Tentu kita pernah dengar pepatah ini, “Fitnah itu lebih kejam daripada
pembunuhan.” Ini mengandaikan bahwa kita sering mendengar kata ‘fitnah’ itu.
Tapi apakah kita sungguh tahu apa itu fitnah? Kriteria apa yang menyebabkan
sesuatu itu menjadi fitnah atau bukan? Fitnah itu ibarat berada di antara
kebenaran dan pembenaran.
Sebuah contoh. Yuni bercerita kalau si Toni itu membenci dirinya karena ia
tidak mau membantu Toni. Padahal selama ini Yuni sering membantu Toni. Hanya
waktu itu dia memang lagi tak bisa membantu Toni, karena dia harus pergi. Yang
membuat Yuni sedih adalah bahwa Toni menceritakan kepada orang-orang kalau
dirinya tidak berbudi. Toni menjelek-jelekkan dirinya. Sungguh sakit dikatakan
demikian.
Melihat cerita di atas sekilas kita menilai bahwa Toni sudah memfitnah
Yuni. Karena itu, wajar kalau kita membela Yuni dan menyalahkan Toni. Akan
tetapi, ketika kita mengonfirmasi cerita Yuni ke Toni, maka kita akan menemukan
cerita yang lain. Ternyata Toni tak pernah menjelek-jelekkan Yuni. Toni malah
menantang, “Tunjukkan satu orang saja yang pernah saya ceritakan tentang
kejelekan Yuni!” Dan ternyata memang tak ada satu orang pun yang pernah
mendengar cerita kejelekan Yuni dari mulut Toni.
Jadi, siapa yang memfitnah siapa?
Cerita lain. Lusi bercerita kepada Martha kalau Joko pindah kelas karena
wali kelas yang memindahkannya. Ini ia dengar sendiri. Waktu itu Joko bercerita
kepada Ramli bahwa dirinya dipindahkan karena ide wali kelas. Memang aneh si
Joko ini, demikian kata Lusi. Bisanya menjelek-jelekkan wali kelas. Padahal
wali kelas sama sekali tidak ada niat memindahkannya. Lagi pula wali
kelas kan tak punya kuasa untuk itu. Hanya Kepala Sekolah saja
yang punya kuasa memindahkan murid.
Dari cerita di atas ada kesan bahwa Joko telah memfitnah wali kelas. Karena
itu wajar kalau Martha lantas membela wali kelas dan membenci Joko. Lama
kebencian itu bersemanyam dalam diri Martha, sampai suatu hari ia bertemu
dengan Joko. Tanpa sadar ia menceritakan apa yang diceritakan Lusi kepadanya.
Joko tidak lantas membela panjang lebar. Dia hanya menyarankan Martha untuk
bertanya kepada Ramli apakah dirinya pernah bercerita bahwa kepindahannya itu
karena wali kelas.
Keesokan harinya Martha bertemu dengan Ramli. Dia langsung bertanya apakah
dirinya pernah ngobrol dengan Joko perihal kepindahannya.
Ramli hanya berkata bahwa dirinya sering bertemu dengan Joko. Sering juga ngobrol.
Tapi bercerita soal kepindahannya yang dikaitkan dengan wali kelas, sama sekali
tidak pernah. Joko hanya cerita soal kebingungan akan kepindahan dirinya,
karena dirinya punya banyak rencana untuk kelas itu. Karena ia pindah, ia tak
dapat lagi mewujudkan mimpinya untuk kelas itu.
Nah, siapa yang memfitnah siapa?
Dari dua cerita di atas dapatlah ditarik sebuah kesimpulan bahwa fitnah itu
berada di antara kebenaran dan pembenaran. Ia bisa menjadi terlihat sebagai
suatu kebenaran, tapi bisa juga sebagai pembenaran. Namun semuanya itu hanyalah
semu. Dalam cerita pertama awalnya kita melihat kebenaran ada pada Yuni; dan
dalam cerita kedua ada pada Lusi. Akhirnya, baik Yuni maupun Lusi adalah yang
salah. Justru merekalah yang penyebar fitnah. Kebenaran awal mereka bukanlah
kebenaran yang sebenarnya, melainkan sebuah pembenaran. Pembenaran itu bukanlah
sebuah kebenaran, tetapi seolah-olah kebenaran.
Kenapa akhirnya fitnah itu berpindah? Kenapa akhirnya pembenaran itu
diketahui bukanlah sebuah kebenaran, melainkan sebuah fitnah. Ini bisa terjadi
jika ada cross check atau konfirmasi. Tanpa konfirmasi
pembenaran tetap menjadi kebenaran. Konfirmasi akan membuka selubung fitnah
sehingga kita dapat mengetahui kebenaran. Seperti cerita di atas. Dengan
mengonfirmasikan cerita Yuni ke Toni, kita akhirnya tahu kebenaran. Karena
Martha mengonfirmasi cerita Lusi ke Joko, yang kemudian diteruskan kepada
Ramli, Martha akhirnya tahu kebenaran.
Satu kesimpulan yang dapat ditarik di sini adalah, jangan mudah percaya
begitu saja pada omongan orang. Sekalipun orang itu menarik dan terkesan baik
serta punya jabatan religius, omongannya jangan ditelan begitu saja tanpa
adanya konfirmasi; apalagi bila omongan itu berbau fitnah. Jangan sampai kita
termakan oleh omongannya sehingga kita pun terlibat dalam pemvonisan orang lain
yang mungkin sebenarnya tidak bersalah.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar