SANTA ROSA VIRGINIA PELLETIER, PERAWAN
Rosa Virginia Pelletier lahir
pada 31 Juli 1796 di sebuah daerah pengungsian di pulau Noimoutier. Ayahnya,
Julian Pelletier, adalah seorang dokter. Ibunya bernama Anne Moirain.
Perkawinan kedua orang tuanya berlangsung ketika sang ayah berumur 29 tahun,
dan ibunya berumur 20 tahun. Ketika itu mereka tinggal di Soullans, sebuah
daerah dataran rendah yang indah di Perancis.
Sekitar 21 Januari 1793 pecahlah
pergolakan hebat di seluruh negeri Perancis. Kehidupan Gereja pun turut
terguncang. Banyak imam yang dibunuh oleh orang-orang yang membenci Gereja.
Namun sayang bahwa penjahar-penjahat itu tidak ditangkap dan dihukum. Mereka
dibiarkan berkeliaran dan melakukan berbagai aksi kejahatan. Mengingat bahaya
yang menimpa imam-imam, maka keluarga Pelletier pindah ke pulau Noimoutier,
tempat kelahiran Rosa Virginia Pelletier. Rosa dididik secara katolik dalam
lingkungan yang sangat baik. Semenjak kecil ia dilatih untuk bekerja keras dan
berkelakuan baik terhadap orang lain. Namanya Rosa berarti Bunga Mawar,
menunjukkan harapan orang tuanya akan perkembangan diri Rosa menjadi seorang putri
yang harum namanya dan berguna bagi banyak orang lain. Sedangkan Virginia yang
berarti Perawan, menunjukkan harapan orang tuanya untuk suatu corak hidup yang
mengikuti teladan Bunda Perawan Maria.
Setelah hidup lama di Noimoutier,
dokter Pelletier meninggal dunia. Ibu Anne mengalami goncangan batin yang hebat
karena kematian suaminya. Semenjak itu ia sendirilah yang harus bersusah payah
membesarkan Rosa kecil. Kepedihan yang sama menimpa Rosa, yang tak lama
kemudian menerima sakramen permandian dan penguatan. Kemudian setelah situasi
umum di Soullans aman dan damai, ibu Anne bersama Rosa pindah kembali ke daerah
asalnya. Di sini Rosa dimasukkan ke dalam asrama untuk melanjutkan
pendidikannya. Di asrama ini Rosa berusaha selalu menampilkan diri sebagai
gadis yang menyenangkan banyak orang. Sikap dan tingkah lakunya berbeda sekali
dengan teman-temannya. Ia seorang gadis yang tenang, alim, tidak suka
memberontak dan rajin membantu orang lain. Dengan senang hati ia membantu
suster pemimpin asrama untuk menertibkan rekan-rekannya. Pendidikannya di
asrama itu sungguh menyiapkan dia untuk menjadi seorang suster yang saleh di
kemudian hari.
Sementara berada di asrama,
peristiwa duka lain menimpa dirinya. Constan, saudaranya, meninggal dunia. Enam
bulan setelah kematian saudaranya, ibunya tercinta juga meninggal dunia. Semua peristiwa
yang datang beruntun ini meninggalkan luka batin yang cukup dalam di hati Rosa.
Ia terus saja memikirkan ayah, ibu dan saudaranya. Tetapi inilah saat yang
tepat bagi Tuhan untuk bertindak atas diri Rosa. Pada suatu hari, dia bersama
teman-temannya berkunjung ke biara suster-suster Kongregasi Santa Maria
Pengasih. Di sini mereka merayakan misa kudus bersama suster-suster itu. Peristiwa
ini menumbuhkan dalam hatinya untuk menjalani hidup sebagai seorang suster.
Maksud hatinya untuk menjadi seorang suster diberitahukan kepada kakaknya Anne
Yosefin dan Marsaud, suaminya. Tetapi cita-citanya itu tidak disetujui. Saudaranya
tidak menyetujui kalau Rosa masuk biara itu. Ia boleh masuk biara lain seperti
Biara Santa Ursula. Namun demikian. Rosa tidak putus asa. Ia terus berdoa agar
Tuhan memberikannya jalan. Akhirnya kedua kakaknya menyetujui cita-cita Rosa.
Pada 20 Oktober 1814, Rosa pergi ke Tours untuk menjalani hidup membiara.
Setelah menjalani masa postulan
selama 11 bulan, Rosa memasuki masa novisiat. Ia diberi nama baru “Euphrasia”.
Ia giat mempelajari Kitab Suci dan rajin membaca riwayat hidup orang-orang
kudus. Pada 9 September 1817 ia mengucapkan kaulnya yang pertama: kemiskinan,
ketaatan, kemurnian dan pengabdian untuk keselamatan kaum wanita. Jubah mereka
khas. Warna putih. Di bagian dada tergantung salib biru yang melambangkan
sengsara Kristus. Di samping salib terdapat sejenis kalung dengan medali
bergambar Santa Perawan Maria dan Kanak-kanak Yesus, dikelilingi bunga bakung
dan sekuntum mawar yang melambangkan cinta abadi.
Sebagai seorang suster muda,
Euphrasia melaksanakan tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya dengan penuh
semangat. Ia ditugaskan di bidang pendidikan anak-anak asuhan yang ada dalam
biara itu. Dan berusaha agar mereka bisa kembali ke masyarakat sebagai
orang-orang yang berguna. Karena kesalehan dan kepribadiannya yang menarik, dia
diangkat sebagai pemimpin biara pada tahun 1825. Dalam tugas baru itu, ia
berusaha dengan bantuan Tuhan untuk mengembangkan biaranya. Cintanya kepada
Santa Theresia dari Avilla sangat besar. Karena itu ia lebih condong kepada
cara hidup karmelit. Atas izin pimpinan biara karmelit, ia memadukan
aturan-aturan Ordo Karmelit dan Anggaran Dasar Biaranya sendiri. Corak hidup
mereka mengikuti corak hidup “Magdalena”.
Banyak orang yang tertarik
pada corak hidup baru ini. Mula-mula ada empat orang menggabungkan diri di
bawah bimbingannya. Mereka segera menyebarluaskan wilayah kerjanya ke beberapa
kota, antara lain Tours dan Angers. Kemudian meluas lagi meliputi negara-negara
seperti Inggris, Belgia, Jerman dan Italia bahkan sampai ke tanah air kita,
Indonesia. Akhirnya pada 24 April 1868, suster Maria Euphrasia meninggal dunia
karena penyakit yang dideritanya selama masa tuanya. Paus Pius XII (1939 –
1958) memberi gelar “Kudus” kepadanya pada 2 Mei 1940.
sumber:
Iman Katolik
Baca
juga riwayat orang kudus 24 April:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar