Ketika
baptis, orangtua sering menambahkan nama baru pada anak, meski sebelumnya anak
sudah punya nama. Dan biasanya nama itu diambil dari nama orang kudus. Ketika
anak sekolah, orangtua mendaftarkan anaknya lengkap dengan nama baptis itu. Inilah
pangkal kekacauan administrasi yang menyulitkan di kemudian hari.
Bagaimana
hal ini diatasi? Pertama-tama orang harus paham bahwa orang katolik harus
memberikan nama anaknya nama yang tak
asing dari citarasa kristiani (kan. 855). Ini menjadi nama baptisnya, meski
tidak harus diberikan waktu pembaptisan. Apa maksud citarasa kristiani?
Nama
dengan citarasa kristiani mengandung tiga hal: (1) nama tokoh dalam Kitab
Suci, baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru (Adam, atau Yakob,
Samuel, Musa, Ruth, Sarah, Yeremia, Elia, Hana, Onesimus, Zakheus). Yang
penting nama yang diambil selalu memiliki peran positip, karena kesan positip
itu diharapkan berpengaruh kepada mereka yang menyandang nama tersebut; (2) nama
tokoh orang kudus Gereja (Agustinus, Fransiskus, Agnes, Maria, Yosef, dll);
dan (3) nama yang mengandung nilai-nilai atau unsur bernuansa kristiani
(Via Dolorosa, Rosa Mistika, Firdaus,
Immanuel, Asumpta, Imakulata, Fatima, Gloria, Hosana, Adoramus, Natal, Paskah,
Adven, Cinta, Kasih, Yesus, Maranatha, Firman, Effata, Wahyu, Wicaksana,
Waskita, Gusti, Agung, Arif, dll).
Kapan
baiknya nama itu diberikan pada anak? Nama dengan citarasa kristiani itu
hendaknya diberikan pada waktu lahir. Karena itu, orangtua harus sudah
mempersiapkan nama itu jauh-jauh hari. Ada beberapa metode pemilihan nama:
1.
Sesuai
dengan hari kelahiran. Nama anak diambil dari nama orang kudus
yang diperingati persis pada hari kelahiran anak. Untuk itu, suami istari harus
punya kelender gerejawi atau buku santo-santa. Jika dalam tanggal itu ada
beberapa nama orang kudus, pilihlah yang paling berkesan.
2.
Sesuai
dengan niat dan kebutuhan suami istri. Mungkin ada suami istri
yang berniat punya 3 anak. Tiga anak ini bisa saja didedikasikan kepada
Malaikat Agung: Gabriel, Mikael dan Rafael. Tiga nama ini dapat menyesuaikan
dengan jenis kelamin anak. Misalnya, Gabriella, Mikaela dan Rafaela untuk anak
perempuan. Atau mungkin ingin punya 4 anak, karena mau didedikasikan kepada
keempat penulis Injil: Matius, Markus, Lukas dan Yohanes.
3.
Sesuai
dengan devosi atau kecintaan orangtua. Mungkin ada suami atau
istri yang punya devosi atau kecintaan pada salah satu tokoh orang kudus
tertentu. Misalnya, suami atau istri punya devosi khusus pada Bunda Maria.
Maka, nama anak-anaknya bisa saja tak jauh dari unsur Maria. Anak cowok bisa
dinamaka Mario. Cewek bisa macam-macam, seperti Maria Imakulata, Maria Asumpta,
Maria Dolorosa atau Maria Fatima. Contoh lain, ada keluarga, dimana sang suami
dulu pernah menjadi bagian dari Ordo Fransiskan. Karena cintanya pada
fransiskan, nama-nama anaknya tak jauh dari orang kudus dari Ordo Fransiskan.
4.
Sesuai
dengan peristiwa tertentu. Seorang ibu hamil, ketika mengikuti misa
kudus, janinnya bergerak-gerak waktu lagu kemuliaan. Orangtua bisa menamai
anaknya Gloria. Jika anak lahir pada
masa adven, maka anak bisa diberi nama Adven atau Advenia untuk cewek. Atau
anak lahir tepat jam 12.00 atau 06.00/18.00, yang dalam tradisi Gereja dikenal
saat doa angelus, maka anak bisa diberi nama Angelus (Angelika, untuk
anak cewek) atau Regina Ceali (jika
lahir pada masa paskah).
5.
Sesuai
dengan nama idola tokoh tertentu yang beragama katolik.
Mungkin suami isteri punya tokoh idola tertentu, misalnya, imam, artis, pemain
olah raga, dll. Nama tokoh idola itulah yang dijadikan nama anaknya. Perlu
dipahami keteladanan untuk anak bukan saja diambil dari keteladanan tokoh idola
itu saja, tetapi juga dari nama yang disandangnya. Sebagai contoh, ada pasutri
mengidolakan Rm. Agustinus Wibisono, bukan hanya karena telah memberkati
mereka, tapi juga terkesan dengan kepribadiannya. Anak mereka kelak akan diberi
nama Agustinus, dan teladan yang
diambil bukan saja dari teladan pator itu saja melainkan juga dari Santo
Agustinus.
Bandung,
28 Juli 2018
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar