Sabtu, 24 Juni 2017

ISLAM MENYAJIKAN KEKRISTENAN PALSU KEPADA UMATNYA

Saya lahir dan dibesarkan di Mesir, jantung dunia Islam dan Arab. Selama hidup di Mesir saya mendengar tentang kekristenan berasal dua sumber, yaitu dari Al-Azhar dimana saya belajar Islam dan agama lain, dan dari keluarga saya, tetangga, lingkungan dan media masa. Kedua sumber itu menyajikan kekristenan palsu, bukan kekristenan sejati yang saya temukan sejak bertemu Tuhan Yesus Kristus. Mereka tidak menyajikan kekristenan seperti yang diketahui dan dipercayai orang Kristen. Mereka menyajikan kekristenan seperti apa yang digambarkan oleh ayat-ayat Al-Quran dan pengajaran Islam. 
Mesir adalah rumah bagi denominasi Kristen yang sangat besar, yang mempunyai jutaan jemaat. Gereja ini memiliki ribuan cabang di berbagai kota dan desa di Mesir. Mereka tinggal di lingkungan saya, bekerja di pusat bisnis dan supermarket, bahkan di gedung pemerintahan. Namun tak ada seorang Kristenpun yang mencoba berbicara pada saya tentang Yesus Kristusnya dan iman Kristennya kecuali apoteker yang memberikan Alkitab untuk saya baca.
Orang Kristen tinggal di Mesir sebagai minoritas. Mereka masih dianiaya oleh kelompok fundamentalis Muslim. Sehingga mereka memutuskan untuk hidup sunyi dan menjauhkan diri sejauh mungkin dari mayoritas Muslim yang tinggal di negeri yang perlu mendengar tentang Yesus Kristus. Masyarakat Kristen ini hidup di bawah ketakutan besar, dan mereka sebenarnya menolak untuk bersaksi bagi orang-orang Muslim.
Teman Kristen Sekamar Saya
Ketika mengikuti wajib militer, kebetulan saya sekamar dengan seorang beragama Kristen. Dia mempunyai gelar sarjana bisnis. Selama mengikuti kegiatan itu, saya terus-menerus bertanya padanya mengenai imannya. “Bagaimana kamu dapat percaya pada tiga Tuhan?” saya bertanya, merujuk pada Trinitas. “Kamu pria berpendidikan, bagaimana kamu bisa percaya pada sesuatu yang begitu tolol?” Saya bertanya padanya bagaimana dia dapat percaya pada Tuhan yang memiliki anak. “Apakah Tuhan memiliki seorang istri?” saya mengolok. Semua konsep ini adalah penghinaan menurut Islam.

Kamis, 22 Juni 2017

HIDUPLAH PENUH SYUKUR

Setiap manusia selalu dipenuhi dengan begitu banyak harapan dan keinginan. Memang semua itu tidaklah salah. Semua itu wajar dan manusiawi, meski Iwan Fals pernah berkata dalam salah salah satu lagunya, “Keinginan adalah sumber penderitaan.” Hal ini sudah pernah ditekankan oleh Sidharta Buddha Gautama. Karena itu, salah satu ajaran utama ajaran Buddha adalah mematikan keinginan. Tentang keinginan ini, Rasul Yakobus pernah berkata, “Tiap-tiap orang dicobai oleh keinginannya sendiri, karena ia diseret dan dipikat olehnya.” (Yak. 1: 14).
Yang menjadi persoalan adalah sifat manusia yang selalu tidak pernah merasa puas. Dapat ini, inginkan itu. Dapat satu, berharap yang lain. Dan di saat tidak mendapatkan apa yang diinginkan atau diharapkan, mulailah muncul sifat manusia yang lain, yakni mengeluh. Terlalu sering mengeluh bisa membawa manusia ke dalam situasi depresi. Ujung-ujungnya adalah penderitaan.
Rasul Yakobus, dalam suratnya, menggambarkannya dengan sangat bagus. “Dari manakah datangnya sengketa dan pertengkaran di antara kamu? Bukankah datangnya dari hawa nafsumu yang saling berjuang di dalam tubuhmu. Kamu mengingini sesuatu, tetapi kamu tidak memperolehnya, lalu kamu membunuh; kamu iri hati, tetapi kamu tidak mencapai tujuanmu, lalu kamu bertengkar dan kamu berkelahi.” (Yak 4: 1 – 2). Oleh karena itu, Rasul Paulus menasehati, “Janganlah kamu memikirkan perkara-perkara yang tinggi, tetapi arahkanlah dirimu kepada perkara-perkara yang sederhana.” (Roma 12: 16).
Tulisan inspirasi hidup ini mengajak kita bagaimana menyikapi hidup. Tujuannya agar kita tidak jatuh ke dalam kebiasaan suka mengeluh. Lebih lanjut mengenai tulisan ini, silahkan baca di sini: Budak Bangka: (Inspirasi Hidup) Hiduplah Penuh Syukur

Selasa, 20 Juni 2017

PAUS FRANSISKUS: EVANGELISASI HARUS DILAKUKAN SECARA BERANI DAN KREATIF

Umat katolik, terutama anggota ordo religius, dipanggil untuk menjadi ‘misionaris tanpa batas’ yang berani, kreatif dan menghibur, ungkap Paus Fransiskus. Dalam pertemuan dengan anggota pimpinan umum tarekat suster Don Orione, Paus yang pernah meraih penghargaan Man 0f Years, mengatakan bahwa memusatkan perhatian pada panggilan untuk membantu orang lain dan membagikan Injil kepada mereka merupakan sesuatu yang memungkinkan orang kristen untuk tidak tenggelam dalam kekhawatiran dan urusan pribadi mereka sendiri.
“Misi dan pelayanan kepada orang miskin membuat Anda keluar dari diri sendiri dan membantu Anda mengatasi resiko membanggakan diri sendiri, dari resiko membatasi kepedulian Anda terhadap kelangsungan hidup dan mempertahankan diri secara berlebihan,” tutur Paus Fransiskus kepada para suster. “Mereka yang terlibat dalam misi dan evangelisasi, di dalam atau di luar negeri, harus berani dan kreatif.”
Kriteria kenyamanan bahwa misi selalu dilakukan dengan cara seperti ini tidak akan berhasil.masyarakat modern dan bentuk kemiskinan baru merupakan tantangan baru, terutama bagi tarekat religius dengan misi khusus untuk evangelisasi dan menangani orangmiskin, tegas Paus Fransiskus. “Kita hidup di masa dimana kita perlu untuk memikirkan kembali segala sesuatu sesuai dengan yang diminta Roh Kudus dari kita,” lanjut Paus, yang berani membongkar korupsi dalam Gereja.
Langkah pertama adalah melihat dan mendengarkan orang-orang yang kita bantu dan kepada siapa kita mewartakan Injil. Kuncinya adala menggunakan “tatapan Yesus, yang merupakan tatapan Gembala yang baik, tatapan yang tidak menghakimi tetapi mencari tahu kehadiran Tuhan.”
Mengikuti teladan Yesus berarti mendekati orang-orang agar bisa melihat dari jarak dekat dan tinggal bersama mereka selama diperlukan. Ini juga berarti memiliki pandangan yang “penuh hormat dan penuh belas kasih, yang menyembuhkan, membebaskan dan membahagiakan.”
sumber: UCAN Indonesia