Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur (QS 68: 4)
Al-Qur’an
diyakini oleh umat islam sebagai wahyu Allah yang secara langsung disampaikan
kepada nabi Muhammad. Apa yang tertulis di dalamnya, termasuk titik komanya,
adalah berasal dari Allah, tanpa campur tangan manusia. Karena itulah, umat
islam memandang Al-Qur’an sebagai sesuatu yang suci, sebab ada Allah di
dalamnya. Perlakuan terhadap Al-Qur’an pun jauh berbeda dengan kitab-kitab
lainnya, yang memang buatan tangan manusia. Menjadi tak heran akan reaksi umat
islam ketika menemukan lembaran-lembaran ayat Al-Qur’an tercecer di sebuah
tempat sampah. Hal itu tidak hanya dilihat sebagai sebuah bentuk penistaan,
tetapi juga pelecehan terhadap kesucian Allah. Masak Allah dibuang di tempat
sampah?
Karena sebagai wahyu Allah, dimana Allah diyakini sebagai
mahabenar, maka Al-Qur’an dilihat sebagai kitab kebenaran. Apa yang tertulis di
dalamnya adalah benar; tak bisa salah atau pun keliru. Hal ini ditegaskan juga
oleh Allah sendiri dalam surah al-Haqqah ayat 51. Selain
itu juga umat islam melihat Al-Qur’an
sebagai keterangan dan pelajaran
yang jelas. Ini
juga didasarkan pada perkataan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya agar umat dengan mudah memahaminya. Tak
sedikit ulama menafsirkan kata “jelas” di sini dengan sesuatu yang telah terang
benderang sehingga tak perlu susah-susah menafsirkan lagi pesan Allah itu.
Dengan perkataan lain, perkataan Allah itu sudah jelas makna dan pesannya, tak
perlu lagi ditafsirkan. Maksud dan pesan Allah sesuai dengan apa yang tertulis
dalam Al-Qur’an. Penafsiran atas wahyu Allah
bisa berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.
Berangkat dari premis-premis di atas, maka bisalah dikatakan bahwa kutipan ayat Al-Qur’an di atas merupakan kata-kata Allah sendiri. Pada waktu itu Allah berkata kepada Muhammad, “Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur.” Sesuai ilmu linguistik, kata “engkau” dalam kalimat Allah itu dimaknai sebagai Muhammad. Karena itu, sejalan dengan makna Al-Qur’an sebagai kitab yang jelas, wahyu Allah ini bisa diartikan bahwa Muhammad sungguh memiliki budi pekerti yang luhur. Bagi umat islam, wahyu Allah ini sering dijadikan alasan pembenaran bahwa Muhammad adalah insan kamil atau manusia sempurna sehingga pantas disanjung dan dimuliakan. Hal ini didasarkan pada perkataan Allah. Mana mungkin Allah berbohong. Karena Allah itu mahabenar, maka benar juga apa yang dikatakan-Nya. Jadi, Muhammad sungguh manusia sempurna. Penghinaan terhadap Muhammad akan dapat membangkitkan amarah umat islam.
Akan tetapi, bagi orang yang masih mempunyai akal sehat
tentulah tidak serta merta menerima pernyataan bahwa Muhammad adalah manusia
sempurna. Bahkan mereka akan mempertanyakan wahyu Allah tersebut. Budi pekerti
luhur seperti apa yang ditampilkan oleh Muhammad sehingga pantas dicontohi oleh
orang, khususnya umat islam? Tidak adanya contoh detail tentang budi pekerti
yang luhur ini membuat umat islam langsung menyimpulkan tidak ada yang buruk
pada Muhammad. Dengan demikian wahyu Allah di atas menemukan masalah pada soal
“budi pekerti yang luhur”. Seperti apa budi pekerti yang luhur itu?
Umat islam tentulah hanya fokus pada sisi positif dan
langsung mengabaikan hal-hal negatif yang pastinya ada dalam diri Muhammad.
Namun bagi orang yang punya akal sehat, selain mengakui sisi positif, mereka
mengakui juga sisi negatif Muhammad. Ketika membaca sumber-sumber islam
sendiri, mereka menemukan kalau Muhammad memiliki dosa (QS
al-Fath: 2, QS Hud: 112 dan QS at-Taubah 117). Jika benar Al-Qur’an itu wahyu Allah, maka pernyataan bahwa Muhammad
punya dosa berasal dari Allah. Allah sendirilah yang mengatakan hal itu. Dengan
demikian, Muhammad bukanlah manusia sempurna. Ketika membaca hadis Bukhari dan
Muslim, ditemukan bahwa Muhammad menikahi gadis usia 6 tahun dan bersetubuh
dengan anak gadis usia 9 tahun. Apakah ini budi pekerti yang luhur? Ketika
membaca hadis Bukhari, orang akan menemukan perintah Muhammad untuk membunuh
orang yang murtad. Apakah ini budi pekerti yang luhur?
Secara sederhana, orang yang punya akal sehat akan
kesulitan menerima pernyataan bahwa Muhammad hanya memiliki budi pekerti luhur.
Setidaknya ada 2 kata yang langsung bertentangan dengan frase “budi pekerti
luhur”, yaitu bejat dan biadab. Kebejatan Muhammad terlihat
dari menikahi gadis usia 6 tahun dan bersetubuh dengan anak gadis usia 9 tahun,
menikah dengan menantunya sendiri, menikah dengan lebih dari 10 wanita, dan
masih banyak contoh lainnya. Bagaimana mungkin seorang nabi dan rasul melakukan
hal ini. Kebiadaban Muhammad sepertinya terwakilkan dengan kata-kata Kaisar Byzantium, Manuel II Paleologus, “Tunjukkan padaku
apa yang baru yang diajarkan Muhammad, dan yang kau akan temukan hanyalah
kejahatan dan kebiadaban, seperti misalnya perintahnya untuk menyebarkan
agamanya dengan pedang.” Bagaimana mungkin
seorang dikatakan biadab mempunyai budi
pekerti luhur yang harus dicontoh atau diikuti.
Mungkin ada umat islam yang mencoba membenarkan wahyu
Allah itu dengan mengatakan bahwa pada saat diturunkan, Muhammad memang
benar-benar memiliki budi pekerti yang luhur. Argumen seperti ini mengandung
banyak kelemahan.
1. Jika memang benar demikian, maka Muhammad hanya diikuti
atau dicontohi oleh orang dulu saja. Umat islam sekarang tidak perlu lagi
mencontohi dia, karena setelah wahyu itu terbukti Muhammad tidak lagi memiliki
budi pekerti yang luhur.
2. Jika memang benar demikian, maka wahyu Allah tidak
menjadi relevan lagi. Wahyu Allah itu sudah mati. Jika demikian, buat apa lagi
ada di Al-Qur’an?
3. Jika memang benar demikian, maka budi pekerti yang luhur
itu hanya ada dulu, sementara sekarang sudah tak ada lagi. Dengan demikian,
argumen tersebut mau mengakui sisi negatif Muhammad. Akan tetapi, kenapa umat
islam masih tetap menyanjungnya?
4. Surah al-Qalam, dimana kutipan wahyu di atas berada,
masuk kelompok surah makkiyyah. Artinya, wahyu Allah ini turun ketika Muhammad
ada di Mekkah. Catatan sejarah membuktikan kebejatan dan kebiadaban Muhammad
baru terlihat ketika ia sudah menjadi penguasa di Madinah. Karena itu, budi
pekerti luhur yang ada dalam diri Muhammad hanya berhenti sampai di Mekkah saja.
Setelah tiba di Madinah dan menjadi penguasa, sepertinya Muhammad kehilangan
budi pekerti luhur.
5. Catatan bahwa Muhammad punya dosa lahir dari wahyu Allah
yang turun di Mekkah (QS Hud: 112). Artinya, sebelum wahyu Allah yang menyatakan Muhammad
punya budi pekerti yang luhur, Allah sudah terlebih dahulu mengatakan dia punya
dosa. Memang tidak dijelaskan apa saja dosa Muhammad. Akan tetapi, umumnya dosa
dimaknai dengan perbuatan-perbuatan tidak baik, yang bertentangan dengan
kehendak Allah. Apakah itu patut dicontohi?
Demikianlah 5 kelemahan yang muncul dari upaya
menyelamatkan kebenaran wahyu Allah. Telaah kritis atas wahyu Allah ini, dengan
berpusat pada frase “budi pekerti yang luhur”, tentulah akan melahirkan 2
kesimpulan. Pertama, jika memang
benar kutipan ayat di atas adalah perkataan Allah, betapa tidak bijaksananya
Allah yang mengatakan itu. Allah seharusnya sudah tahu bahwa manusia itu tidak
akan tetap. Manusia pastilah berubah. Saat ini budi pekerti yang luhur, bisa
saja kelak tidak lagi. Allah seharusnya tahu akan hal ini.
Kedua, jika Allah itu memang benar mahatahu dan maha bijak,
haruslah dikatakan bahwa kutipan ayat di atas bukanlah wahyu Allah, melainkan
perkataan Muhammad. Dari sini orang dapat menilai seperti apa kepribadian
Muhammad. Tak dapat disangkal lagi, jika kutipan ayat di atas diterima sebagai
kata-kata Muhammad, maka dapatlah dinilai bahwa Muhammad memiliki kepribadiannarsistik. Salah satu ciri kepribadian narsistik sudah
terlihat, yaitu menganggap dirinya sangat penting dan harus dikagumi. Ciri lainnya adalah percaya bahwa dirinya lebih baik dari orang lain dan mengharapkan pujian konstan dan kekaguman. Semua itu terlihat jelas pada diri Muhammad.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar