Sabtu, 01 Maret 2025

RENUNGAN HARI SABTU BIASA VII, THN I

Renungan Hari Sabtu Biasa VII – Thn I

Bac I           Sir 17: 1 – 15; Injil                   Mrk 10: 13 – 16

Sabda Tuhan dalam bacaan-bacaan liturgi hari ini mau mengatakan kepada kita betapa manusia itu luhur mulia. Hal ini sangat kental disuarakan penulis Kitab Putra Sirakh. Berangkat dari kisah penciptaan (Kej 1: 26 – 30; 2: 5 – 7) penulis kembali menyuarakan kemuliaan manusia dengan gaya bahasanya sendiri. Dapatlah dikatakan kemuliaan dan keluhuran manusia itu terletak pada gambaran Allah. Memang awalnya dikatakan manusia diciptakan Tuhan dari tanah (ay 1), yang mau menunjukkan kerapuhannya, tetapi penulis menegaskan bahwa menurut gambar Allah dijadikan-Nya manusia itu (ay 3). Tidak hanya itu, dikatakan bahwa Allah “menanamkan mata-Nya sendiri di dalam hati manusia” (ay 8). Jadi, poin penting yang mau disampaikan penulis Kitab Putra Sirakh di sini adalah bahwa manusia itu luhur mulia sehingga pantas untuk dihormati dan dihargai.

Kemanusiaan itu tidak dibatasi oleh sekat gender, suku, status sosial atau juga usia. Inilah yang mau disampaikan lewat tindakan Tuhan Yesus yang memarahi para murid-Nya yang mencegah anak-anak datang kepada-Nya (ay 13). Para murid tidak dapat melihat kemuliaan dan keluhuran martabat manusia dalam diri anak-anak. Akan tetapi, Yesus menegaskan kepada mereka bahwa mereka “itulah yang empunya Kerajaan Allah” (ay 14). Jadi, sekali pun anak-anak, yang dalam budaya tidak terhitung dalam status masyarakat, mereka tetaplah manusia yang perlu dihormati dan dihargai.

Dalam kehidupan terkadang kita sering menilai manusia menurut cara pandang kita. Kita membuat klasifikasi manusia berdasarkan ukuran kita. Karena itu terciptalah sekat-sekat pemisah di antara manusia. Penghormatan atas pribadi manusia didasarkan pada stratanya. Sabda Tuhan hari ini mengajak kita untuk melihat manusia dengan tolok ukur Allah. Setiap manusia harus dihormati dan dihargai bukan karena status sosialnya, bukan pula karena agama atau sukunya, atau apapun, melainkan karena kemanusiaannya. Setiap manusia adalah gambaran Allah. Ada keilahian dalam diri manusia. Inilah dasar kenapa Gereja Katolik menentang hukuman mati dan aborsi. Sekalipun manusia itu super jahat, dia tetaplah manusia. Kejahatan hanya mengaburkan keilahian yang ada dalam diri manusia itu. Ibarat mendung yang menutup cahaya matahari. Di balik mendung itu, matahari tetaplah bersinar.

by: adrian 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar