja Katolik maupun Gereja-gereja Protestan di Indonesia. Yang membedakan hanyalah Kitab-Kitab Deuterokanonika yang diakui termasuk dalam KS oleh Gereja Katolik namun tidak diakui oleh Gereja-gereja Protestan.

Kitab Suci telah diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, namun umat Katolik Indonesia belum mengenalnya, dan belum mulai membacanya. Mengingat hal itu, Lembaga Biblika Indonesia, yang merupakan Lembaga dari KWI untuk kerasulan Kitab Suci, mengadakan sejumlah usaha untuk memperkenalkan KS kepada umat dan sekaligus mengajak umat untuk mulai membaca KS. Hal ini dilakukan antara lain dengan mengemukakan gagasan sekaligus mengambil prakarsa untuk mengadakan Hari Minggu Kitab Suci secara nasional. LBI mengusulkan dan mendorong agar keuskupan-keuskupan dan paroki-paroki seluruh Indonesia mengadakan ibadat khusus dan kegiatan-kegiatan sekitar KS pada Hari Minggu tertentu.

Jumat, 03 September 2021

TELAAH ATAS SURAH AN-NUR AYAT 46

 


Sungguh, Kami telah menurunkan ayat-ayat yang memberi penjelasan. Dan Allah memberi petunjuk siapa yang Dia kehendaki ke jalan yang lurus. [QS 24: 46]

Al-Quran merupakan pusat spiritualitas umat islam. Di sana mereka tidak hanya mengenal Allah yang diimani dan disembah, tetapi juga mendapatkan pedoman dan tuntunan hidup yang akan menghantar mereka ke surga. Al-Quran biasa dijadikan rujukan umat islam untuk bersikap dan bertindak dalam hidup keseharian, selain hadis. Umat islam menyakini Al-Quran langsung berasal dari Allah SWT kepada nabi Muhammad SAW. Keyakinan ini didasarkan pada pernyataan Allah sendiri, yang dapat dibaca dalam beberapa surah Al-Quran. Jadi, Allah sendiri telah menyatakan bahwa Al-Quran merupakan perkataan-Nya, sehingga ia dikenal juga sebagai kalam Allah. Karena itu, Al-Quran dihormati sebagai sesuatu yang suci, karena Allah sendiri adalah mahasuci. Pelecehan terhadap Al-Quran sama saja dengan pelecehan kepada Allah atau penyerangan terhadap keluhuran Allah. Orang yang melakukan hal itu harus dihukum berat dengan cara dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka secara silang (bdk. QS al-Maidah: 33).

Selain itu juga umat islam melihat Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran yang jelas. Ini juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Sebagai pedoman dan penuntun jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga mudah dipahami oleh umat islam. Tak sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari dua premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Quran di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Pada waktu itu Allah berkata kepada Muhammad, “Sungguh, Kami telah menurunkan …….” Tampak jelas kutipan wahyu Allah ini terdiri dari dua kalimat. Dilihat dari nama surahnya, dapatlah dikatakan bahwa kutipan wahyu ini turun di Madinah. Artinya, Allah menyampaikan wahyu ini setelah kejadian hijrah. Dibutuhkan studi khusus untuk mengetahui konteks historis, sosial dan peristiwa yang melatar-belakangi turunnya wahyu Allah ini. Jika melihat atau membaca ayat-ayat sebelumnya bisa dikatakan bahwa saat itu Allah sedang memberikan “pelajaran” tentang pengetahuan alam (ayat 40 – 45).

TUGAS-TUGAS GEREJA


 

Pada Bab 1 telah dijelaskan bahwa Gereja itu bukanlah sekedar gedung atau rumah ibadah. Gereja itu adalah umat Allah. Gereja itu adalah kita, saya dan kalian. Karena itu, jika dikatakan tugas Gereja, maka itu adalah tugas kita. Tugas itu melekat pada setiap orang kristen. Setiap orang kristen wajib melaksanakan tugas Gereja. Tentulah tugas itu baru dapat dilaksanakan ketika seseorang itu sudah dapat menggunakan akal budinya.

Tugas itu melekat pada diri orang kristen lewat sakramen baptis yang diterimanya. Baptisan membuat seseorang bersatu dengan Kristus. Mereka ambil bagian dalam tugas Kristus sebagai Imam, Nabi dan Raja. Karena itulah, dengan menerima sakramen baptis, setiap orang kristen memiliki tiga peran tersebut, yakni Imam, Nabi dan Raja. Tiga peran ini kemudian hadir dalam lima tugas Gereja, yaitu menguduskan, mewartakan, menjadi saksi Kristus, membangun persekutuan dan melayani.

1.    Gereja yang Menguduskan (Liturgia)

Tugas Gereja yang menguduskan ini merupakan penjabaran dari peran Imam. Salah satu tugas imam adalah menguduskan, bukan dirinya sendiri saja melainkan juga orang lain. Karena kita adalah Gereja, maka tugas kita adalah juga menguduskan. Apa atau siapa yang perlu dikuduskan? Sekalipun salah satu sifat Gereja itu adalah kudus – yang berarti kita – bukan lantas tugas ini tidak terarah juga ke dalam. Tugas Gereja ini memiliki dua arah, yaitu ke dalam (diri sendiri) dan juga keluar (dunia, orang lain).

Apa yang dapat kita lakukan sebagai wujud pelaksanaan tugas Gereja ini? Ada beberapa sarana yang biasa dipakai untuk menguduskan.

a)   Doa

Sebagai orang beriman, kita pasti pernah berdoa, entah secara pribadi atau secara bersama-sama. Apakah kegiatan itu sekedar mengikuti kebiasaan yang sudah ada, ataukah lebih dari itu? Salah satu kelemahan orang katolik adalah sulit untuk berdoa spontan. Padahal, doa itu merupakan komunikasi kita dengan Allah. Tak jauh beda dengan ngobrol dengan teman atau orangtua kita. Tapi, sayangnya orang katolik belum terbiasa akan hal ini. Mereka begitu tergantung pada teks, doa yang sudah tertulis atau doa yang sudah dihafal.

Ketika orang katolik diminta untuk doa spontan, mungkin kita akan berkata seperti nabi Yeremia: “Ah, Tuhan, aku tidak pandai bicara karena aku ini masih muda” (Yer 1: 6). Akar ketidakmampuan kita ini sebenarnya adalah takut dan malu. Kita takut salah sehingga bisa mendatangkan ejekan dari orang lain. Tetapi ingatlah, Tuhan juga akan berkata kepada kalian: “Jangan katakan ‘aku ini masih muda’; tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, engkau harus pergi” (Yer 1: 7). Rasul Paulus telah mengingatkan kita bahwa “Allah memberikan kepada kita bukan roh ketakutan, melainkan roh yang membangkitkan kekuatan, kasih dan ketertiban.” (2Tim 1: 7).