Kamis, 23 September 2021

INILAH BAHAYA PSIKOLOGIS PADA ANAK

 

Tak sedikit orang berpendapat bahwa masa kanak-kanak merupakan masa bahagia. Saat masih kanak-kanak, seorang anak tidk memiliki pikiran yang ruwet. Dunianya adalah bermain dan mendatangkan kenikmatan. Akan tetapi, bukan lantas berarti dunia kanak-kanak tanpa bahaya. Seperti dilansir dari PSIKOLOGI PERKEMBANGAN: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. (edisi 5), hlm 176, Elizabeth B. Hurlock memaparkan beberapa bahaya psikologis pada masa kanak-kanak.

Bahaya dalam Berbicara

Ada empat bahaya berbicata yang umum terdapat pada akhir masa kanak-kanak: (1) kosa kata yang kurang dari rata-rata menghambat tugas-tugas di sekolah dan menghambat komunikasi dengan orang-orang lain. (2) Kesalahan dalam berbicara, seperti salah ucap dan kesalahan tata bahasa, cacat dalam bicara seperti gagap atau pelat, akan membuat anak menjadi sangat sadar diri sehingga anak hanya berbicara bilamana perlu. (3) Anak yang mempunyai kesulitan berbicara dalam bahasa yang digunakan di lingkungan sekolah akan terhalang dalam usaha untuk berkomunikasi dan mudah merasa bahwa ia “berbeda”. (4) Pembicaraan yang bersifat egosentris, yang mengkritik dan merendahkan orang lain, dan yang bersifat membual akan ditentang oleh teman-teman

Bahaya Emosi

Anak akan dianggap tidak matang baik oleh teman-teman sebaya maupun orang-orang dewasa, kalau ia masih menunjukkan pola-pola ekspresi emosi yang kurang menyenangkan, seperti amarah yang meledak-ledak, dan juga bila emosi yang buruk seperti marah dan cemburu masih sangat kuat sehingga kurang disenangi oleh orang lain.

Bahaya Sosial

Rabu, 22 September 2021

STUDI PENGANTAR INJIL MATIUS

 

Siapakah penginjil Matius yang juga dikenal dengan nama Lewi? Kita membaca dalam Kitab Suci bahwa ia adalah seorang pemungut cukai dan Yesus menanggil dia untuk nenjadi salah seorang dari rasul-rasul-Nya (Mat 9:9 dan Mrk 2:13). Namun kita tahu dengan pasti bahwa lnjil yang menggunakan namanya baru disusun dalam bentuknya sekarang menjelang tahun 80 Masehi, yang berarti sesudah Matius telah tiada. Mungkinkah penulisnya adalah salah seorang dari murid-muridnya yang menggunakan naskah asli yang disusun oleh Matius sendiri? (Lihat Pengantar Perjanjian Baru). Sangat mungkin Injil ini ditulis dalam komunitas Kristen yang terdiri dari orang-orang Yahudi dan orang-orang Yunani, mungkin di Antiokhia (lihat Kis 12:19 dan 13). Masa itu ditandai pertikaian antara orang-orang Yahudi dan orang-orang Kristen, ketika komunitas Yahudi - yang telah banyak menderita karena perang dengan Roma yang memusnahkan bangsa mereka - mulai mengorganisir masyarakatnya di bawah pimpinan orang-orang Farisi. Orang-orang Farisi ini baru saja memutuskan untuk mengucilkan semua orang Yahudi yang percaya kepada Yesus dan yang telah menjadi anggota komunitas Kristen.

Injil ini bermaksud menguatkan hati orang-orang Kristen bahwa mereka tidak perlu merasa terganggu sekalipun mereka ditolak oleh bangsanya sendiri. Penolakan bangsa Yahudi terhadap Mesias mengakibatkan bangsa Yahudi kehilangan hak berbicara dan berharap pada janji-janji Allah; dan Allah telah memilih suatu bangsa terpilih yang baru, yaitu Gereja. Matius mengutip banyak teks dari Perjanjian Lama untuk membuktikan bahwa orang-orang Kristen adalah ahli waris sejati dari umat perjanjian.

Dalam perspektif ini seluruh sejarah Yesus ditampilkan sebagai suatu konflik, yang berakhir dengan suatu pemisahan. Titik balik dapat ditemukan pada bagian akhir dari bab 13 dimana Yesus tidak lagi berbicara dengan masyarakat Yahudi pada umumnya, melainkan berbicara hanya kepada murid-murid.

Selasa, 21 September 2021

SUDAH SAATNYA GEREJA TRANSPARAN SOAL KEUANGAN

 

Gereja adalah bagian dari dunia. Karena itu prinsip-prinsip keduniaan, meski tidak semuanya, dapat diadopsi oleh Gereja. Salah satunya adalah soal transparansi laporan keuangan. Paus Fransiskus, sejak terpilihnya, mencanangkan transparansi keuangan di pusat Gereja Katolik, yaitu Vatikan. Karena itu, sudah saatnya pengelolaan harta benda Gereja, termasuk keuangan, dilakukan secara transparan agar umat mengetahuinya.

Apakah ajakan Paus Fransiskus untuk terbuka dalam keuangan Gereja sudah diikuti semua Gereja di belahan dunia? Harus diakui bahwa masih ada paroki yang menolak membuka laporan keuangannya kepada umat. Laporan keuangan hanya khusus untuk Pastor Kepala Paroki dan bendahara paroki saja. Umat, bahkan pastor pembantu pun tak diperkenankan untuk mengetahuinya. Lebih miris lagi ada paroki hanya mau transparan ke “atas” bukannya ke “bawah”. Padahal, yang sungguh mengetahui situasi yang terkait dengan harga ada di “bawah” bukan yang di “atas”.

Alasan Kuno Menolak Transparansi

Ada saja orang, bahkan dari hirarki, yang tidak setuju dengan transparansi keuangan. Mereka menilai bahwa di balik transparansi ada prinsip do ut des: saya memberi, maka saya menerima. Artinya, pemberian itu ada pamrih. Jadi, umat yang memberi kolekte, intensi, stipendium, dll, disinyalir memiliki pamrih pribadi, bukan murni persembahan kepada Tuhan, Gereja dan karya pastoral. Pemberian tersebut tidak seperti persembahan janda miskin (bdk. Lukas 21: 1 – 4).

Malahan orang menentang transparansi keuangan dengan menggunakan dasar biblis untuk menguatkan argumennya. Teks Kitab Suci yang biasa dipakai adalah Matius 6: 3: “Tetapi jika engkau memberi sedekah, janganlah diketahui tangan kirimu apa yang diperbuat tangan kananmu.” Teks ini biasanya dipakai sebagai prinsip dasar kristiani dalam memberi persembahan (kolekte, intensi, stipendium, dll).