Seorang gadis remaja sibuk di dapur setelah pulang dari sumur. Ia sedang
mempersiapkan makan malam ketika seorang malaikat Tuhan datang kepadanya.
Kedatangan malaikat itu benar-benar membuat gadis itu ketakutan. Wajahnya pusat
pasi. Ia berdiri kaku bagaikan patung. Namun malaikat itu memintanya untuk
tidak takut.
Beberapa menit kemudian, gadis itu mulai bisa mengendalikan dirinya.
Terlebih lagi ketika malaikat itu mengatakan bahwa dirinya mendapatkan kasih
karunia di hadapan Allah. Gadis itu pun langsung mengambil posisi duduk untuk
menenangkan dirinya.
Akan tetapi, tiba-tiba dia berdiri tegak di hadapan malaikat itu saat
dinyatakan dirinya hamil. Wajahnya merah padam karena amarah. Dia benar-benar
tersinggung. Dia merasa martabat dan harga dirinya direndahkan dengan
pernyataan malaikat itu.
“Kau pikir aku ini gadis murahan? Mana mungkin aku bisa hamil, karena aku
belum bersuami? Aku sama sekali belum pernah bersentuhan dengan tunanganku.”
Demikian ujarnya.
Demikianlah sepenggal kisah saduran dari peristiwa Maria menerima kabar gembira dari Malaikat Gabriel, yang dapat kita baca dalam Lukas 1: 26 – 38. Nama gadis dalam kisah di atas tentulah semua orang sudah bisa menebaknya. Dialah Maria, yang mengandung Tuhan Yesus Kristus. Sedangkan malaikat itu adalah Gabriel.
Kitab Suci memang tidak memberitahukan berapa usia Maria saat menerima
warta gembira itu; atau ketika bertunangan dengan Yusuf. Dari beberapa tradisi
yang ada, dikatakan bahwa Maria bertunangan dengan Yusuf pada saat masih
remaja. Usianya kira-kira 14 – 16 tahun. Pada jaman dulu usia tersebut termasuk
lumrah untuk menikah.
Dalam kisah di atas, sengaja ditampilkan ekspresi marah Maria ketika
dirinya dinyatakan hamil. Kemarahan Maria bukan tanpa alasan. Dia sadar dan
tahu adat istiadat serta hukum orang Yahudi bagi wanita yang kedapatan hamil
sebelum resmi menikah. Hamil di luar nikah termasuk dalam kategori zinah.
Hukumannya adalah hukuman mati dengan cara dirajam. Sadar akan semua itulah
makanya Maria marah. Dia takut kalau dirinya dihukum mati, padahal dia tahu
betul ia belum pernah berhubungan intim.
Selain soal hukum, Maria juga tahu tentang kehamilan itu. Orang hamil
disebabkan karena melakukan hubungan seksual atau biasa dikenal dengan istilah
hubungan suami isteri. Maklum, jaman dulu belum ada teknologi bayi tabung atau
sistem kloning. Kehamilan pada jaman dulu hanya bisa terjadi kalau ada hubungan
intim. Sementara Maria sadar dirinya belum bersuami. Jadi, mana mungkin dia
melakukan hubungan suami isteri. Namanya juga hubungan suami isteri; hanya sah
dilakukan oleh orang yang sudah berstatus suami dan isteri. Karena itu,
pernyataan dirinya hamil mengandung perendahan harkat dan martabatnya sebagai
perempuan.
Dua hal inilah yang menjadi pertimbangan Maria, yang waktu itu masih
berusia remaja. Maria ingin menjaga harkat dan martabatnya sebagai perempuan.
Ia tidak mau merendahkan dirinya, sebagaimana juga tidak mau dihukum. Sikap
Maria yang mau menjaga harga diri dan martabat dirinya patut diapresiasi.
Sikap Maria ini dapat menjadi contoh teladan bagi kaum remaja. Bukan
rahasia lagi jika remaja dewasa ini sudah banyak yang jatuh ke dalam seks
bebas. Mereka tidak lagi menghargai nilai kesucian tubuh, harkat dan
martabatnya. Dengan sangat mudah, para ramaja merendahkan dirinya dengan
mengikuti dorongan hawa nafsu. Sekalipun masih berstatus pacaran (belum resmi
sebagai suami/isteri) mereka dengan sangat mudah melakukan hubungan suami
isteri. Hal ini dapat dilihat dari survey yang dilakukan BKKBN. Dari data tahun
2014 diketahui bahwa jumlah remaja yang melakukan hubungan seks di luar nikah
mengalami kenaikan. Dari survey ini bisa dilihat juga beberapa kasus lain
seperti aborsi, menikah di usia dini, dll.
Selain hal di atas, kehancuran moral remaja dapat terlihat dari adanya
praktek menjual diri. Kita kenal istilah cabe-cabean. Hanya demi
kepentingan dan kenikmatan sesaat, seorang gadis dapat dengan mudah menjual
dirinya atau mau dirinya dijual. Di sini terlihat kalau mereka tidak lagi
menghormati kesucian tubuh dan martabatnya sebagai perempuan.
Karena itu, sikap tegas Maria yang menjaga kesucian tubuh dan martabat dirinya harus menjadi contoh bagi kamu remaja dewasa kini, khususnya bagi remaja katolik. Memang survey yang dilakukan BKKBN menyangkup semua remaja Indonesia tanpa pengkategorian suku, daerah dan agamanya. Namun tentulah kita berharap agar anak-anak remaja katolik tidak ada yang terjerumus ke dalam masalah tersebut. Untuk itulah, kaum remaja perlu menjadikan Bunda Maria sebagai teladan hidupnya.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar