Agak miris mendengar berita
orang katolik meninggalkan imannya karena pernikahan campur. Memang menikah
adalah hak setiap orang. Setiap pribadi punya hak untuk menikah dengan siapa
saja. Ada sesuatu yang ideal bahwa pernikahan itu terjadi di antara orang-orang
seiman. Namun kita tak bisa menutup mata akan terjadinya perjumpaan antar
manusia yang beda keyakinan. Perjumpaan itu dapat berakhir pada pernikahan.
Ketika masih pacaran, awalnya
masing-masing pihak kukuh pada keyakinannya. Namun entah bagaimana, seringkali
pihak katolik mudah mengalah dan akhirnya mengikuti kemauan pasangannya. Mereka dengan mudah meninggalkan imannya yang sudah didapatnya sejak kecil. Semangat militan untuk mempertahankan kekatolikan sangat lemah, ditambah
minimnya pengetahuan akan iman katolik.
Padahal, terkait dengan
perkawinan campur, hanya Gereja Katolik saja yang memberikan solusi bijak,
yaitu menghormati keyakinan iman pasangan yang bukan katolik. Bentuk hormat itu
terlihat dari tidak memaksakan pihak non katolik untuk masuk katolik. Gereja
melarang kita untuk memaksa orang masuk katolik karena pernikahan. Semangat ini
sejalan dengan semangat Kristus dan Para Rasul yang tertuang dalam dokumen Dignitatis Humanae. Dengan menikah di
Gereja Katolik, pihak yang non katolik tidak harus masuk katolik. Hal ini berbeda dengan agama lain, yang
meminta pihak lain harus ikut keyakinannya.
Oleh karena itu, kaum muda
katolik hendaknya menggunakan solusi yang ada dalam Gereja Katolik. Jangan
tinggalkan Gereja dan Kristus hanya demi pernikahan. Menikahlah secara katolik, karena dengan demikian masing-masing pihak akan tetap dengan imannya. Tinggal bagaimana membangun sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan yang ada.
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar