Membaca
Kitab-kitab Injil sambil berharap atau bahkan berupaya memperlihatkan bahwa
Yesus tidak disalibkan atau disalibkan tetapi tidak mati karena penyaliban itu, sudah sangat pasti merupakan
suatu kesalahan pembacaan yang sangat serius. Keempat Injil kanonik (Matius,
Markus, Lukas dan Yohanes) sepakat bahwa Yesus menderita dan disalibkan pada
masa pemerintahan Pontius Pilatus. Bahkan tidak sedikit sarjana yang percaya
bahwa penekanan utama dalam penulisan Kitab-kitab Injil adalah peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada minggu terakhir kehidupan Yesus di bumi sebagai kulminasi
(puncak) pelayanan-Nya.
Menariknya,
historitas penyaliban Yesus bukan hanya tercantum dalam sumber-sumber dari lingkungan
Kristen abad pertama. Beberapa tulisan sejarah kuno dari para penulis non
kristen pun mengonfirmasi fakta penyaliban Yesus. Tulisan ini dimaksudkan untuk
mencantumkan kutipan dari sumber-sumber sejarah non kristen tersebut dan
memperlihatkan tanggapan para sarjana – bahkan para sarjana yang tidak simpatik
terhadap kekristenan ortodoks sekalipun – mengenai sumber-sumber tersebut.
Sebuah “Ramalan” dalam Tulisan Thallos
Sebelum
menyimak sejumlah catatan historis kuno mengenai pernyaliban Yesus, adalah
menarik kalau kita memperhatikan sebuah tulisan kuno (ditulis ± 55 sM) dari
seorang sejarahwan Yunani bernama Thallos. Kita memang sudah tidak lagi
memiliki salinan dari tulisan Thallos. Namun, dalam tulisan dari seorang
sejarahwan bernama Sextus Julius Africanus (± 160 M – 240 M), terdapat kutipan
dari tulisan Thallos yang relevan untuk diperhatikan. Africanus menulis sebuah
buku sejarah berjudul History of the
World (ditulis ± 220 M) yang juga sudah tidak kita miliki lagi salinannya
saat ini. Namun salah satu kutipan dari Thallos dalam buku Africanus yang
dikutip oleh sejarahwan Byzantine, Gregorius
Syncellus dalam tulisannya yang berjudul Chronicles (ditulis ± 800). Syncellus mencatat bahwa ketika
Africanus menulis mengenai “kegelapan” yang terjadi pada peristiwa penyaliban
Yesus, Africanus mengomentari tulisan Thallos, demikian:
“In the third (book) of his
histories, Thallos calls this darkness an eclipse of the sun, which seems to me
to be wrong” (dikutip dalam: Robert E. van Voorst, Jesus Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient
Evidence [Grand Rapids, Michigan: Eerdmans, 2008], 20)
Africanus menganggap Thallos
salah karena baginya “kegelapan” itu merupakan keajaiban yang “... induced by
God” (kutipan ini terdapat dalam van Voorst, Jesus Outside the New Testament:
An Introduction to the Ancient Evidence, 21). Van Voorst kemudian
menyatakan bahwa meskipun Thallos sendiri tidak melihat “kegelapan” yang
diramalkannya merujuk kepada peristiwa di sekitar penyaliban Yesus, namun bagi
Africanus apa yang tidak dilihat Thallos tidak dapat disimpulkan seakan-akan
tidak perlu dihubungkan dengan tanda ajaib, yaitu kegelapan yang terjadi
tatkala Yesus mati di atas salib (van Voorst, Jesus Outside the New Testament:
An Introduction to the Ancient Evidence, 21).
Africanus adalah seorang
sejarahwan kristen abad kedua yang mungkin tidak terlalu menarik simpati bagi
mereka yang non kristen mengenai historitas penyaliban Yesus. Namun berikut
ini, kita akan melihat sejumlah catatan sejarah dari para penulis non kristen
mulai dari abad pertama Masehi dan seterusnya yang berisi rujukan mengenai penyaliban
dan kematian Yesus di atas salib.
Penyaliban
Yesus: Sumber-sumber Sejarah Kuno Non-Kristen
Beberapa sumber sejarah kuno
non kristen yang akan dirujuk di bawah ini memberikan informasi implisit dan
eksplisit mengenai fakta sejarah penyaliban Yesus.
1.
Tacitus (± 56 M – 107 M)
Tacitus adalah seorang
sejarahwan Romawi yang menyebutkan mengenai penyaliban Yesus tatkala ia menulis
tentang peristiwa kebakaran di Kota Roma yang diinisiasi oleh Nero dalam rangka
mengkambing-hitamkan orang-orang kristen pada waktu itu. Dalam Annals yang ditulis kira-kira pada awal
abad kedua Masehi – sebuah tulisan yang mencakup peristiwa-peristiwa sejarah
pada tahun 14 M – 68 M, Tacitus menyatakan,
“... Nero fastened the guilt
and inflicted the most exquisite tortures on a class hated for their
abominations, called Christians by the populace. Christus, from whom the name had
its origin, suffared the extreme penalty under the reign of Tiberius at the
hands of one of our procurators, Pontius Pilate, ...” (Tacitus, Complete Works of Tacitus, ed. Moses
Hadas, trans. Alfred John Chruch and William Jackson Brodribb [New York: Random
House, Inc., 1942], 380 – huruf tebal-miring pada kutipan ini dari saya sebagai
penekanan).
Istilah “extreme penalty”
pada tulisan Tacitus di atas sulit dipahami merujuk kepada metode hukuman yang
lain selain penyaliban, mengingat adanya rujukan eksplisit bahwa hukuman itu
terjadi di bawah tanggung jawab prokurator Pontius Pilatus.
Dalam sebuah terjemahan lain
dari Annals, dinyatakan:
“Nero created scapegoats and
subjected to the most refined tortures those whom the common people called ’Christians’
[a group] hated for their abominable crimes. Their name comes from Christ, who
during the reign of Tiberius, had been executed by the procurator Pontius
Pilate” (Annals 15.44; dikutip dalam Andreas L. Quarles, The Craddle, the Cross, and the Crown: An
Introduction to the New Testament [Nashville, Tennesse: P&H Publishing
Group, 2009], 109).
Dalam bahasa Latinnya,
kalimat yang dimiring-tebalkan di atas berbunyi demikian: “Auctor nominis eius Christus Tiberio imperitante per procuratorem
Pontium Pilatum supplicio advectus erat” (dikutip dari van Voorst, Jesus
Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient Evidence, 41-
42).
Informasi historis mengenai
penyaliban Yesus dalam Annals di atas
tidak mungkin bisa dituduh sebagai interpolasi (sisipan) pihak kristen karena
semua manuskrip (salinan) dari Annals
memuat informasi di atas (Kostenberger, Kellum, and Quarles, The Craddle, the Cross, and the Crown, 110).
2.
Mar bar Serapion (± 73 M)
Mar bar Serapion (ada juga
yang mengejanya: Mar bar Sarapion) adalah seorang fisuf Stoiksisme yang berasal
dari Siria yang pada waktu itu merupakan salah satu provinsi Romawi. Kira-kira
pada tahun 73 M, ia menulis surat dalam bahasa Siria kepada puteranya yang juga
bernama Serapion (manuskrip surat ini sekarang tersimpan di British Museum).
Dalam surat ini ia membandingkan Sokrates, Phitagoras dan Yesus yang mengalami
perlakuan tidak adil dari orang-orang sejaman mereka, namun Tuhan menimpakan
malapetaka sebagai balasan atas perbuatan tersebut. Ia menulis:
“What advantage did the
Athenians gain by murdering Socrates, for which they were repaid with famine
and pestilence? Or the people of Samos by the burning of Pythagoras, became
their country was completely covered in sand in just one hour? Or
the Jews (by killing) their wise king,
because their kongdom was taken away at that very time? God justly repaid the wisdom of these three
men: the Athenians died of famine; the Samians were completely overwhelmed by
the sea; and the Jews, desolate and driven from their own kingdom, are
scattered through every nation. Socrates is not dead, because of Plato; neither
is Pythagoras, because of the statue of Juno; nor is the wise king, because of
the new laws he laid down” (dikutip dari van Voorst, Jesus Outside the New Testament:
An Introduction to the Ancient Evidence, 54, -- huruf miring-tebal dari
saya sebagai penekanan).
Dalam sebuah terjemahan
lain, kutipan dari Mar bar Serapion mengenai Yesus, berbunyi demikian:
“For what advantage did ...
the Jews gain the death of their wise king” ... nor did the wise king die for
good;
he lived on in the teaching he had given” (dikutip dalam Kostenberger,
Kellum, and Quarles, The Craddle, the
Cross, and the Crown, 110 – huruf tebal-miring dari saya sebagai
penekanan).
Mar bar Serapion memang tidak
menyebut nama Yesus secara eksplisit. Ia hanya menggunakan istilah “the wise
king”. Tetapi, dalam konteks suratnya terdapat deskripsi mengenai penganiayaan
terhadap “the wise king” hingga mati yang terjadi sebelum kehancuran Yerusalem
dan Bait Suci pada tahun 70 M. Sulit, bahkan hampir mustahil untuk menemukan
referensi kepada pribadi lain selain Yesus dalam konteks ini. Argumen-argumen
yang memperkuat kesimpulan bahwa Mar bar Serapion merujuk kepada Yesus dalam
kutipan di atas, dapat dibaca dalam van Voorst, Jesus Outside the New Testament:
An Introduction to the Ancient Evidence, 54 – 55. Van Voorst menyimpulkan,
“... Jesus is doubtless the one meant by ‘wise king’” (p. 54).
3.
Flavius Josephus
Josephus adalah seorang
sejarahwan Yahudi abad pertama yang dalam tulisannya The Antiquities of the Jews (ditulis sekitar tahun 93 M)
menyebutkan mengenai Yesus sebanyak dua kali. Dalam Antiquities 20.200, Josephus menulis tentang Yakobus “the brother
of Jesus, the so-called Christ”. Sebelumnya, Josephus sudah berbicara mengenai
Yesus dan bisa dianggap sebagai bukti historis yang paling eksplisit baik dalam
hal menyebutkan nama Yesus maupun dalam hal menyebutkan jenis hukumannya,
penyaliban. Josephus menulis:
Now there was about this
time Jesus, a wise man, ...He drew aver to him both
many of the Jews and many of the Gentiles ... And when Pilate, at the
suggestions of the principal men amongst us, had condemned him to the cross ...
(Antiquities 18.3:3 – huruf tebal-miring dari saya sebagai penekanan).
Bagian yang dikutip di atas
biasanya disebut juga Testimonium
Flavianum. Tidak seluruh bagian dari Testiminium
Flavianum dianggap original oleh mayoritas ahli. Bagian-bagian yang
diragukan originalitasnya itulah yang tidak disertakan dalam kutipan di atas,
namun digantikan dengan [...]. Tetapi, para pakar Perjanjian Baru maupun pakar
sejarah kuno tidak meragukan keaslian informasi sejarah dari Josephus bahwa
Yesus disalibkan dan mati oleh Pontius Pilatus dalam kutipan di atas.
4.
Lucianus dari Samosata (±115 – 200 M)
Lucianus dari Samosata seorang
satiris Yunani yang sangat terkenal pada abad kedua masehi. Dalam tulisannya
yang berjudul The Death of Peregrinus (ditulis
± 165 M), ia menggambarkan tentang Peregrinus seorang yang terkenal pada abad
kedua masehi yang bertobat menjadi pengikut Kristus. Dalam tulisan tersebut terdapat
lontaran mengenai Yesus sebagai seorang Sophis yang disalibkan:
“During this period
[Peregrinus] associated himself with the priests and scribes of the
christiansin Palestine, and learned their astonishing wisdom. Of course, in a
short time he made them look like children; he was their prophet, leader, head
of the synagogue, and everything, all by himself. He explained and commented on
some of their sacred writings, and even wrote some himself. They looked up to
him as a god, made him their lawgiver, and chose him as the afficial patron of
their group, or at least the vice – patron. He was second only to
that one whom they still worship today, the man in Palestine who was crucified
because he brought this new form of initiation in to the world”
(dikutip dari van Voorst, Jesus Outside the New Testament: An Introduction to
the Ancient Evidence, 59, -- huruf miring-tebal dari saya sebagai
penekanan).
Selanjutnya Lucianus
menggambarkan pemenjaraan Peregrinus dan orang-orang kristen lainnya datang
mengunjunginya sambil membawa makanan dan uang baginya. Lucianus menjelaskan mengapa
mereka berbuat demikian:
“Having convinced themselves
that they are immortal and will live forever, the poor wretches despise death
and most willingly give themselves to it. Moreover, that first lawgiver of
theirs persuaded them that they are all brothers the moment they transgress and
deny the Greek gods and begin worshipping that crucified sophist and
living by his laws” (dikutip dari van Voorst, Jesus Outside the New Testament:
An Introduction to the Ancient Evidence, 59, -- huruf miring-tebal dari
saya sebagai penekanan).
5.
Talmud Babilonia
Talmud Babilonia (Babilonian Talmud) berisi kumpulan
tradisi-tradisi oral Yahudi yang dikumpulkan mulai dari tahun 70 M – 500 M.
Periode pertama dari kompilasi ini terjadi pada rentang waktu tahun 70 – 200 M.
Dalam salah satu bagiannya,
Talmud Babilonia merujuk kepada “digantung” (hanged) – penyalibab Yesus – yang terdapat dalam Lukas 23: 39 dan
Galatia 3: 13.
On the eve of the
PassoverYeshuwas hanged. For
forty days before the execution took place, a herald went forth and cried, ‘He
is going forth to be stoned because he has practised sorcery and enticed Israel
toapostasy. Anyone who can say anuthing in his favour, let him come forward and
plead on his behalf.’ But since nothing was
brought forward in his favour he was hanged on the eve of the Passover!
(b. Sanherdin 43a; -- huruf miring-tebal dari saya sebagai penekanan).
Perlu dicatat bahwa ada
perdebatan mengenai siapakah yang dimaksud dengan “Yeshu” dalam bagian di atas.
Meski demikian mayoritas sarjana percaya bahwa sangat sulit untuk tidak
menganggap “Yeshu” merujuk kepada Yesus. Van Voorst berargumen bahwa konteks di
sekitar b.sanherdin 43a mengharuskan
kita percaya bahwa yang dimaksudkan dengan “Yeshu” adalah Yesus (van Voorst, Jesus
Outside the New Testament: An Introduction to the Ancient Evidence, 117
– 119; bdk. Peter Schaffer, Jesus in the
Talmud [Princeton: Princeton University Press, 2007] ch. 6 dan appendix).
Pendapat
Para Pakar Studi Sejarah mengenai Penyalibab Yesus
Terhadap sejumlah catatan
sejarah mengenai penyaliban Yesus di atas, berikut ini akan dicantumkan pendapat
dari sejumlah pakar studi sejarah kuno mengenai catatan-catatan sejarah
tersebut. Para pakar yang pandangannya akan dikutip atau di-para-frase-kan di
bawah ini tidak seluruhnya berasal dari lingkungan kekristenan ortodoks.
Profesor James D.G. Dunn,
pakar PB dan studi Yesus Sejarah, dalam bukunya yang berjudul Jesus Remembered (Grand Rapids,
Michigan: Eerdmans, 2003), 339, menulis:
“Two facts in the life of
Jesus command almost universal assent. They bracket the three years for which
Jesus is most remembered, his life’s work, his mission. One is Jesus’ baptism
by John. The other is his death by crucifixion.”
Craig L. Blomberg adalah
profesor PB dan studi mengenai kehandalan historis Kitab-kitab Injil. Blomberg
fokus untuk memperlihatkan ketidakmungkinan terjadinya rekayasa historis di
balik pengisahan mengenai penyaliban dan kematian Yesus di salib dalam
Kitab-kitab Injil. Argumen Blomberg dikemukakan berdasarkan sebuah kriteria
otentisitas dalam studi sejarah, yaitu “kriteria ‘rasa malu’” sebagai berikut:
“The whole picture of
subsequent abuse – mockery, flogging, and crucifixion, culminating in the cry
of divine abandonment – is far too humiliating for early Christians to have
invented, especially without significant Jewish precedent for a crucified
Messiah” (Jesus and the Gospels
[Leicester: Apolos, 2002], 350).
