Kamis, 12 Maret 2020

PAUS FRANSISKUS: OBAT MELAWAN HATI YANG KERAS ADALAH INGATAN


Dalam himili misa pagi, 18 Februari 2020, di Casa Santa Martha di Vatkan, Paus Fransiskus mengajak umat kristiani untuk tidak melupakan rahmat keselamatan yang membuat hati tulus dan mampu berbelas kasihan. “Obat melawan hati yang keras adalah ingatan,” demikian ujar Paus Fransiskus.
Homili itu berdasarkan bacaan Injil Markus hari itu tentang para murid yang khawatir akan kekurangan roti di perahu bersama Yesus. Mereka lebih peduli pada barang material, maka Yesus menegur mereka karena hati mereka keras dan tidakbisa mengerti. “Kamu mempunyai mata, tidakkah kamu melihat, kamu mempunyai telinga, tidakkah kamu mendengar?” tanya Yesus kepada mereka, seraya mengingatkan mereka tentang penggandaan lima roti untuk memberi makan lima ribu orang, serta beberapa bakul penuh potongan roti yuang tersisa.
Dalam episode ini Paus Fransiskus menunjuk pada perbedaan antara “hati yang keras” seperti hati para murid, dan “hati yangberbelas kasih” seperti yang dimiliki Tuhan. Belas kasih adalah yang Tuhan inginkan dalam diri kita. “Belas kasihanlah yang aku inginkan, bukan pengorbanan.” Hati tanpa belas kasihan, kata Paus Fransiskus, adalah hati berhala.

Berbicara tentang empat kelompok ideologis pada zaman Yesus – orang Farisi, Saduki, Essene dan Zelot – Paus Fransiskus mengatakan bahwa mereka telah mengeraskan hati mereka untuk melaksanakan proyek yang bukan milik Allah, karena di situ tidak ada tempat untuk kasih sayang. Namun untuk melawan hati yang keras ini ada obatnya, yakni ingatan. Inilah sebabnya dalam Injil hariini dan dalam banyak bab Alkitab lainnya, ada kumandang perlunya daya ingat yang menyelamatkan, rahmat yang perlu diminta dia “membuat hati tetap terbuka dan setia,” tegas Paus Fransiskus.
“Ketika hati mengeras, seseorang lupa akan rahmat keselamatan,” tambah Paus Fransiskus. Hati yang keras menyebabkan pertengkaran, perang, keegoisan dan kehancuran saudara dan saudari karena tidak ada belas kasihan. Pesan keselamatan yang terbesar adalah bahwa Allah telah berbelas kasih kepada kita. Dan Injil sering mengulangi bahwa Yesus memiliki belas kasih merlihat seseorang atau situasi yang menyakitkan. “Yesus adalah belas kasihan Bapa,” jelas Paus Fransiskus. “Yesus adalah tamparan untuk setiap hati yang keras.”
Oleh karena itu, Paus Fransiskus menggaris-bawahi perlunya meminta rahmat memiliki hati yang tidak keras dan penuh ideologi, tetapi “terbuka dan berbelas kasih” menghadapi apa yang terjadi di dunia. sehingga dengan demikian kita akan dihakimi pada Penghakiman Terakhir bukan oleh gagasan-gagasan atau ideologi-ideologi kita.
“Saya lapar, engkau memberi saya makan; saya di penjara, engkau datang mengunjungi saya; saya menderita dan engkau menghibur saya,” urai Paus Fransiskus mengutip apa yang tertulis dalam Injil. “Inilah belas kasihan, ini bukan hati yang keras,” imbuh Paus Fransiskus. Kerendahan hati, ingatan akan kara-akar kita dan keselamatan kita akan membantu kita untuk tetap seperti itu.
Kita masing-masing punya sesuatu yang telah mengeras di dalam hati kita. “Mari kita ingat dan biarlah Tuhan yang memberi kita hati yang saleh dan tulus dimana Tuhan tinggal. Tuhan tidak dapat memasuki hati yang keras dan ideologis. Dia memasuki hati yang seperti hati-Nya: terbuka dan berbelas kasih,” pungkas Paus Fransiskus.
diambil dari Pena Katolik

Tidak ada komentar:

Posting Komentar