Dan ikutilah apa yang
diwahyukan kepadamu, dan bersabarlah hingga Allah memberi keputusan. Dialah
hakim yang terbaik. (QS 10: 109)
Al-Qur’an
diyakini oleh umat islam merupakan wahyu Allah yang secara langsung disampaikan
kepada nabi Muhammad SAW. Hal ini bisa dipahami sebagai berikut: Allah
berbicara kepada Muhammad, dan Muhammad mendengarnya. Umat islam percaya hanya
Muhammad sebagai penerima wahyu Allah. Dengan demikian, ia adalah lawan bicara
Allah. Apa yang didengar Muhammad itulah yang kemudian ditulis dan akhirnya
menjadi sebuah kitab yang diberi nama Al-Qur’an. Karena itu, umat islam percaya
dan meyakini bahwa apa yang tertulis dalam Al-Qur’an adalah merupakan kata-kata
Allah SWT sendiri. Umat islam menilai kitab sucinya benar-benar suci, karena di
dalamnya terdapat kata-kata Allah, yang adalah suci. Umat islam menaruh hormat
yang tinggi kepada Al-Qur’an. Pelecehan terhadap Al-Qur’an sama artinya
pelecehan kepada Allah. Orang yang melakukan hal itu, berdasarkan perintah
Allah dalam Al-Qur’an, wajib dibunuh (QS
al-Maidah: 33).
Umat
islam menganggap dan menilai Al-Quran sebagai keterangan dan pelajaran
yang jelas, karena memang demikianlah yang dikatakan Allah sendiri. Allah telah memudahkan wahyu-Nya sehingga umat bisa
dengan mudah pula memahaminya. Sebagai pedoman dan penuntun
jalan hidup, Allah memberikan keterangan dan pelajaran yang jelas sehingga
mudah dipahami oleh umat islam. Umumnya
para ulama menafsirkan kata “jelas” di sini
dengan sesuatu yang telah terang benderang sehingga tak perlu susah-susah
menafsirkan lagi pesan Allah itu. Dengan kata lain, perkataan Allah itu sudah
jelas makna dan pesannya, tak perlu lagi ditafsirkan. Sekalipun ditafsirkan,
tetap saja tafsiran itu tak jauh dari apa yang tertulis. Maksud dan pesan Allah
sesuai dengan apa yang tertulis dalam Al-Quran.
Penafsiran atas wahyu Allah yang tidak sesuai dengan apa yang tertulis bisa
berdampak pada ketidak-sesuaian dengan kehendak Allah sendiri.
Berangkat
dari dua premis di atas, maka apa yang tertulis dalam surah Yunus
ayat 109 di
atas merupakan perkataan langsung dan asli dari Allah SWT. Allah berbicara dan
Muhammad mendengarnya. Apa yang tertulis di sana seperti itu juga yang didengar
oleh nabi Muhammad SAW. Dan apa yang disampaikan Allah ini sudah jelas maknanya. Dengan sangat mudah dan sederhana ulama islam
menafsirkan kutipan kalimat Allah bahwa Allah adalah hakim yang terbaik, dan
umat islam wajib mengikuti keputusan-Nya.
Pada titik ini terlihat jelas betapa indahnya tafsiran wahyu Allah ini. Dan biasanya umat agama lain langsung terpesona dan kagum dengan penjelasan dan kata-kata manis yang keluar dari para ulama, sekalipun tafsiran seperti itu terdapat juga pada ajaran agama lain. Setiap umat beragama punya keyakinan bahwa Allahnya adalah hakim yang bijak. Namun perlu disadari bahwa keterpesonaan dan kekaguman atas tafsiran wahyu Allah di atas terjadi ketika kutipan kalimat Allah itu ditafsir lepas dari konteksnya. Perlu diketahui konteks wahyu Allah yang ada dalam Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan Muhammad mendengarkan. Umat islam percaya Muhammad adalah lawan bicara Allah. Karena itu, kutipan ayat di atas diyakini sebagai kata-kata Allah yang diucapkan-Nya kepada Muhammad. Berdasarkan konteks keindahan tafsiran wahyu Allah ini, bagi orang yang berpikiran waras, menyisakan masalah besar bagi iman islam.