Profesor Bart D. Ehrman,
adalah ahli kritik tekstual PB (NT
Textual Criticism) dan juga pakar studi sejarah abad pertama. Perlu dicatat
bahwa Ehrman sangat skeptis terhadap kehandalan PB dan bahkan menolak sama
sekali doktrin-doktrin penting dalam iman kristen. Namun sebagai sejarahwan, ia
mengakui bahwa penyaliban Yesus tidak mungkin merupakan sebuah rekayasa,
sebagaimana yang terdapat dalam kutipan berikut:
“Christians who wanted to
proclaim Jesus as messiah would not have invented the nation that he was
crucified because his crucifixion created such a scandal” (The New Testament: A Historical Introduction to the Early Christian
Writings [2nd edition; New York: Oxford University Press, 2000], 205).
Selanjutnya Ehrman menulis,
“The most certain element of the
tradition about Jesus is that he was crucified on the orders of the
Roman prefect of Judea, Pontius Pilate. The crucifixion is independently
attested in a wide array of sources and is not the sort of thing that believers
would want to make up about the person proclaimed to be the powerful Son of God”
(The New Testament: A Historical
Introduction to the Early Christian Writings, 233 – huruf tebal-miring dari
saya sebagai penekanan).
Reza Aslan mengaku telah
melakukan studi mengenai Yesus sejarah selama kurang lebih 20 tahun (2 dekade),
kemudian menuangkan hasil studi tersebut dalam sebuah buku berjudul, Zelot: The Life and Times of Jesus of
Nazareth (New York: Random House, 2013). Aslan adalah seorang mantan
kristen yang beralih menganut islam dan saat menulis buku ini (dipublikasikan
pada bulan Juli 2013), Aslan masih menganut islam. Mengenai Yesus sejarah,
Aslan menulis demikian:
In the end, there are only
two hard historical facts about Jesus of Nazareth upon which we can confidently
rely: the first is that Jesus was a Jew who led a popular Jewish movement in
Palestine at the beginning of the century C.E.; the second is that Rome
crucified him for doing so” (Zelot:
The Life and Times of Jesus of Nazareth, 19; -- huruf tebal-miring dari
saya sebagai penekanan).
Kita dapat menambahkan
nama-nama para pakar dengan komentar-komentar mereka yang mendukung
historisitas penyaliban dan kematian Yesus di salib. Namun kira beberapa nama
di atas sudah cukup representatif. Ada pakar dari kalangan kristen konservatif
(Blomberg), dari kalnagan kristen yang tidak konservatif (Dunn), dari kalangan
agnostik (Ehrman), dan dari kalangan islam (Aslan).
Penutup
Banyak orang meragukan
kehandalan historis Perjanjian Baru. Tetapi dari kalangan orang-orang yang
skeptis itu, tidak sedikit di antara mereka (dan perlu dicatat, mereka yang dimaksudkan
di sini adalah orang-orang yang benar-benar pakar dalam bidang sejarah
kekristenan) yang mengakui bahwa ada bagian-bagian tertentu dalam PB yang tidak
dapat disangkal historisitasnya, yaitu penyaliban Yesus yang mengakibatkan
kematian-Nya. Mereka tidak simpatik terhadap kekristenan. Mereka hanya tidak dapat menutup mata untuk mengabaikan bukti-bukti
sejarah, baik dari kalangan kristen maupun non kristen abad-abad pertama
yang memberikan kesaksian implisit dan eksplisit bahwa Yesus memang disalibkan
dan mati karena penyaliban tersebut.
Anda boleh tidak percaya
akan fakta sejarah penyaliban Yesus. Anda juga boleh memberikan klaim yang
persis bertentangan dengan fakta tersebut. Tetapi, ada begitu banyak bukti
sejarah yang bisa dirujuk, baik dari kalangan kristen maupun non kristen, yang
memperkuat peristiwa penyaliban Yesus dan kematian-Nya pada penyaliban tersebut
sebagai fakta sejarah. Dan jika
klaim yang bertentangan itu tidak harmonis dengan kesaksian-kesaksian sejarah
masa lampau, maka hanya ada satu pilihan label untuk klaim tersebut: fantasi sejarah!
Secara pribadi, kami memilih
untuk percaya pada fakta sejarah ketimbang menipu diri sambil berfantasi dengan
menerima klaim apa pun yang tidak koresponden dengan fakta sejarah itu. Bagaimana
dengan Anda?
oleh: Nararya, Sumber-sumber Sejarah Kuno non-Kristen mengenai Penyaliban Yesus (dengan sedikit pengeditan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar