Suatu hari hujan lebat mengguyur
wilayah keuskupan. Saat itu saya sedang jogging mengitari kompleks wisma.
Spontan mata saya tertuju pada kolong gorong antara ruang TV dan kapel.
Biasanya di kolong itu ada anak anjing menikmati istirahat siangnya. Sekedar
informasi, anak anjing ini memiliki trauma dengan saya. Melihat saya ia selalu
ketakutan. Dan sebagai ungkapan ketakutan ia selalu menggonggong. Segera
gagasan untuk melakukan eksperimen kecil muncul di benakku.
Awalnya anak anjing ini sama
sekali tidak terganggu dengan turunnya hujan. Ia merasa nyaman di kolong itu.
Namun ketika hujan kian deras, dan air hujan mulai membasahi kolong, anjing ini
mulai terasa tidak nyaman. Hal ini sudah kuduga. Dan seperti biasa, secara
naluri, siapa dan apapun, akan berusaha meninggalkan ketidak-nyamanan dan
mencari situasi nyaman. Demikian halnya dengan anak anjing itu.
Anak anjing itu mulai
meninggalkan kolong. Akan tetapi, saya berdiri sekitar 3 langkah dari mulut
kolong. Melihat saya, anak anjing langsung menggonggong. Saat kepalanya mau
keluar, saya maju satu langkah. Anak anjing itu menggonggong sambil mundur ke
dalam kolong. Ketika ia mundur, saya kembali ke posisi semula. Begitulah
situasinya. Ketika anak anjing itu hendak keluar, saya maju satu langkah, dan
ia mundur kembali sambil menggonggong. Sementara hujan terus mengguyur, hanya
tingkat intensitasnya mulai menurun.
Dari dalam kolong anak anjing
itu terus menggonggong. Situasi ini berlangsung kurang lebih sekitar 25 menit.
Setelah itu, tak terdengar lagi bunyi gonggongan anak anjing itu. Hujan tinggal
rintik-rintik saja. Dari kejauhan saya melihat anak anjing itu mengambil posisi
tidur.
Dari sini dapat dilihat beberapa
kesimpulan. Ketika menghadapi situasi tak nyaman (daerah kolong basah), anak
anjing, secara naluri, berusaha untuk keluar dari situasi tidak nyaman itu.
Namun ia menemukan penghalang (dalam hal ini diri saya). Karena tidak dapat
mengatasi penghalang ini, anak anjing ini akhirnya memutuskan untuk bertahan di
bawah kolong, meski situasinya tidak nyaman. Dengan kata lain, anak anjing ini
menikmati ketidak-nyamanan sampai akhirnya merasa nyaman.
Namun, masih ada satu dua
pertanyaan yang belum bisa terjawab. Kesimpulan di atas terjadi karena nilai
ketidak-nyamanan lebih rendah daripada penghalangnya. Bagaimana jika seandainya
nilai ketidak-nyamanan itu sama atau lebih besar dari penghalang, apakah anak
anjing itu tetap menikmati ketidak-nyamanannya? Dalam kasus di atas, daerah
kolong hanya sekedar basah. Bagaimana kalau air menggenangi kolong sehingga
situasi benar-benar sangat tidak nyaman? Mungkin suatu saat saya akan
mencobanya.
Dari eksperimen anak anjing ini,
saya tertarik untuk menariknya ke dalam situasi manusia. Saya jadi teringat
akan suatu situasi di sebuah keuskupan yang mengalami takhta lowong. Ketika
takhta lowong, Vatikan mengangkat seorang uskup sufragan menjadi administrator
apostolik. Kebetulan uskup satu ini memiliki sikap yang agak tegas. Hal ini
terlihat dari kebijakan awalnya setelah terpilih jadi administrator apostolik:
ada beberapa imam didepak. Imam-imam ini sebelumnya selalu menikmati hak-hak
istimewa.
Berhadapan dengan administrator
apostolik ini imam-imam itu benar-benar merasa tidak nyaman. Mereka, yang pada
masa uskup sebelumnya benar-benar nyaman, kini mengalami situasi
ketidak-nyamanan. Mau keluar dari situasi tidak nyaman ini, ada penghalang,
yaitu janji imamat, yang setiap tahun selalu diucapkan di hadapan uskup dan
umat. Jadi, situasi mereka saat ini kurang lebih sama seperti anak anjing dalam
kasus di atas. Tapi, apakah para imam ini akan bertahan menikmati
ketidak-nyamannya?
Sama seperti dalam kasus di atas
masih meninggalkan pertanyaan, dalam kasus imam ini pun masih ada pertanyaan.
Pertanyaan itu seputar kadar ketidak-nyamanan. Tentulah tak selamanya uskup
tadi menjadi administrator apostolik. Pastilah suatu saat akan terpilih uskup
baru. Nah, bagaimana jika uskup baru nanti memiliki karakter jauh lebih tegas
dari administrator apostolik saat ini? Kadar ketegasan ini tentulah berdampak
pada ketidak-nyamanan para imam itu. Jadi, mereka sungguh-sungguh merasa tidak
nyaman. Apakah berhadapan dengan ketidak-nyamanan yang besar ini akan membuat
mereka berani mengalahkan penghalang untuk keluar dari situasi tidak nyaman
ini?
Kita lihat saja.
diolah kembali dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar