Dewasa
ini, jika dikatakan Al-Qur’an tentulah orang langsung memahaminya sebagai kitab
suci umat islam yang bertuliskan bahasa Arab, yang terdiri dari 114 surah.
Al-Qur’an merupakan pusat spiritualitas umat islam. Ia dipercaya sebagai wahyu
Allah yang disampaikan langsung kepada nabi
Muhammad SAW (570 – 632 M). Jadi, konteks keseluruhan ayat Al-Qur’an adalah Allah berbicara dan
Muhammad mendengar. Apa yang didengar Muhammad inilah yang kemudian ditulis,
dan akhirnya menjadi Al-Qur’an. Karena itu, apa yang tertulis di dalamnya
dipercaya sebagai kata-kata Allah. Kepercayaan ini didasarkan pada perkataan Allah sendiri yang
banyak tersebar dalam Al-Qur’an. Dengan perkataan lain, umat
islam percaya bahwa kitab sucinya merupakan wahyu Allah karena Allah sudah mengatakan
demikian dalam kitabnya. Hal inilah yang membuat umat islam menaruh hormat yang
tinggi pada Al-Qur’an. Penodaan terhadap Al-Qur’an dilihat sebagai penodaan
terhadap Allah sendiri, dan orang yang melakukan itu harus dibunuh. Ini
merupakan perintah Allah, yang tertuang dalam Al-Qur’an sendiri (QS al-Maidah:
33).
Surah
ar-Rad merupakan surah ketigabelas dalam kitab Al-Qur’an. Surah ini masuk dalam
kelompok surah makkiyyah, artinya wahyu Allah yang turun saat Muhammad berada
di Mekkah. Tidak ada info pasti kira-kira tahun berapa wahyu Allah ini turun. Surah
ar-Rad hanya terdiri dari 43 ayat. Sekalipun terbilang pendek, dapat dipastikan
ke-43 ayat ini tidaklah turun sekaligus. Artinya, Allah tidak langsung
menyampaikan kepada Muhammad ke-43 wahyu-Nya ini. Bisa saja Allah
menyampaikannya dalam 2 tahap, bisa juga lebih. Tidak ada yang tahu pasti.
Seperti
surah-surah lainnya, dalam surah ar-Rad ini Allah memakai beberapa kata ganti,
yang dimaknai sebagai Allah. Selain kata “Allah” sendiri, digunakan juga kata ganti
“Kami”, “Dia” dan “Aku”. Jika ditelusuri dengan mata manusiawi, kata “Kami” ada
8 ayat, kata “Dia” ada 12 ayat, dan hanya ada 1 ayat dengan kata “Aku”. Ayat
selebihnya ada yang menggunakan kata “Allah” ada juga yang sama sekali tidak
memakai kata ganti apa pun karena memang tidak ada penggambaran peran Allah di
dalamnya. Penggunaan kata-kata ganti ini bervariasi. Misalnya, pada ayat awal
dipakai kata “Allah”, lalu dua ayat berikutnya pakai “Dia” untuk menunjukkan
pengganti kata “Allah” di depannya. Beberapa ayat kemudian bisa saja memakai
kata “Kami”, bisa juga kembali lagi ke “Allah”. Begitulah seterusnya. Terlihat
pemakaian 3 kata ganti ini selalu berselang-seling. Gambaran seperti ini
terulang berkali-kali sepanjang surah ar-Rad. Dalam tulisan ini akan
ditampilkan penggunaan ketiga kata ganti tersebut pada ayat 30 – 43.
Sengaja diambil 14 ayat terakhir dari wahyu
Allah ini karena sangat menarik untuk ditelaah. Di sini sangat terlihat tiga
kata ganti yang ditafsirkan sebagai Allah dipakai secara bergantian. Harap
diingat, semuanya diucapkan oleh Allah. Pada ayat 30 Allah menggunakan kata
“Kami” untuk menggambarkan diri Allah,
dan pada ayat 31 Allah memakai kata “Allah”. Yang menarik pada ayat 32 Allah
memakai kata “Aku” untuk menyebut diri Allah,
dan dalam ayat 33 – 35 kembali Allah menggunakan kata “Allah”, namun pada ayat
36 – 38 Allah menggunakan kata "Kami”. Pada ayat 39 Allah menggunakan kata
“Dia” untuk menggambarkan diri Allah, dan pada ayat 40 – 41 Allah kembali memakai kata “Kami”, namun
ayat 42 kembali digunakan kata “Dia”. Dalam ayat 43 sama sekali tidak ada
ketiga kata ganti dan juga kata “Allah”.
Demikianlah pemaparan penggunaan ketiga kata ganti untuk Allah dalam ayat 30 – 43. Haruslah dipahami bahwa ini semua diucapkan oleh Allah; dan Allah itu hanya ada satu. Lucu bukan?
Apa
yang bisa disimpulkan dari pemaparan ini? Melihat variasi penggunaan kata ganti
untuk Allah dalam surah ar-Rad ini bisa dikatakan betapa kacau balaunya bahasa
Allah. Padahal Allah itu diyakini maha sempurna. Di sini sudah terlihat jelas 3
hal, yaitu betapa Allah islam tidak konsisten, Allah islam tidak jelas dan/atau
Allah islam lebih dari satu, karena “aku”, “kami” dan “dia” adalah 3 entitas
yang berbeda. Bagaimana mungkin Allah yang satu (dan otomatis sama), ketika
berbicara lain waktu menggunakan kata “Kami”, lain waktu pakai kata “Dia”, dan
waktu lain pakai kata ganti “Aku”. Kata “dia” itu merujuk pada sosok pribadi
lain selain “aku”. Dengan kata lain, “dia” itu berbeda dengan “aku”.
Jika
ayat-ayat dengan kata ganti itu ditempatkan pada konteksnya, yaitu Allah
berbicara dan Muhammad mendengar, maka akan terlihat jelas bahwa Allah islam
lebih dari satu. Ayat yang menggunakan kata ganti “Aku” menunjukkan bahwa Allah
yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah Allah yang berbicara. Ayat yang
menggunakan kata ganti “Dia” menunjukkan bahwa Allah yang berbicara sedang
menyebut Allah yang lain. Artinya, Allah yang disebut atau yang terkandung dalam
kata ganti “Dia” tidak sama dengan Allah yang sedang berbicara. Ayat yang
menggunakan kata ganti “Kami” menunjukkan bahwa Allah yang dimaksud dalam ayat
tersebut adalah Allah yang berbicara dan juga Allah lain yang disebutkan dalam penggunaan
kata “Dia”. Dengan demikian Allah ada DUA.
Menghadapi
kekacauan ini, tak sedikit ulama islam berasionalisasi bahwa beberapa ayat
dalam surah ar-Rad tidak sepenuhnya langsung perkataan Allah, melainkan dari
Jibril, yang diyakini sebagai utusan Allah. Artinya, wahyu Allah dalam surah ar-Rad
tidak hanya didengar Muhammad dari Allah saja, tetapi juga dari Jibril. Dengan
demikian haruslah dikatakan bahwa surah ar-Rad tidak sepenuhnya merupakan wahyu
yang langsung dari Allah, karena ternyata Allah menyampaikan wahyu-Nya melalui
perantara. Namun umat islam percaya sumber wahyu itu satu, yakni dari Allah.
Hanya wahyu itu ada yang disampaikan Allah, dan ada juga yang disampaikan
Jibril. Pertanyaannya adalah ayat mana saja yang langsung dari Allah, dan ayat
mana saja yang berasal dari Jibril? Mungkin ayat yang menggunakan kata “Dia”
dipercaya merupakan perkataan Jibril, dan kata “Aku” merupakan perkataan Allah.
Dengan ini bisa dipahami bahwa kata “Kami” merujuk pada Allah dan Jibril. Menjadi
persoalan, ayat tersebut diucapkan oleh Allah atau Jibril? Siapapun yang
mengucapkannya, jika memang demikian, ada kesetaraan antara Jibril dengan
Allah. Bukankah ini berarti sudah mempersekutukan Jibril dengan Allah?
Dan
apakah benar wahyu yang disampaikan Jibril itu asli perkataan Allah? Ingat,
status Jibril adalah utusan. Dia hanya menyampaikan kata-kata Allah yang
mengutusnya. Secara logika dan juga linguistik perkataan Jibril yang dalam ayat
memakai kata ganti “Dia” bukanlah asli kata-kata Allah yang disampaikan Jibril,
melainkan kata-kata Jibril sendiri. Jika yang diucapkan Jibril itu sungguh
kata-kata Allah, maka setidaknya ada 2 rumusan redaksinya, yaitu:
1. “Allah
berfirman: ….” Dan ini harus sudah terlihat di awal sebelum penggunaan kata
ganti “Kami”. Selain itu, kata ganti untuk Allah yang digunakan Jibril adalah
“Aku”, bukan “Dia”.
2. Allah
berfirman bahwa ……” Di sini kata ganti untuk Allah yang digunakan Jibril adalah
“Dia”, bukan “Aku”.
Dengan
demikian rasionalisasi ulama islam sama sekali tidak mendasar. Pemunculan sosok
Jibril sama sekali tidak memecahkan kekacauan, tetapi justru tetap membuat
kacau. Karena itu, haruslah dikatakan surah ar-Rad tidak sepenuhnya merupakan
wahyu Allah, tetapi rekayasa Muhammad. Muhammad-lah yang menciptakan wahyu
Allah. Kata-kata Muhammad diletakkan di mulut Allah, sehingga seolah-olah itu
adalah perkataan Allah. Ini seakan menegaskan kembali apa yang pernah dikatakan
orang kafir di Mekkah pada masa Muhammad, bahwa Al-Qur’an merupakan rekayasa
Muhammad (QS al-Anbiya: 5).
Lingga,
21 Agustus 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar