Senin, 01 Juni 2020

INILAH 4 TIPE KEPRIBADIAN NARSISTIK

Data Google Trends menunjukkan bahwa penggunaan kata ‘narsis’ telah meningkat selama 10 tahun terakhir. Biasanya kata tersebut sering dipakai sebagai candaan terhadap orang-orang yang gemar melakukan swafoto. Sebagian orang mungkin menganggapnya biasa dan bukan hal yang serius. Namun perilaku narsistik ternyata bukan hanya sekedar gemar swafoto saja.
Menurut psikolog kebutuhan narsistik adalah normal dan universal. Perilaku narsistik semua orang muncul pertama kalinya saat dipuji orangtua atau pengasuh selama masa kanak-kanak agar dihargai sanak saudara lainnya atau teman-teman di kemudian hari. Jenis penghargaan khusus ini disebut validasi yang sangat penting dalam pengembangan harga diri.
Ketika seseorang tumbuh dewasa, perilaku narsistik dapat berkembang sehat atau malah sebaliknya. Sehat atau tidaknya perilaku narsistik umumnya dipengaruhi oleh pola pengasuhan tertentu. Jika orangtua menilai telalu tinggi atau meremehkan anak-anaknya, besar kemungkinan mereka akan mendambakan jumlah pujian atau validasi yang tidak normal secara terus menerus. Pada akhirnya perilaku narsistik tersebut menjadi gangguan narsistik yang selalu mendambakan pujian demi mendukung harga diri mereka.
Perilaku narsistik dibagi menjadi tipe positif dan negatif. Tipe positif disebut narsistik prososial, sedangkan tipe negatif disebut antisosial. Selain kedua tipe tersebut, narsistik juga mempunyai subtipe lainnya, yakni narsistik ganas dan narsistik terselubung.

GANGGUAN KEPRIBADIAN NARSISTIK

Narsistik adalah kondisi gangguan kepribadian dimana seseorang akan menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Pengertian akan kepribadian narsistik sendiri berasal dari Yunani, ketika seorang pemuda bernama Narcisius jatuh cinta pada bayangannya sendiri saat tidak sengaja melihat dirinya pada kolam air.
Pengidap kepribadian narsistik biasanya merasa bahwa dirinya memiliki pencapaian yang luar biasa dan lebih baik dari orang lain dan merasa bangga secara berlebihan pada dirinya. Hal tersebut terjadi meskipun pencapaian yang dimiliki biasa saja. Pengidap narsistik juga biasanya mempunyai tingkat empati yang rendah kepada orang lain, dan menganggap dirinya memiliki kepentingan yang lebih tinggi dari orang lain. Pengidap gangguan kepribadian narsistik mempunyai perasaan yang mudah tersinggung dan bisa dengan mudah merasakan depresi ketika mereka dikritik oleh orang lain, meskipun mereka memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi.
Umumnya kepribadian narsistik mudah ditemukan pada awal usia dewasa. Namun pada beberapa kasus sebagian remaja yang baru mengalami pubertas juga akan mempunyai sifat narsisme. Hal tersebut belum tentu akan berlanjut sampai mereka dewasa karena beberapa faktor juga mempengaruhi kemunculan sikap narsisme. Berikut ini beberapa faktor risiko untuk gangguan kepribadian narsistik:

Jumat, 29 Mei 2020

BERKACA DARI KASUS PENISTAAN AGAMA

Pada 27 September 2016, Basuki Tjahaya Purnama, atau biasa disapa BTP, mengadakan kunjungan dinas ke Kepulauan Seribu. Waktu itu ia masih menjabat Gubernur DKI Jakarta. Dalam kunjungan itu, BTP menjelaskan program kerja sama Pemprov DKI dan Sekolah Tinggi Perikanan. Dan dalam dialog itu terlontarlah pernyataan “Jadi, jangan percaya sama orang, kan bisa saja dalam hati kecil bapak ibu enggak pilih saya. Dibohongin pakai surat al-Maidah ayat 51, macam-macam itu. Itu hak bapak ibu.”
Reaksi warga ketika mendengar pernyataan itu adalah tertawa. Tidak ada yang marah atau merasa tersinggung. Akan tetapi, pada sekitar awal Oktober muncul video tentang kunjungan BTP itu di media sosial. Adalah Buni Yani yang berperan dalam memviralkan video tersebut. Buni Yani tidak hanya sebatas mem-posting video, yang berisi perkataan BTP tentang al-Maidah: 51, tetapi juga telah mengeditnya. Dalam video editan tersebut pernyataan krusial BTP menjadi “Dibohongin surat al-Maidah ayat 51.
Sontak umat islam tersinggung dan marah. Mereka lantas menggelar aksi unjuk rasa. Ratusan ribu umat islam, bahkan ada yang mengatakan jutaan, membanjiri ibukota Jakarta. Mereka melaksanakan satu kewajiban umat islam, yaitu membela agama. Karena itu, aksi mereka dikenal dengan istilah Bela Islam. Dan tak lama kemudian Majelis Ulama Indonesia (MUI), yang saat itu diketuai oleh K.H. Maruf Amin, menggelar sidang. Pada tanggal 11 Oktober MUI mengeluarkan fatwa: BTP telah melakukan penistaan agama dan ulama. Massa islam segera berubah dari Bela Islam menjadi Kawal Fatwa MUI.
Demi menciptakan situasi ibukota yang kondusif, polisi segera menangani kasus BTP. Sebelum polisi menangani kasus ini, BTP telah mengeluarkan permintaan maaf yang tulus. Proses sidang pun segera digelar. Selama sidang perkara, massa umat islam terus menggelar aksi unjuk rasa. Sekalipun tidak terjadi aksi anarki, namun banyak warga merasa cemas dan takut. Beberapa sekolah diliburkan. Demikian juga toko.