SANTO MUSA, NABI
Musa dikenal dan dihormati sebagai pendiri bangsa Israel. Ia dipilih
Yahweh, Allah Abraham, Ishak dan Yakob, untuk memimpin kaum keturunan Abraham
keluar dari penindasan Firaun di Mesir, dan selanjutnya bersama mereka
membawakan kurban persembahan kepada Allah di Gunung Sinai. Di sanalah Yahweh
mengadakan perjanjian dengan mereka dengan perantaraan Musa, abdi-Nya.
Musa, seorang tokoh historis, peletak dasar bagi keberadaan
Israel sebagai suatu bangsa merdeka, dan peletak dasar agama Yahudi. Sejarah awal
Israel sebagai suatu bangsa di Palestina tidak bisa dipahami terlepas dari Musa.
Sewaktu keluar dari Mesir atas campur tangan Allah, bangsa Hibrani menjadi
sebuah kelompok orang yang merdeka, namun tidak terdidik dan tidak mempunyai
suatu pengalaman pun untuk membentuk dirinya sendiri menjadi suatu kesatuan
sosial-politik. Melalui perantaraan Musa, Allah mengikat perjanjian dengan
mereka di Gunung Sinai. Oleh perjanjian Sinai itulah, bangsa Hibrani memperoleh
suatu identitas nasional yang berbeda dengan bangsa-bangsa lain. Mereka dipilih
Allah dari antara bangsa-bangsa menjadi umat kesayangan-Nya dengan hukum atau
undang-undang sendiri yang mengatur pola hidup dan tingkah laku mereka sebagai
suatu bangsa.
Kisah tentang kehiduan dan karier Musa tetap tinggal kabur. Satu-satunya
sumber informasi terpercaya hingga sekarang ialah Kitab Suci, khususnya Kitab
Keluaran yang ada di dalam bilangan Kitab Pentateukh. Di sana Musa dilukiskan
sebagai tokoh utama peristiwa keluarnya bangsa Israel dari Mesir dan pengembaraan
mereka di padang gurun selama 40 tahun. Dia dibesarkan di dalam dua lingkungan
budaya yang berbeda, yakni Mesir dan Midian. Namanya kemungkinan diturunkan
dari sebuah kata kerja bahsa Mesir, yang berarti ‘dilahirkan’. Tradisi Kitab Suci (Lih. Kel 2:
1 – Yos 24: 5) mengatakan bahwa ia dilahirkan di Mesir dari sebuah keluarga
Hibrani, dan kemudian dibesarkan di lingkungan istana Firaun. Di dalam istana
itu ia dididik dalam segala hikmat ornag Mesir dan ia berkuasa dalam perkataan
dan perbuatannya (bdk. Kis 7: 22). Namun pendidikan ala Mesir di istana Firaun
itu nampaknya tidak merusak ikatan batin dengan orang sebangsanya. Sudah hampir
dipastikan bahwa adatistiadat yang diwariskan dan Allah Abraham, Ishak dan
Yakob itu diketahuinya di Mesir.
Kecuali itu, tradisi Kitab Suci pun mengatakan bahwa ia
menghabiskan sebagian besar hidupnya di daerah Midian, bagian Timur Mesir. Midian
adalah tempat pengungsiannya setelah ia membunuh mandor Mesir yang menganiaya
orang-orang sebangsanya. Di sana ia menemukan kembali tradisi nenek moyangnya
yang tetap tidak berubah oleh pengaruh-pengaruh Mesir (bdk. Kel 4: 24 – 26). Alkitab
menghubungkan peristiwa pengungsian itu dengan peristiwa perwahyuan Yahweh dan
panggilan atas dirinya untuk mengmban tugas sebagai pembebas bangsa Israel dari
kekejaman Firaun di Mesir (Kel 2: 14 – 14: 20). Dengan demikian jelaslah bahwa
pengungsian itu merupakan penyelenggaraan ilahi dalam kerangka penyelamatan
bangsa Israel.
Dalam hal penulisan Kitab Suci, Musa dipandang sebagai
pengarang Kitab Pentateukh, kelima kitab pertama dari Perjanjian Lama. Ini tidak
berarti bahwa ia sendirilah yang menuliskan setiap kata dari kitab itu. Walaupun
kebanyakan bagian Kitab Pentateukh ditulis setelah kematiannya, namun dianggap
sebagai tulisannya karena didasarkan pada tradisi lisan yang diwariskannya. Atas
dasar itu dan juga karena ia adalah tokoh utama yang mendominasi fase awal
sejarah Israel, maka seluruh Kitab Pentateukh dihubungkan dengan Musa sebagai
pengarangnya.
Atas dasar yang sama, Musa dianggap sebagai pemberi Hukum
Allah kepada bangsa Hibrani. Dialah yang menetapkan patokan dasar tingkah laku
bangsa Hibrani sesuai dengan kehendak Yahweh. Generasi-generasi kemudian
menyesuaikan hukum itu dengan tuntutan perkembangan zaman dan
pandangan-pandangan hidup baru di bawah semangat Musa.
Musa tidak diizinkan Yahweh memasuki tanah Kanaan yang
dijanjikan kepada keturunan Abraham karena ketegaran hati dan ketidakpercayaan
bangsa Israel kepada Yahweh (Ul 1: 37 – 38). Tuhan hanya menunjuk kepadanya
tanah terjanji itu dari atas Gunung Nebo. Akhirnya Musa meninggal di tanah
Moab, di bagian Timur Kanaan. Orang-orang Israel meratapi dia selama 30 hari
(Ul. 34: 5 – 8).
Dalam Perjanjian Baru, penggelaran terhadap Musa sering
melebihi tokoh-tokoh Perjanjian Lama lainnya, mengingat kualitasnya sebagai
pemberi Hukum Allah (Mat 8: 4; Mrk 7: 10). Kecuali itu ia dihubungkan dengan
Yesus Kristus sebahai tokoh pra-lambang Mesias terjanji (Yoh 6: 32; Ibt 3, 5, 6)
sumber: Orang Kudus Sepanjang Tahun
Tidak ada komentar:
Posting Komentar