Rabu, 18 Agustus 2021

INSPIRASI DARI NEGERI SAKURA

 


Siapa yang tak kenal dengan negara Jepang, yang dikenal dengan istilah Negeri Matahari Terbit ini? Bagi orang Indonesia tentulah takkan bisa melupakan bangsa ini, karena bangsa ini pernah menjajah Indonesia. Begitu banyak kenangan pahit yang ditinggalkan bangsa, yang waktu itu disebut sebagai orang kate, karena orang-orang Jepang waktu itu berpostur tubuh pendek. Salah satunya adalah romusha.

Bila melihat peta dunia, kita dapat mengetahui betapa kecilnya negara ini. Luas daratan seluruhnya tak jauh berbeda dengan daratan Pulau Sumatera. Namun, sekalipun kecil, negara Jepang mampu menjajah negara Indonesia yang sangat jauh lebih besar wilayahnya. Malah bersama Jerman dan Italia, mereka ingin menguasai dunia dalam Perang Dunia II.

Lebih hebat lagi adalah kebangkitan Jepang setelah kehancuran Perang Dunia II. Jatuhnya bom atom di dua tempat, yaitu Hirosima dan Nagasaki, benar-benar membuat Jepang hancur total. Ini membuktikan betapa kecilnya negara tersebut. Akan tetapi, tidak lama kemudian Jepang bangkit menjadi bangsa yang maju dan besar, bukan saja di tingkat Asia melainkan juga dunia. Jepang bangkit dan kembali “menjajah” dunia. Dalam hal teknologi, siapa yang tidak kenal produk-produk Negeri Sakura ini? Dalam dunia olahraga pun Jepang memiliki segudang prestasi. Sekarang sulit menemukan orang Jepang yang bertubuh pendek.

Kehancuran sering melanda Jepang. Yang terakhir adalah gempa dan tsunami yang mengakibatkan bocornya reaktor nuklir Fukushima Daiichi. Namun dalam waktu singkat bangsa ini sudah bangkit dari kehancurannya itu. Tentulah kita bertanya apa yang membuat bangsa, yang dikenal sebagai negeri para samurai, ini begitu maju dan menjadi negara yang besar?

Selasa, 17 Agustus 2021

MENYIMAK PESAN LITURGI KATOLIK PADA PERAYAAN PROKLAMASI KEMERDEKAAN RI

 


Tanggal 17 Agustus merupakan hari bersejarah bagi bangsa Indonesia. Pada tanggal itu, di tahun 1945, pemimpin bangsa kita, Soekarno dan Moh. Hatta, memproklamirkan kemerdekaan bangsa Indonesia. Kemerdekaan itu diperuntukkan bagi rakyat Indonesia, tanpa membedakan ras, suku, golongan, agama atau partai. Bung Karno dan Bung Hatta, atas nama bangsa Indonesia, menyatakan bahwa rakyat Indonesia sudah terbebas dari belenggu penjajahan bangsa asing. Dengan kemerdekaan itu, setiap rakyat Indonesia memiliki hak yang sama di tanah air yang tercinta ini.

Proklamasi kemerdekaan Indonesia merupakan momen yang menggembirakan bagi rakyat Indonesia. Jika kita menelusuri sejarah di saat itu, kita dapat merasakan suasana gembira di hati sanubari warga. Mereka bersukacita menyambut proklamasi. Mereka bergembira menyongsong kemerdekaan.

Kegembiraan atas proklamasi ternyata bukan hanya menjadi milik rakyat Indonesia zaman ’45 saja. Kegembiraan itu menjadi kegembiraan rakyat Indonesia kini dan di masa datang. Saat ini pun rakyat Indonesia diajak untuk bergembira dan bersukacita merayakan peringatan ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia. Atas kegembiraan itu, rakyat Indonesia diajak untuk menghaturkan syukur. Semua rakyat Indonesia bergembira merayakan hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia.

Merayakan kegembiraan atas HUT kemerdekaan dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan. Sebagai warga Negara, orang merayakannya dengan upacara bendera dan acara-acara lomba yang banyak digelar. Sebagai warga Gereja, orang katolik di seluruh Indonesia merayakannya dengan perayaan ekaristi. Dalam tradisi liturgi Gereja Katolik, ulang tahun proklamasi Indonesia masuk dalam kategori Hari Raya. Sebagai hari raya, perayaan ekaristinya meriah. Salah satu ciri kemeriahan itu adalah adanya tiga bacaan liturgi.

Senin, 16 Agustus 2021

PAROKI WAJIB TRANSPARAN SOAL KEUANGAN. INI PENJELASANNYA

 


Gereja adalah bagian dari dunia. Karena itu prinsip-prinsip keduniaan, meski tidak semuanya, dapat diadopsi oleh Gereja. Salah satunya adalah soal transparansi laporan keuangan. Paus Fransiskus, sejak terpilihnya, mencanangkan transparansi keuangan di pusat Gereja Katolik, yaitu Vatikan. Karena itu, sudah saatnya pengelolaan harta benda Gereja, termasuk keuangan, dilakukan secara transparan agar umat mengetahuinya.

Apakah ajakan Paus Fransiskus untuk terbuka dalam keuangan Gereja sudah diikuti semua Gereja di belahan dunia? Harus diakui bahwa masih ada paroki yang menolak membuka laporan keuangannya kepada umat. Laporan keuangan hanya khusus untuk Pastor Kepala Paroki dan bendahara paroki saja. Umat, bahkan pastor pembantu pun tak diperkenankan untuk mengetahuinya.

Alasan Kuno Menolak Transparansi

Ada saja orang, bahkan dari hirarki, yang tidak setuju dengan transparansi keuangan. Mereka menilai bahwa di balik transparansi ada prinsip do ut des: saya memberi, maka saya menerima. Artinya, pemberian itu ada pamrih. Jadi, umat yang memberi kolekte, intensi, stipendium, dll, disinyalir memiliki pamrih pribadi, bukan murni persembahan kepada Tuhan, Gereja dan karya pastoral. Pemberian tersebut tidak seperti persembahan janda miskin (bdk. Lukas 21: 1 – 4).

Malahan orang menentang transparansi keuangan dengan menggunakan dasar biblis untuk menguatkan argumennya. Teks Kitab Suci yang biasa dipakai adalah Matius 6: 3: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” Teks ini biasanya dipakai sebagai prinsip dasar kristiani dalam memberi persembahan (kolekte, intensi, stipendium, dll).