Setelah mengadakan sidang
dan musyawarah antara ulama, Majelis Ulama Indonesia (MUI), pada 11 Oktober
2016, mengeluarkan fatwa terkait dengan pernyataan Basuki Tjahaya Purnama, atau
biasa disapa Ahok, terhadap Al Quran surah Al Maidah ayat 51. Dalam fatwa itu
MUI menyatakan bahwa Ahok telah melakukan (1) penghinaan terhadap Al Quran, dan
atau (2) penghinaan terhadap ulama. Secara sederhana bisa dikatakan bahwa Ahok
telah menghina islam.
Pernyataan Ahok, yang
kemudian menimbulkan gelombang aksi unjuk rasa bela islam, terjadi pada saat
kunjungan dinasnya ke Kabupaten Kepulauan Seribu pada 27 September 2016. Di
sela-sela pidatonya Ahok berkata, “…. Jadi jangan percaya sama orang, kan bisa aja
dalam hati kecil bapak ibu nggak bisa pilih saya, ya kan. Dibohongin pakai
surat Al Maidah 51, macem-macem itu…”
Ada orang yang menyayangkan
sikap tergesa MUI dalam mengeluarkan fatwa tersebut. Hamka Haq, anggota DPR
dari PDI Perjuangan, menilai seharusnya sebelum mengeluarkan fatwa itu MUI
mendengarkan terlebih dahulu keterangan Ahok. Karena menurut Hamka, tidak ada
unsur penodaan agama yang dilakukan Ahok saat menyebut surat Al
Maidah 51. Penilaian Hamka ini sejalan dengan penilaian Nusron Wahid, yang mengatakan
bahwa tidak ada kata-kata Ahok yang menistakan Al Quran.
Fatwa MUI ini tentulah
menjadi senjata bagi sekelompok umat islam untuk menjalani kepentingannya.
Maka, setelah keluar fatwa itu muncullah gerakan untuk mengawal fatwa MUI.
Gerakan ini dimotori oleh Front Pembela Islam. Dalam setiap aksinya, FPI selalu
menyatakan bahwa gerakan ini merupakan wujud konkret membela agama islam. Soal
membela agama (islam) ini sudah diamanatkan Allah dalam Al Quran.
Oleh karena itu, ada banyak
umat islam turun ke jalanan ketika ada komando untuk melaksanakan aksi membela
islam. Misalnya seperti aksi damai pada 4 November dan dilanjutkan dengan aksi
super damai pada 2 Desember. Aksi ini bukan hanya dilakukan oleh umat islam di
Jakarta saja, melainkan juga dari luar kota Jakarta. Ada banyak umat islam dari
luar DKI Jakarta datang ke Jakarta untuk membela islam.
Akan tetapi, tidak sedikit
juga umat islam yang selalu datang ke Rumah Lembang, markas tim pemenangan
pasangan Ahok – Jarot. Tidak ada raut kebencian pada wajah mereka ketika
bertemu Ahok. Mereka malah cerah ceriah, bahkan berfoto ria dengan Ahok, yang
oleh MUI difatwa melakukan penghinaan terhadap islam. Mereka datang untuk
memberikan dukungan terhadap pasangan Ahok – Jarot.
Jadi, dalam kasus penodaan
agama ini ada yang aneh, dan keanehan ini sangat nyata. Di satu sisi Ahok
divonis menoda agama sehingga banyak umat islam, sebagai bentuk membela agama
sebagaimana diamanatkan Al Quran, membenci, mencela, menghojat bahkan berusaha
menjatuhkan Ahok dari pertarungan pilkada DKI, tapi di sisi lain banyak juga
umat islam, yang seakan tak terpengaruh dengan fatwa MUI, mencintai dan
mendukung Ahok.
Beberapa umat non muslim
bertanya, “Ada apa dengan fatwa MUI? Koq ada yang begitu antusias mengawalnya,
tapi ada pula yang menganggapnya angin lalu.” Sudah saatnya MUI berefleksi
diri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar