Di sela-sela pertemuan, tiba-tiba seorang perempuan datang ke ruang
pertemuan sambil berteriak-teriak. Sasarannya adalah Pak Anu, salah seorang
peserta pertemuan. Perempuan itu menyatakan bahwa dirinya adalah teman
selingkuh Pak Anu. Ia datang bukan hanya untuk mewartakan hubungan gelapnya
dengan Pak Anu, melainkan juga meminta pertanggungjawaban Pak Anu.
Ternyata, Pak Anu menjalin relasi gelap lagi dengan perempuan lain. Relasi
itu diketahui oleh perempuan itu. Ia merasa cemburu. Karena itu, ia datang
mengamuk di ruang rapat itu. Tindakannya itu benar-benar membuat wajah Pak Anu
merah karena malu.
Ketika satpam hotel menggiring perempuan itu ke luar dari ruang pertemuan,
Pak Anu segera mengetik sesuatu di handphone-nya. Tak lama
kemudian, muncul tiga orang pemuda ke lokasi perkara. Melihat ketiga pemuda
itu, perempuan tadi langsung kabur. Maklum, ketiganya dikenal sebagai preman.
Mereka ternyata mendapat mandat dari Pak Anu untuk mengamankan situasi.
Tampak jelas kalau ketiga preman itu begitu setia dengan Pak Anu. Hal ini bisa dimengerti karena Pak Anu sering memberi mereka uang atau hal lainnya. Jadi, kesetiaan mereka dilihat sebagai ungkapan balas budi atas kebaikan yang mereka terima dari Pak Anu.
Cerita lain. Nana memiliki seekor anjing jenis Belgian Malinois. Nana sudah
memelihara anjing itu sejak kecil. Ia selalu memberi makan pada anjingnya itu.
Ia suka mengelus-elus dan memandikan anjingnya. Atas kebaikan yang diberikan
Nana, anjing itu begitu setia kepada Nana. Apa saja yang diperintahkan Nana
pasti akan dituruti.
Suatu ketika, Nana diganggu oleh 3 bocah laki-laki. Awalnya Nana ketakutan.
Segera ia memanggil anjingnya. Anjing itu datang dan berusaha menyerang ketiga
bocah itu. Sontak ketiganya lari tunggang langgang. Nana tersenyum puas.
Dari dua cerita di atas, ada satu hal yang menarik, yaitu kesetiaan. Tiga
orang preman dalam kisah pertama menunjukkan kesetiaan mereka kepada
“tuan”-nya; demikian pula anjing milik Nana. Kesetiaan terjadi sebagai ungkapan
balas budi atas kebaikan yang telah diterima. Tiga pemuda preman itu menerima
kebaikan dari Pak Anu, sementara anjing menerimanya dari Nana.
Di sini terlihat bahwa baik manusia maupun anjing (hewan) memiliki semacam
kewajiban untuk membalas budi. Karena sudah menerima kebaikan, adalah pantas
membalasnya. Kesetiaan merupakan salah satu wujudnya. Akan tetapi, apakah bisa
dikatakan bahwa ketiga pemuda itu sama dengan anjing?
Sekalipun sama-sama memperlihatkan kesetiaan sebagai ungkapan balas budi,
manusia tetap berbeda dari anjing. Namun perbedaan ini sangatlah tipis, karena
jika tidak manusia tak ubahnya seperti anjing. Ada satu hal yang membedakan
manusia dari anjing meski sama-sama setia. Tanpa satu hal itu, manusia adalah
anjing (dalam perilaku).
Yang membedakan manusia dari anjing adalah kesadaran moral, atau bisa juga
disebut hati nurani. Kesadaran moral ini membuat manusia dapat membedakan mana
yang baik dan tidak; mana yang benar dan salah. Dengan adanya kesadaran moral
manusia tidak menunjukkan kesetiaan secara membabi-buta sebagaimana yang
ditunjukkan anjing.
Anjing tidak mempunyai kesadaran moral. Ia tidak bisa menilai apakah
tindakannya menyerang ketiga bocah, yang menggangu tuannya, berbahaya atau
tidak, baik atau buruk, benar atau salah. Ia hanya mendengar perintah tuannya
dan melaksanakannya. Tidak ada pertimbangan moral atau pertimbangan lainnya.
Semua tindakannya semata-mata hanya sebagai ungkapan kesetiaannya kepada
tuannya; juga sebagai ungkapan balas budi atas kebaikan yang diterima dari
tuannya.
Berbeda dengan anjing, manusia memiliki kesadaran. Manusia yang benar-benar
sadar, akan membuat pertimbangan atas tindakannya, sekalipun tindakannya itu
untuk membuktikan kesetiaan. Sekalipun mendapat perintah dari atasannya yang
sering berbuat baik kepadanya, manusia yang sadar akan mempertimbangkan perintah
itu: apakah baik atau tidak, benar atau salah. Jika perintah itu tidak baik,
manusia yang sadar akan menolaknya.
Sebagai contoh. Polan diminta oleh ayahnya untuk mengambil uang di kasir
sebuah toko yang ditinggal sebentar oleh petugasnya. Selama ini Polan
dipelihara dengan baik oleh ayahnya. Kebutuhan-kebutuhannya selalu dipenuhi.
Ayahnya sering bersikap baik kepadanya. Tapi di sekolah Polan diajari bahwa
mencuri itu tidak baik. Kekuatan ajaran itu lebih kuat dari pengaruh ayahnya,
sehingga Polan menolak perintah ayahnya.
Dalam contoh di atas, Polan menunjukkan kesadaran moral yang tinggi.
Kesadaran itu mengalahkan pengaruh “baik” dari ayahnya. Apakah Polan adalah
anak yang tidak membalas budi?
Kembali ke kasus pertama. Ketiga preman itu segera bertindak setelah
mendapat perintah dari Pak Anu. Mereka tahu bahwa Pak Anu sudah begitu sering
memberi kebaikan kepada mereka. Mereka memiliki kewajiban membalasnya. Nah,
pada waktu itulah kesempatan datang. Dan mereka segera bertindak. Namun, bila
dicermati baik-baik, apa yang dilakukan ketiganya menunjukkan bahwa mereka
tidak memiliki kesadaran moral. Mereka tidak membuat pertimbangan atas
tindakannya. Mereka hanya bertindak atas naluri balas budi.
Semestinya ketiga pemuda itu membuat pertimbangan sebelum bertindak,
sekalipun perintah datang dari tuannya. Mereka harus bertanya apakah
tindakannya sudah benar atau belum. Mereka musti mempertimbangkan bagaimana
andai istri mereka yang diperlakukan demikian; apakah mereka dapat menerima?
Apakah tindakannya itu baik untuk siapa?
Pertimbangan-pertimbangan inilah yang membuat manusia berbeda dari anjing. Dengan pertimbangan itu manusia dapat mengambil tindakan yang bisa bertentangan dengan perintah. Anjing tidak memiliki kesadaran moral sehingga tidak bisa membuat pertimbangan. Tindakannya hanya didasarkan pada naluri balas budi.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar