Selasa, 15 Agustus 2023

MENIKAH ITU MIRIP SEPERTI SEKOLAH: BELAJAR

 

Orang selalu bilang bahwa tidak ada sekolah khusus yang mengajar atau mendidik orang untuk menjadi suami istri atau ayah ibu. Hal ini disebabkan karena orang melihat sekolah secara harafia, yaitu adanya gedung, kurikulum, guru dan proses belajar mengajar. Akan tetapi, dalam pengertian umum, sebenarnya menikah itu sama artinya dengan bersekolah. Keluarga adalah sekolahnya.

Memang pada sekolah khusus ada guru yang mengajar, dan murid belajar. Namun ada kesamaan mendasar, yaitu setiap pesertanya (murid di sekolah, dan suami istri di keluarga) dituntut untuk BELAJAR. Dengan belajar orang akan mendapatkan tujuannya. Seorang murid menjadi pintar dengan mendapat nilai bagus atau lulus ujian; suami istri mendapatkan kesejahteraan bersama.

Proses belajar dalam pernikahan dilakukan sendiri. Ini bisa dilakukan dengan tiga cara, yaitu membaca, baik buku-buku tentang kehidupan keluarga, yang bisa ditemukan di toko buku, maupun kitab suci. Ada banyak buku yang akan menuntun pada terciptanya kebahagiaan rumah tangga, bagaimana merawat dan mendidik anak, bagaimana mengatur ekonomi rumah tangga, dan masih banyak lainnya. Kitab suci juga memuat pedoman bagi suami istri. Semuanya tergantung pada kemauan untuk membaca.

Bisa juga ditempuh dengan bertanya kepada mereka yang sudah berpengalaman. Pepatah mengatakan, ‘malu bertanya sesat di jalan’. Ketika menikah orang hanya diliputi oleh romantisme pacaran dan idealisme. Masih ada banyak hal yang belum diketahui. Karena itu, tidak salah jika bertanya kepada yang berpengalaman. Hal ini bisa dilakukan secara gratis, bisa juga berbayar (misalnya, konsultasi pada ahli keluarga).

Cara ketiga adalah refleksi diri. Refleksi itu ibarat bercermin. Ketika menemukan ada kekurangan dalam diri kita di cermin, kita segera membenahinya. Kita sendirilah yang membenahinya. Demikian pula dalam hidup keluarga. Jika ada yang kurang, langsung diberesi.

diambil dari tulisan 6 tahun lalu

Jumat, 11 Agustus 2023

MEMBACA QS 6: 102 DENGAN NALAR AKAL SEHAT


Alquran adalah wahyu Allah. Apa yang tertulis di dalamnya diyakini sebagai kata-kata allah swt sendiri. QS 6: 102 berbunyi sbb: "Itulah Allah Tuhanmu. Tidak ada tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu. Maka, sembahlah Dia. Dialah pemelihara segala sesuatu." Kutipan ini diucapkan oleh allah swt.

Kamis, 10 Agustus 2023

INILAH HUKUMAN YANG PAS BUKAN KORUPTOR

 

Beberapa hari lalu publik kembali disajikan perdebatan soal remisi bagi para pelaku korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi dan Muhammadiyah menolak adanya remisi, sementara Wakil Presiden, Jusuf Kalla, setuju. Banyak elemen masyarakat menolak pemberian remisi tersebut, mengingat korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Malah ada yang mengusulkan agar para koruptor ini dijatuhi hukuman mati, sama seperti terpidana narkoba dan teroris, supaya menimbulkan efek jera. Dasarnya adalah ketiga kejahatan itu (korupsi, narkoba dan teroris) merupakan kejahatan luar biasa.

Jika hanya untuk menimbulkan efek jera, saya pikir tidak perlu sanksi hukuman mati. Efek jera di sini pertama-tama ditujukan kepada pelaku. Jika pelakunya sudah meninggal, bagaimana bisa jera. Paling sebagai pembelajaran bagi orang lain. Artinya, hukuman mati gagal untuk menimbulkan efek jera.

Tidak adanya efek jera dalam diri koruptor disebabkan karena hukuman yang dikenakan kepada mereka masih terbilang amat sangat ringan, malah menyenangkan. Selama ini kita sering saksikan bahwa para pelaku korupsi mendapat hukuman yang ringan. Selain hukumannya yang ringan, mereka juga mendapat perlakuan-perlakuan khusus selama di penjara (misalnya kasus Atalyta Suryani) serta hak istimewa seperti remisi  atau keluar dari tahanan tanpa pengawalan.

Karena itu, untuk menimbulkan efek jera, para pelaku harus diberi sanksi sangat berat. Beratnya hukuman itu bukan hanya dilihat dari lamanya waktu atau masa tahanan. Hukuman yang berat itu bukan cuma menyentuh fisiknya melainkan juga psikis, karena efek jera itu berkaitan dengan masalah psikologi.

Seperti apa hukuman berat itu?

Saya memberikan satu jenis hukuman dengan tiga tindakan yang berbeda. Ketiga tindakan harus menjadi satu kesatuan. Istilahnya three in one law. Setiap pelaku tindak kejahatan yang sudah divonis bersalah oleh hakim, wajib dikenakan tiga sanksi ini dalam satu waktu.

Tindakan pertama adalah hukuman kurungan. Hukuman penjara kepada para koruptor ini haruslah lama, minimal 75 tahun dan maksimal 200 tahun. Boleh saja dia mendapat remisi setiap tahun (potongan 1 bulan), karena remisi itu adalah hak setiap tahanan. Hak istimewa para tahanan korupsi hanyalah remisi dan grasi. Mereka tidak diperkenankan mendapat fasilitas mewah di penjara atau kemudahan keluar dari tahanan.