Senin, 20 Maret 2017

PAUS FRANSISKUS: PERTOBATAN TIDAK DATANG TIBA-TIBA

Masa prapaskah kental dengan pesan tobat. Setiap umat katolik dipanggil untuk bertobat sebagai wujud persiapan diri menyambut hari raya Paskah. Tobat secara sederhana dimaknai sebagai berubah, dan perubahan itu selalu terarah kepada yang baik dan benar. Jadi, jika sebelumnya orang berlaku jahat dan tidak benar dalam kehidupannya, maka dengan bertobat dia meninggalkan semuanya itu dan hidup dalam kebaikan dan kebenaran.
Perubahan adalah sebuah proses. Untuk sampai pada suatu hasil dari perubahan tidaklah mudah; tidak seperti membalikkan telapak tangan. Perubahan membutuhkan waktu, karena selalu ada tarik menarik antara dosa dan kebaikan. Keinginan manusia untuk meninggalkan dosanya selalu dihalangi agar manusia kembali lagi ke dalam dosa.
Paus Fransiskus mengatakan bahwa pertobatan tidak datang tiba-tiba, tetapi lahir dari belajar melakukan hal-jal baik, melalui aksi nyata setiap hari. Bahkan bagi orang yang paling suci sekalipun, pertobatan terjadi melalui kerendahan hati dan selalu berusaha menjadi lebih baik dari hari sebelumnya, ungkap Paus dalam misa 14 Maret di Kapela Domus Sanctae Marthae.
“Pertobatan tidak terjadi secara tiba-tiba seperti menggunakan mantra ajaib,” kata Paus Fransiskus. “Bukan seperti itu, pertobatan adalah sebuah jalan, jalan keluar dari pengaruh jahat dan pembelajaran,” ujar Paus.
Umat katolik dapat mewujudkan tobatnya melalui Sakramen Tobat. Salah satu bentuk konkret dari pertobatan adalah aksi nyata tidak mengulangi dosa-dosa yang telah diakui dalam sakramen tobat. Jadi, pertobatan bukan hanya sekedar mengakui dosa-dosa di hadapan imam, melainkan berusaha untuk tidak lagi melakukannya dalam kehidupan. “Kita belajar untuk melakukan kebaikan melalui aksi konkret. Bukan dengan kata-kata, tapi tindakan,” tanda Paus.
Paus Fransiskus menambahkan bahwa orang-orang Kristen dipanggil untuk menempuh jalan pertobatan prapaskah, karena sadar bahwa Tuhan adalah seorang Bapa yang berbicara, yang mencintai kita semua. “Dia menemani kita dalam perjalanan pertobatan. Yang Dia minta hanya kerendahan hati,” ungkap Paus. “Doa dosa kita pun akan diampuni.”
by: adrian
baca juga tulisan lainnya:

Sabtu, 18 Maret 2017

Foto-fotoku Thn 1989 - 1991

Selalu ada kisah dalam gambar. Dan kisah itu merupakan kisah memorial, karena gambar adalah rekaman satu peristiwa nyata. Peristiwa akan berlalu mengingat roda kehidupan terus berputar. Peristiwa yang terekam itulah yang kemudian menjadi memori atau kenangan. Secara umum kenangan dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok, yaitu kenangan indah, kenangan buruk dan kenangan biasa-biasa saja. Akan tetapi, semua itu tergantung sudut pandang mereka yang mengalaminya.
Sekalipun terbagi dalam 3 kategori, kenangan tentulah selalu meninggalkan pesan dan makna. Pesan atau kesan dan makna ini bukan hanya untuk mereka yang ambil bagian dalam kenangan itu saja, melainkan juga bagi siapa saja yang melihatnya. Di sinilah kenangan itu memiliki nilai historis.
“Foto-fotoku Thn 1988 – 1991” adalah rekaman kenangan masa seminari antara tahun 1988 hingga 1991. Melihat foto-foto ini saya seakan mencoba mengenal kembali siapa saya pada waktu itu. Orang lain juga dapat menilai siapa saya kini berdasarkan saya pada waktu itu. Lebih lanjut mengenai foto-foto tersebut,lihat saja di: Budak Bangka: Foto-fotoku Thn 1989 - 1991

Jumat, 17 Maret 2017

POST POWER SYNDROME

Beberapa kenalan menceritakan cerita sedihnya ketika “tidak menjabat lagi”. Salah seorang direktur di perusahaan multinasional ternama dihampiri petugas keamanan ketika memarkirkan mobilnya di tempat biasa. Petugas menyatakan bahwa tempat parkir tersebut diperuntukkan direktur yang baru, dan beliau dipersilahkan menggunakan tempat parkir umum.
Teman lain, yang merasa sudah menyiapkan suksesor dan rajin mementornya, terkejut ketika anak didiknya menolak diawasi setelah menduduki jabatannya. Hal-hal ini tentu menyakitkan hati, apalagi bila kita tidak bersiap mengantisipasinya. Di situasi lain, ada orang yang sudah diperlakukan baik-baik, dengan program pensiun yang jelas, tetap uring-uringan dan merasa tidak nyaman secara berkepanjangan. Kita, yang tidak merasakan situasi ini bisa dengan mudah menertawakan sang individu dan tidak bisa mengerti mengapa yang bersangkutan seolah-olah tidak rela melepas jabatannya itu. Jelas ini adalah gejala psikologis karena dalam hal ini kita tidak mengaitkannya dengan berkurangnya penghasilan.
Beberapa orang tampak sangat siap untuk menjalani kehidupan barunya selepas menjabat. Seperti halnya mantan wakil presiden AS, Joe Biden, yang naik kereta umum kembali ke kotanya, dengan sikap relaks. Orang-orang seperti ini tampak tidak menderita secara fisik, mental dan sosial. Sementara beberapa lainnya tampak berusaha menggapai-gapai status sosial yang dulu pernah ditempatinya.
Situasinya menjadi lebih buruk bila mereka mulai bersikap reaktif terhadap situasi sekitar. Kita tahu bahwa di Indonesia jabatan atau atau kedudukan berakhir di kisaran usia 60 tahun. Pada usia yang demikian, fisik manusia pada umumnya masih sehat. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh para senior ini? Apakah betul rasa tidak nyaman ini lazim dan tidak perlu kita tanggulangi. Bukankah kita semua akan menghadapi situasi seperti ini? Sudah siapkah kita?
Sudah Selesaikah Anda?