Senin, 05 September 2022

SEJARAH TERBENTUKNYA ALKITAB

 

Setiap agama pasti mempunyai Kitab Suci. Kitab suci diyakin sebagai pedoman hidup bagi umatnya. Akan tetapi, soal asal mula Kitab Suci itu, tiap agama punya pandangan sendiri. Ada yang mengatakan bahwa Kitab Sucinya langsung turun lari langit/sorga, ada pula yang mengatakan Kitab Sucinya ditulis oleh manusia.

Bagaimana Kitab Suci orang Katolik tercipta?

Sejarah Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Lama

Kitab Suci Gereja Katolik terdiri dari dua bagian, yaitu Perjanjian Lama (PL: 46 kitab) dan Perjanjian Baru (PB: 27 kitab). Jadi, keseluruhannya ada 73 kitab. Kitab PL dapat dibagi dalam 3 bagian: Kitab Taurat, Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah. Lima buku pertama (Kejadian, Keluaran, Imamat, Bilangan dan Ulangan) adalah intisari dan cikal bakal seluruh kitab PL. Kelima kitab ini dikenal dengan sebutan Kitab Taurat atau Pentateuch.

Selama lebih dari 2000 tahun, Nabi Musa dianggap sebagai penulis Kitab Taurat ini. Karena itu, kitab ini disebut juga Kitab Nabi Musa. Namun, tidak ada seorang pun yang dapat memastikan siapa yang menulis Kitab Taurat ini.

Lama kemudian Kitab Para Nabi dan Naskah-naskah ditambahkan kepada Kitab Taurat dan membentuk Kitab PL. Kapan tepatnya isi dari kitab-kitab PL ditentukan dan dianggap sudah lengkap, tidaklah diketahui dengan pasti. Yang jelas, setidaknya sejak lebih dari 100 tahun sebelum kelahiran Kristus, Kitab PL sudah ada seperti yang sekarang ini.

Bahasa awal Kitab PL adalah Bahasa Ibrani. Namun ketika orang Yahudi terusir dari Palestina dan akhirnya menetap di berbagai tempat, mereka kehilangan bahasa aslinya dan mulai berbicara dalam bahasa Yunani. Waktu itu, Bahasa Yunani merupakan bahasa internasional. Dari sinilah mulai dirasakan perlunya Kitab Suci berbahasa Yunani.

Maka pada masa pemerintahan Ptolemius II Philadelphus (285 – 246 SM) dimulailah proyek penerjemahan Kitab Suci ke dalam Bahasa Yunani. Proyek ini dikerjakan oleh 70 ahli kitab Yahudi. Terjemahan ini diselesaikan sekitar tahun 250 – 125 SM, dan disebut Septuaginta (bahasa Latin yang berarti 70; merujuk ke 70 ahli tadi). Kitab ini diakui sebagai Kitab Suci resmi (kanon Aleksandria) bagi kaum Yahudi yang berada di perantauan.

Setelah Yesus wafat, para murid-Nya tidak menjadi punah. Pada sekitar tahun 100 Masehi, para rabbi berkumpul di Jamnia, Palestina (mungkin sebagai reaksi terhadap jemaat perdana). Dalam konsili Jamnia ini mereka menetapkan empat kriteria untuk menentukan kanon Kitab Suci mereka. Atas kriteria itu mereka mengeluarkan 7 kitab dari kanon Aleksandria (Tobit, Yudit, Kebijaksanaan Salomo, Sirakh, Baruks, 1 dan 2 Makabe). Hal ini dilakukan semata-mata atas alasan bahwa mereka tidak menemukan versi Ibrani.


Gereja katolik tidak mengakui konsili para rabbi Yahudi itu dan tetap terus menggunakan Septuaginta. Pada konsili di Hippo (393 M) dan konsili Kartago (397 M), Gereja Katolik secara resmi menetapkan 46 kitab hasil dari kanon Aleksandria sebagai Kitab Suci PL. Ketujuh kitab yang dibuang dalam Konsili Jamnia sekarang dikenal dengan kitab deuterokanonika. Mungkin Gereja Protestan mengikuti keputusan Konsili Jamnia itu, sehingga mereka tidak mengakui kitab-kitab deuterokanonika.

Sejarah Terbentuknya Kitab Suci Perjanjian Baru

Sama seperti PL, kitab-kitab PB juga tidak ditulis oleh satu orang. Setidaknya ada 8 orang yang menghasilkan 27 kitab. Jika pada PL terjadi perbedaan antara Gereja Protestan dan Katolik, 27 kitab dalam PB ini diterima oleh keduanya. Bagaimana proses terbentuknya?

Setidaknya ada 3 uskup membuat daftar kitab-kitab yang diakui sebagai inspirasi Ilahi, yaitu Uskup Mileto (175 M), Uskup Ireneus (185 M) dan Uskup Eusebius (325 M).

Pada tahun 382 M, didahului konsili Roma, Paus Damasus menulis dekrit yang memuat daftar kitab-kitab PL dan PB. Total seluruhnya ada 73 kitab. Pada konsili Hippo di Afrika Utara (393 M) ditetapkan kembali ke-73 kitab PL dan PB. Demikian pula pada konsili Kartago di Afrika Utara (397). Sekedar diketahui, konsili Hippo dan Kartago dianggap oleh banyak kaum Protestan dan Evagelis Protestan sebagai otoritatif bagi kanonisasi kitab PB.

Pada tahun 405, Paus Innosensius I (401 – 417) menyetujui kanonisasi ke-73 kitab dalam Kitab Suci dan menutup kanonisasi Alkitab.

diambil dari tulisan 7 tahun lalu

Minggu, 04 September 2022

YESUS SUNGGUH MATI

Iman kepercayaan umat kristiani digugat oleh islam. Bagi umat islam Yesus tidak mati di kayu salib. Jika memakai cara pikir MUI yang menilai Ahok menghina islam dengan al-Maidah-nya, maka bisa dikatakan bahwa islam tengah mengatakan kepada umat kristiani bahwa mereka telah dibohongi oleh Alkitab. Video berikut ini memaparkan sikap umat kristiani terhadap gugatan tersebut.



Apabila tak bisa dibuka, silahkan klik di sini. Selamat menotnon!!! 

Jumat, 02 September 2022

KAJIAN ISLAM ATAS SURAH AN-NAJM AYAT 1 – 3

 


Demi bintang ketika terbenam, kawanmu (Muhammad) tidak sesat dan tidak (pula) keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu (Al-Qur’an) menurut keinginannya. (QS 53: 1 – 3)

Al-Qur’an diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan kepada Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat islam percaya dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah kata-kata Allah SWT sendiri. Karena itu, umat islam menaruh hormat yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya pelecehan kepada Allah SWT. Dan orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS al-Maidah: 33).

Umat islam menganggap dan menilai Al-Qur’an sebagai keterangan atau kitab yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa dengan mudah pula memahaminya. Umumnya para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Qur’an. Penafsiran atas wahyu Allah bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.

Berangkat dari pemahaman ini, maka apa yang tertulis dalam surah an-Najm ayat 1 – 3 di atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan Muhammad mendengarnya. Memang kutipan ayat di atas tidak sepenuhnya murni merupakan perkataan Allah. Tiga kata yang ada dalam tanda kurung, yakni Muhammad, pula dan Al-Qur’an, bisa dipastikan merupakan tambahan kemudian yang berasal dari tangan manusia. Kalimat Allah yang sebenarnya adalah “Demi bintang ketika terbenam, kawanmu tidak sesat dan tidak keliru, dan tidaklah yang diucapkannya itu menurut keinginannya.” Kalimat inilah yang disampaikan dan didengar oleh Muhammad. Sekilas kalimat Allah ini tidak ada masalah. Akan tetapi, ketika ditelaah dengan akal sehat dan membandingkan tafsir yang ada dengan konteks turunnya wahyu, maka ditemukan 2 persoalan.