Saya
lahir dan dibesarkan di Mesir, jantung dunia Islam dan Arab. Selama hidup di
Mesir saya mendengar tentang kekristenan berasal dua sumber, yaitu dari
Al-Azhar dimana saya belajar Islam dan agama lain, dan dari keluarga saya,
tetangga, lingkungan dan media masa. Kedua sumber itu menyajikan kekristenan
palsu, bukan kekristenan sejati yang saya temukan sejak bertemu Tuhan Yesus
Kristus. Mereka tidak menyajikan kekristenan seperti yang diketahui dan
dipercayai orang Kristen. Mereka menyajikan kekristenan seperti apa yang
digambarkan oleh ayat-ayat Al-Quran dan pengajaran Islam.
Mesir
adalah rumah bagi denominasi Kristen yang sangat besar, yang mempunyai jutaan
jemaat. Gereja ini memiliki ribuan cabang di berbagai kota dan desa di Mesir.
Mereka tinggal di lingkungan saya, bekerja di pusat bisnis dan supermarket,
bahkan di gedung pemerintahan. Namun tak ada seorang Kristenpun yang mencoba
berbicara pada saya tentang Yesus Kristusnya dan iman Kristennya kecuali
apoteker yang memberikan Alkitab untuk saya baca.
Orang
Kristen tinggal di Mesir sebagai minoritas. Mereka masih dianiaya oleh kelompok
fundamentalis Muslim. Sehingga mereka memutuskan untuk hidup sunyi dan
menjauhkan diri sejauh mungkin dari mayoritas Muslim yang tinggal di negeri
yang perlu mendengar tentang Yesus Kristus. Masyarakat Kristen ini hidup di
bawah ketakutan besar, dan mereka sebenarnya menolak untuk bersaksi bagi
orang-orang Muslim.
Teman Kristen Sekamar Saya
Ketika
mengikuti wajib militer, kebetulan saya sekamar dengan seorang beragama
Kristen. Dia mempunyai gelar sarjana bisnis. Selama mengikuti kegiatan itu,
saya terus-menerus bertanya padanya mengenai imannya. “Bagaimana kamu dapat
percaya pada tiga Tuhan?” saya bertanya, merujuk pada Trinitas. “Kamu pria
berpendidikan, bagaimana kamu bisa percaya pada sesuatu yang begitu tolol?”
Saya bertanya padanya bagaimana dia dapat percaya pada Tuhan yang memiliki
anak. “Apakah Tuhan memiliki seorang istri?” saya mengolok. Semua konsep ini
adalah penghinaan menurut Islam.