Selasa, 29 Agustus 2023

ORANG KATOLIK HARUS BERANI TOLAK KOMPUL KEBO

 

Hampir semua agama sepakat bahwa kumpul kebo itu dosa. Dalam Gereja Katolik, mereka yang kumpul kebo dikenakan sanksi Gereja, yaitu dihalangi hak-haknya atas sakramen, khususnya komuni (tapi yang bersangkutan masih boleh ikut ekaristi). Sekalipun sudah melarang, Gereja tidak punya kekuatan untuk memaksa umatnya tidak melakukan kumpul kebo. Karena itu, umat perlu juga melihat kumpul kebo ini dari sisi lain.

Dari aspek hukum. Kumpul kebo merupakan pelanggaran hukum sipil sehingga pelakunya bisa disanksi dengan hukuman penjara dan/atau denda. Selain itu pelaku kumpul kebo bisa dijerat dengan pasal perzinahan, karena tidak mungkin mereka yang kumpul kebo tidak melakukan hubungan seksual. Karena itu, warga bisa melapor jika di lingkungannya ada praktek kumpul kebo.

Dari sisi hukum, kumpul kebo merugikan kaum wanita dan anak yang lahir dari hubungan tersebut. Ibu dan anak tidak dianggap sebagai istri sah, sehingga tak berhak atas nafkah dan warisan dari “suami” jika ia meninggal, dan tak berhak atas harta gono-gini jika terjadi perpisahan. Anak tidak punya hubungan hukum dengan ayah. Hal ini berdampak pada perkembangan psikologis dan sosialnya.

Dari sisi psikologis. Studi oleh Robin dan Feigers membuktikan bahwa mereka yang menikah memiliki kebahagiaan 5 kali lipat daripada mereka yang kumpul kebo. Hal senada dengan studi oleh Kurdek dan Schmitt yang menyatakan bahwa pelaku kumpul kebo memiliki derajat kepuasan lebih rendah dibandingkan dengan pasangan menikah. Dari hasil studi ini terlihat bahwa kumpul kebo bertentangan dengan niat orang untuk hidup bersama, yaitu bahagia bersama.

Dari dua aspek ini, bisa disimpulkan bahwa kumpul kebo itu merugikan, khususnya bagi wanita dan anak. Karena itu, hentikanlah kumpul kebo mulai sekarang. Kaum wanita harus berani mengambil sikap untuk menolak kumpul kebo.

diambil dari tulisan 6 tahun lalu

Jumat, 25 Agustus 2023

DIALOG IMAGINATIF#5


 Dialog dalam video ini bersifat fiktif. Dapat dipastikan dialog ini tak pernah ada dalam kehidupan nyata. Akan tetapi, ada makna dan pesan yang hendak disampaikan lewat dialog ini. Karena itu, sekalipun fiktif, ia masih memiliki nilai, sehingga sayang bila diabaikan.

Kamis, 24 Agustus 2023

INILAH PANDANGAN GEREJA KATOLIK TENTANG KUMPUL KEBO

 

Menikah merupakan sebuah tindakan hukum. Artinya, orang yang menikah harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku agar dengan demikian pernikahannya menjadi sah. Dalam Gereja Katolik orang katolik yang menikah diatur oleh tiga hukum sekaligus, yaitu hukum ilahi/kodrat, hukum gereja dan hukum sipil. Semua ini demi legalitas hasil dari tindak menikah itu. Di Indonesia, pernikahan itu sah jika sudah diresmikan oleh agama (bdk. UU Perkawinan No 1 Thn 1974, pasal 2 ayat 1). Di luar itu, pernikahan yang dilangsungkan adalah tidak sah.

Akan tetapi, masih ada orang yang bertindak di luar hukum, khususnya dalam hidup bersama. Mereka hidup bersama di luar pernikahan, atau tanpa menikah. Ini dikenal dengan istilah kumpul kebo. Jadi, kumpul kebo adalah orang yang hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan resmi pernikahan. Hampir semua agama melarang umatnya untuk kumpul kebo. Bagaimana sikap Gereja Katolik?

Bagi Gereja Katolik, tindakan kumpul kebo merendahkan martabat pernikahan, karena mereka merusak konsep keluarga, melemahkan nilai kesetiaan dan demikian melawan hukum moral. Umumnya orang mengerti bahwa keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan anak dengan segala efeknya. Kumpul kebo mengacaunya karena anak yang lahir tidak mendapat pengakuan resmi. Kumpul kebo tidak punya ikatan yang kuat sehingga merusak nilai kesetiaan di antara mereka sendiri serta berpeluang punya simpanan lain. KGK 2390 menegaskan bahwa kumpul kebo melanggar hukum moral, karena persetubuhan hanya boleh dilakukan di dalam pernikahan; di luar itu persetubuhan merupakan dosa berat dan mengucilkan dari penerimaan komuni kudus. Kumpul kebo merupakan sebuah dosa, yaitu dosa perzinahan.

diambil dari tulisan 6 tahun lalu