Manusia adalah makhluk
sosial. Kesosialannya membuat setiap orang hidup berdampingan dengan orang
lain. Dari akar katanya, sosial berarti teman. Karena itulah, sebagai makhluk
sosial, setiap manusia selalu menjalin relasi dengan orang lain. Setidaknya ada
3 makna dari relasi pertemanan ini, yaitu teman dalam arti biasa, pacar dan
pasangan hidup (suami atau isteri).
Dalam tulisan ini, kata “pasangan” lebih digunakan untuk
menggambarkan relasi suami – isteri. Akan tetapi, kata ini bisa juga diterapkan
dalam relasi apapun. Jadi, kata “pasangan” bisa juga dimaknai sebagai teman
(kawan atau sahabat) atau pacar (kekasih).
Harus disadari bahwa tidak semua relasi manusia itu sehat. Ada
relasi yang bisa dianggap sehat bagi masing-masing pasangan, yang kemungkinan
bisa bertahan lama, namun ada juga relasi tidak sehat yang bisa saja kandas di
tengah jalan. Putra Sirakh berkata, “Ada kawan yang menggunakan teman selama ia
dalam kesukaan, tetapi di kala kesukaran berubah menjadi lawan. Ada kawan yang
membantu temannya untuk keuntungan sendiri, dan waktu menghadap pertempuran
mengambil perisai.” (Sir 37: 4 – 5).
Sehat atau tidaknya relasi sebenarnya bisa dibina dan diciptakan
dalam semua hubungan asalkan masing-masing pasangan mempunyai keinginan yang
sama dalam membina hubungan jangka panjang. Hubungan yang sehat adalah berbagi
tujuan bersama.
Dengan kata lain, hubungan
sehat membuat tiap pribadi berkembang bersama. Berikut ini beberapa
karakteristik yang akan memberi kita petunjuk relasi yang sehat.
1. Menjaga hubungan emosional yang bermakna satu sama lain
Tiap-tiap orang membuat
pasangannya merasa dicintai dan dipenuhi secara emosional. Ada perbedaan antara
dicintai dan mencintai. Ketika merasa dicintai, itu membuat kita merasa
diterima dan dihargai oleh pasangan sebagai diri sendiri. Salah satu perintah utama
Yesus adalah “supaya kamu saling mengasihi.” (Yoh. 15: 12; bdk. Yoh. 13: 34).
Beberapa hubungan terjebak
dalam koeksistensi damai. Tetapi tanpa pasangan benar-benar berhubungan satu
sama lain secara emosional, maka relasi hanya terlihat baik di permukaan saja.
Kurangnya keterlibatan dan relasi emosional hanya akan menambah jarak antara
dua orang.
2. Tidak takut akan ketidak-sepakatan dan menghormati pasangan
Beberapa pasangan berbicara
dengan diam-diam, sementara yang lain mungkin mengangkat suara mereka dan
sangat tidak setuju. Namun kunci dalam hubungan yang kuat adalah tidak takut
akan konflik. Kita perlu merasa aman untuk mengekspresikan hal-hal yang
menggangu tanpa takut pembalasan, dan dapat menyelesaikan konflik tanpa
penghinaan, degradasi atau bersikeras untuk menjadi benar. Rasul Paulus
menasehati kita, “Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa;
janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu.” (Ef 4: 26).
3. Menjaga relasi dan minat tetap hidup
Terlepas dari klaim romantis
atau film, tidak ada orang yang dapat memenuhi semua kebutuhan. Bahkan berharap
terlalu banyak dari pasangan dapat memberikan tekanan yang tidak sehat pada
suatu hubungan. Rasul Paulus menasehati kita, “Janganlah kamu memikirkan
hal-hal yang lebih tinggi dari pada yang patut kamu pikirkan, tetapi hendaklah
kamu berpikir begitu rupa sehingga kamu menguasai diri menurut ukuran iman yang
dikaruniakan Allah kepada kamu masing-masing.” (Rom 12: 3; bdk. Rom 12: 16).
Untuk merangsang dan memperkaya relasi romantis, penting untuk mempertahankan
identitas sendiri di luar hubungan, menjaga koneksi dengan keluarga dan teman,
dan mempertahankan hobi dan minat.
4. Berkomunikasi secara terbuka dan jujur
Komunikasi yang baik adalah
bagian penting dari relasi apa pun. Indikasi komunikasi yang baik adalah adanya
keterbukaan dan kejujuran. Penulis Kitab Amsal mengatakan bahwa orang yang
berbicara jujur dikasihi Allah (Ams 16: 13; bdk. Mzm 140: 13). Ketika kedua
orang tahu apa yang mereka inginkan dari relasi dan merasa nyaman
mengekspresikan kebutuhan, ketakutan dan keinginan mereka, itu dapat
meningkatkan kepercayaan dan memperkuat ikatan di antara kita.
DEMIKIANLAH 4 kiat membangun
relasi yang sehat dengan pasangan, baik sebagai teman, pacar maupun suami dan isteri.
Keempat kiat ini harus bersifat timbal-balik atau dialogal. Jika hanya bersifat
satu arah, maka tetap saja relasi yang sehat tidak terbangun.
diolah kembali dari Tempo MSN
Tidak ada komentar:
Posting Komentar