Umat : Kalau kita membaca atau
mendengar tulisan-tulisan dan kotbah Romo, sebagian besar darinya menyinggung
soal korupsi. Kenapa?
Romo : Salah satu masalah terbesar
bangsa kita adalah korupsi. Di negara ini korupsi sudah menjadi budaya, merasuk
ke semua sendi kehidupan. Masih ingat kan kasus korupsi
pengadaan Al Quran? Hal keagamaannya saja sudah dikorup.
Umat Apa hubungannya dengan
Gereja?
Romo : Gereja merupakan bagian dari
negara ini. Ingat kata-kata Mgr. Soegija, “100% Katolik, 100% Indonesia.”
Umat : Tapi, apakah Gereja juga
terlibat dalam korupsi? Bukankah Gereja itu kudus? Jadi, tak mungkin ada setan
di sana.
Romo : Sebelum saya menjawab itu, saya mau memberikan tafsiran bebas pernyataan Mgr. Soegija tadi. Dengan menjadi 100% Katolik, 100% Indonesia, maka masalah bangsa adalah juga masalah Gereja. Jika korupsi di negara sudah jadi budaya, maka demikian pula di Gereja. Kita adalah Gereja. Tapi Gereja itu kudus. Apakah Gereja, sebagai bagian dari bangsa, juga korup? Yesus pernah berkata kepada para rasul-Nya, “Kamu sudah bersih, hanya tidak semua.” (Yoh. 13: 10). Demikian juga Gereja. Tidak semua Gereja itu bersih. Masih ada koruptor di Gereja, baik yang dilakukan awan maupun imam.
Umat : Jadi, dengan membersihkan
Gereja dari penyakit korupsi, kita sudah berpartisipasi pada negara?
Romo : Yupz! Saya berpikir, dengan
bersih dari korupsi Gereja baru pas menyuarakan suara kenabian menentang
korupsi.
Umat : Apakah ada semacam
kontradiktif?
Romo : Semacam itu. Ironis. Gereja
mengkritik korupsi yang terjadi di negara, sementara korupsi yang ada di Gereja
semacam dibiarkan. Kita ibarat, apa yang dikatakan Yesus, melihat selumbar di
mata orang lain sementara balok di mata sendiri tidak (Mat 7: 3). Kita harus
berani bertindak seperti Paus Fransiskus. (Klik di sini dan
juga ke sini)
Umat : Dari mana kita memulai?
Romo : Gereja terkenal dengan garis
komando. Tak bisa dipungkiri. Karena menganut prinsip komando, ya mau tak mau
harus dari pimpinan. Untuk tingkat keuskupan ada pada uskup. Untuk tingkat paroki
ada di tangan pastor kepala paroki. Mereka-mereka inilah yang terlebih dahulu
bergerak dalam pemberantasan korupsi di Gereja. Orang lain sering tak digubris.
Pastor pembantu, sekalipun sering berteriak tentang transparansi, tapi jika
pastor kepalanya tidak mau, maka tidak akan terjadi transparansi.
Kita ambil contoh di Vatikan. Pimpinan
tertinggi di Vatikan adalah Bapa Paus. Ketika Paus Fransiskus menduduki takhta
St. Petrus, beliau langsung bergerak memberantas korupsi yang ada di Vatikan,
khususnya di Bank Vatikan, dengan mencanangkan transparansi. Hal ini terjadi
karena Bapa Paus memiliki rasa tanggung jawab moral. Sudah seharusnya uskup dan
para pastor kepala paroki juga demikian.
Sebagai pimpinan uskup harus mencanangkan
transparansi keuangan keuskupan. Sebagai pimpinan di paroki, pastor kepala
paroki harus mencanangkan transparansi keuangan paroki. Keuangan paroki jangan
hanya diketahui oleh pastor kepala paroki dan bendaharanya saja.
Umat : Kenapa masih saja ada
pastor kepala paroki yang selalu menolak transparansi keuangan? Ada pastor
paroki bahkan kepada rekan imamnya (pastor pembantu) saja tidak mau terbuka
soal laporan keuangan paroki. Tanda apa ini?
Romo : Transparansi keuangan
merupakan ungkapan pertangungjawaban moral. Selain itu, transparansi juga
merupakan salah satu sarana pencegahan korupsi. Kenapa ada pastor menolak
transparansi keuangan? Silahkan simpulkan sendiri.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar