Kamis, 31 Maret 2022

JABATAN TIDAK MENENTUKAN KEBAIKAN

Selama ini kita tahu bahwa nabi itu adalah utusan Tuhan. Mereka selalu membawa pesan dari Tuhan. Hal ini membuat kita berpikir bahwa hidup mereka sangatlah dekat Tuhan, karena mereka mempunyai relasi istimewa dengan Tuhan. Dari gambaran ini tak salah jika kita berkesimpulan bahwa nabi itu adalah orang yang baik.

Akan tetapi, Yeremia membuka mata kita bahwa tidak selamanya nabi itu baik. Dalam Yeremia 28: 1 – 17 dikisahkan ada nabi bernama Hananya bin Azur yang berasal dari Gibeon. Dengan mengatasnamakan Tuhan, ia menyampaikan kabar gembira kepada seluruh umat, “Aku telah mematahkan kuk raja Babel itu. Dalam dua tahun ini Aku akan mengembalikan ke tempat ini segala perkakas rumah TUHAN yang telah diambil dari tempat ini oleh Nebukadnezar, raja Babel, dan yang diangkutnya ke Babel.” (ay. 2 – 3).

Ketika mendapat tantangan dari Nabi Yeremia, Nabi Hananya memberi semacam perumpamaan tentang pembebasan itu dengan mengambil gandar dari tengkuk Yeremia dan mematahkannya. Hananya berkata di hadapan umat, "Beginilah firman TUHAN: Dalam dua tahun ini begitu jugalah Aku akan mematahkan kuk Nebukadnezar, raja Babel itu, dari pada tengkuk segala bangsa!" (ay. 11).

Menghadapi perumpamaan Hananya ini, Yeremia menggantikan gandarnya sesuai perintah Tuhan. Kini gandarnya bukan lagi dari kayu melainkan berbahan besi. Tentulah Hananya akan mengalami kesulitan untuk mematahkan gadar itu. Yeremia berkata, “Kuk besi akan Kutaruh ke atas tengkuk segala bangsa ini, sehingga mereka takluk kepada Nebukadnezar, raja Babel; sungguh, mereka akan takluk kepadanya! Malahan binatang-binatang di padang telah Kuserahkan kepadanya." (ay. 14). Di sini Yeremia mau mengatakan bahwa penderitaan umat masih akan berlangsung, malah semakin berat. Kuk penindasan akan semakin keras dan berat seperti besi.

Rabu, 30 Maret 2022

YESUS DISALIBKAN DI GOLGOTA ATAU KALVARI???

Mulai Minggu Palma, umat katolik sedunia mulai memasuki pekan sengsara Tuhan Yesus. Puncak penderitaan dan sengsara Tuhan Yesus adalah penyaliban-Nya. Dia mati di kayu salib. Tempat Tuhan Yesus disalibkan adalah sebuah bukit bernama Golgota. Dari empat Injil, tiga Injil menyebut secara eksplisit nama tempat tersebut, yaitu Golgota, yang berarti tempat tengkorak.

Akan tetapi, dalam beberapa tulisan, tempat Tuhan Yesus disalibkan disebut Kalvari. Bahkan beberapa Kitab Suci berbahasa Inggris memakai istilah itu (Calvary). Manakah yang benar: apakah Tuhan Yesus disalibkan di Golgota atau di Kalvari?

Jangan heboh dulu. Lebih baik kita lihat dulu latar belakang dan makna dari kata tersebut.

Seperti yang sudah disebut di atas, ada tiga Injil yang menyebut secara gamblang nama tempat itu: Golgota. Ketiga Injil itu adalah Matius (27: 33), Markus (15: 22), dan Yohanes (19: 17). Kata “Golgota” ini merupakan transkripsi dalam bahasa Yunani dari kata Aram “Gulgalta”, yang berarti tengkorak.

Sebagaimana yang diketahui, Kitab Suci Perjanjian Baru kita awalnya ditulis dengan menggunakan bahasa Yunani. Bahasa Yunani merupakan salah satu bahasa yang dipakai dalam pergaulan pada zaman Tuhan Yesus, selain bahasa Aram. Akan tetapi, tak bisa dipungkiri bahwa bahasa Yunani lebih populer daripada bahasa Aram. Karena itu, bahasa inilah yang dipakai orang untuk menulis Injil.

Senin, 28 Maret 2022

MANAJEMEN ROTASI TENAGA PASTORAL

Rotasi tenaga pastoral, yang biasa dikenal dengan istilah mutasi, memiliki maksud untuk penyegaran dan efektivitas karya pastoral. Penyegaran yang dimaksud adalah agar imam yang bertugas di suatu medan karya pastoral, baik di paroki maupun kategorial, tidak mengalami kejenuhan ataupun menciptakan kerajaannya sendiri. Hal ini dikaitkan dengan situasi medan pastoral. Jika berada di medan pastoral yang “kering” maka akan berdampak pada kejenuhan; sementara bila di daerah yang “basah”, maka akan berdampak pada penguatan kerajaan.

Mungkin ada umat akan bertanya, kenapa ada pembedaan basah dan kering, padahal para imam semuanya mendapat gaji yang sama. Baik di tempat yang basah, kering ataupun lembab, semua imam mendapat gaji atau uang saku yang sama. Tak bisa dipungkiri, sekalipun aturannya semua imam dapat uang saku yang sama, namun ada imam, yang karena berada di tempat “basah”, menikmati kebasahan itu tanpa peduli pada aturan. Misalnya, seorang imam bertugas di yayasan dan mendapat gaji 20 juta (imam lainnya cuma 1 juta). Sekalipun ada aturan bahwa gajinya harus disetor ke keuskupan dan nanti keuskupan akan memberinya 1 juta, tetap saja ada imam yang makan sendiri 20 juta tadi. Anehnya, uskup "membiarkan" saja hal ini terjadi.

Mungkin juga ada orang yang bertanya, bukankah jabatan pastor kepala paroki itu tak terbatas. Memang benar bahwa hukum Gereja tidak mengatur dengan jelas berapa lama seorang imam dapat menjabat sebagai pastor kepala paroki, atau yang biasa dikenal dengan istilah parokus. Malah bisa dikatakan bahwa jabatan itu terbuka peluang untuk seumur hidup. Akan tetapi, perlu disadari bahwa paroki adalah medan pelayanan. Pusat pelayanannya adalah umat. Sementara pastornya hanyalah tambahan. Pastor bisa silih berganti, tapi umatnya tetap. Karena itu, perlu diperhatikan adalah kepentingan umat. Pastor datang untuk melayani umat. Jadi, jika ada pastor di paroki hanya sibuk mengurus diri sendiri dengan menguras uang umat, haruskah pastor itu dipertahankan? Jika sama sekali tidak ada perkembangan dalam pelayanan umat, haruskan tetap dibiarkan terus?