Natal merupakan perayaan syukur
atas Kasih Allah yang mau peduli akan nasib manusia. Kepedulian Allah terlihat dalam
penjelmaan-Nya. Allah mau mengangkat (baca: menyelamatkan) umat manusia dari
keberdosaanya. Oleh karena itu, Allah “turun” ke dunia “dan mengambil rupa
seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia” (Flp 2: 7). Bagaimana hal ini
bisa dipahami, tentulah sulit diterima akal manusia. Namun tidak secara imani.
Karena itulah natal dikenal sebagai peristiwa iman.
Ireneus dari Lyon pernah berkata bahwa Allah menjadi manusia agar manusia
menjadi seperti Allah (bdk. Adversus
haereses, III, 10, 2). Ireneus tidak memaksudkan pernyataannya sebagai
bentuk pelecehan keilahian Allah. Justru dalam peristiwa inkarnasi, Allah
menjadi manusia, terlihat keistimewaan-Nya: ke-Allah-an Tuhan tidak hanya tampak dalam
keilahian-Nya melainkan juga terlihat dalam kemanusiaan-Nya.
Kapan persisnya Allah menjelma menjadi manusia (baca: kelahiran Yesus), tak
satu orangpun yang tahu. Komite Para Uskup yang ditunjuk oleh Paus Julius I
(337-352) sepakat bahwa natal itu jatuh pada 25 Desember, mengambil tradisi
kafir akan penghormatan dewa Matahari yang tak terkalahkan (sol invictus).
Natal kini sudah menjadi ajang konsumtivisme dunia. Dengan adanya ikon-ikon
natal di setiap pusat-pusat perbelanjaan, seakan-akan ada seruan, “Mari,
belanjalah! Persiapkanlah rumah Anda dengan pernak-pernik natal” Jelas, bahwa
seruan ini seakan menggantikan seruan Yohanes Pembaptis, “Persiapkanlah jalan
bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.” (Mat 3: 3).
Yesus Lahir dalam Kesederhanaan
“Ketika mereka di situ tibalah
waktunya bagi Maria untuk bersalin, dan ia melahirkan seorang anak laki-laki,
anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di
dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.” (Luk
2: 6 – 7).
Inilah sepenggal catatan
sejarah kelahiran Yesus. Memang tidak ada keterangan rinci mengenai tempat
kelahiran Yesus, namun Gereja mengakui kalau Maria melahirkan bayinya di dalam
kandang hewan. Tak jelas juga apakah kandang itu bekas atau masih digunakan.
Apa yang mau dikatakan dari peristiwa ini? Yesus lahir dalam kesederhanaan.
Tidak ada pesta, hingar bingar musik (kecuali kidung surgawi para malaikat)
atau kelap-kelip kemilau lampu hias dan kembang api. Bayi Yesus lahir hanya
dibungkus dengan kain lampin, bertemankan lenguhan sapi dan dengungan nyamuk dan serangga malam; hanya cahaya pelita kecil dan jutaan cahaya
bintang di angkasa. Sangat sederhana.
Itulah natal perdana. Kiranya pesan yang mau disampaikan adalah jelas,
yaitu ajakan untuk hidup sederhana. Bukankah perayaan natal mengajak umat
manusia untuk bersyukur atas Allah yang peduli terhadap
manusia? Bersyukur merupakan salah satu wujud atau ciri khas orang
sederhana. Orang yang sederhana adalah orang yang selalu bersyukur atas apa
yang terjadi dalam hidupnya.
Dan kini orang Kristen mau
mengenangkan natal awal itu dengan sebuah perayaan; dengan sebuah pesta.
Sayangnya natal sekarang sungguh bertolak belakang dengan natal perdana.
Manusia jaman sekarang lebih menitikberatkan pada aspek pestanya. Ditambah
dengan budaya hedonis dan semangat konsumtif, membuat makna natal itu menjadi
kabur.
Sungguh sebuah ironisme.
Menjelang perayaan natal, umat kristiani sering diajak untuk mempersiapkan
hatinya sebagai palungan bagi kanak-kanak Yesus. Akan tetapi yang terjadi
justru sebaliknya. Umat Kristen sibuk membuat kandang natal dengan hiasan dan
kerlap-kerlip lampu natal sedangkan hatinya dipenuhi dengan nafsu
hedonis-konsumtif. Ada kesan kalau manusia sekarang berkata, “Yesus, kami sudah
siapkan palungan bagi-Mu dengan segala kemegahan. Tidurlah di sana. Jangan di
hati kami.” Karena itu, momen natal sering menjadi ajang pamer hal-hal baru. Hati manusia dipenuhi dengan iri
hati dan persaingan.
Akhir Kata
Semoga perayaan natal tahun
ini benar-benar membangkitkan semangat hidup sederhana penuh syukur sebagai
langkah awal membangun dunia damai dalam persaudaraan.
Selamat merayakan natal!!!
Tanjung Balai Karimun, 18 Desember 2012
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar