Setiap hari Minggu bahkan setiap hari, umat Katolik merayakan perayaan
ekaristi sebagaimana pernah diminta Yesus kepada para rasul, "Lakukanlah
ini sebagai kenangan akan Aku." Dan dalam perayaan ekaristi itu umat
menyambut hosti yang adalah benar-benar tubuh Kristus. Sebelum ekaristi
hosti itu memang hanyalah sebuah roti tak beragi. Namun, setelah diberkati imam
dalam Doa Syukur Agung, tepatnya saat konsekrasi, hosti itu
menjadi tubuh Kristus. Hanya mata iman yang bisa melihatnya. Persis syair
lagu Allah yang Tersamar (Puji Syukur 557): "Allah yang
tersamar, Dikau kusembah// Sungguh tersembunyi, roti wujudnya//..."
Berikut ini akan dikisahkan beberapa kisah mukjizat ekaristi. Kami tidak
tahu apakah ini dapat menghapus keraguan banyak orang. Bukan maksud kami untuk
membuat Anda percaya. Karena soal percaya atau tidak adalah hak Anda. Kami
hanya mau berbagi cerita. Berkaitan dengan percaya atau tidak, kami mengikuti
apa yang pernah dikatakan Yesus, "Berbahagialah mereka yang tidak melihat,
namun percaya." (Yoh 20: 29).
CASCIA, sekitar tahun 1300
Cascia adalah sebuah kota kecil di pegunungan di lembah Umbrian, Italia.
Itulah kota kediaman St. Rita dari Cascia. Jenazah St. Rita yang hingga kini
masih utuh dibaringkan di Basilika Utama. Di bawahnya, di Basilika Kecil,
disimpan Mukjizat Ekaristi dan jenazah Beato Simone Fidati, seorang imam yang
terlibat langsung dalam mukjizat tersebut.
Pada masa terjadinya mukjizat, seorang imam tak lagi memiliki rasa hormat
terhadap Ekaristi. Ketika diminta untuk mengantarkan Sakramen Mahakudus kepada
seorang petani yang sedang sakit, ia mengambil sekeping Hosti yang telah
dikonsekrasikan, menempatkannya dengan sembarangan di antara halaman-halaman
buku breviary, lalu berangkat. Ketika ia membuka bukunya, ia mendapati bahwa Hosti
telah berubah warna merah darah segar dan darah meresap ke kedua halaman buku
di mana Hosti diselipkan.
Imam tersebut kemudian mohon nasehat Beato Simone Fidati, seorang imam yang kudus dan dihormati pada masa itu. Pastor Fidati menerima pengakuan sang imam dan memberinya absolusi. Beato Fidati mengambil kedua halaman dari breviary itu; satu ditempatkannya di tabernakel di Perugia dan satunya lagi ditempatkannya di Cascia. Mukjizat Ekaristi ini diperingati secara istimewa di Cascia setiap tahun pada Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus.
Orang-orang yang melihat ke halaman yang ternoda darah itu dapat melihat
gambar Kristus tertera di sana.
Ya Kristus, berilah kami rahmat agar dapat melihat Engkau dalam Ekaristi
dan mengenali-Mu pada saat pemecahan roti.
HASSELT, tahun 1317
Seorang imam mengunjungi seorang penduduk desa yang sedang sakit. Ia
membawa bersamanya sekeping Hosti dalam siborium dan meletakkan siborium di
atas meja, sementara ia pergi ke kamar lain untuk berbicara dengan si sakit dan
keluarganya. Seseorang yang berada dalam keadaan dosa berat membuka tutup
siborium, memegang Hosti, lalu mengangkatnya. Seketika itu juga, Hosti mulai
berdarah. Imam memasuki ruangan dan ia amat terperanjat melihat Hosti yang
berdarah.
Imam membawa kembali Hosti yang berdarah itu kepada kepala parokinya yang
menasehatinya untuk membawa Mukjizat Ekaristi itu ke gereja biara para
biarawati Cistercian di Herkenrode yang berjarak sekitar 30 mil jauhnya.
Begitu imam tiba di altar biara dan menempatkan Hosti di atas altar, suatu
penglihatan akan Kristus bermahkotakan duri nampak kepada semua imam yang
hadir. Oleh karena mukjizat Ekaristi dan penglihatan itu, segera saja
Herkenrode berubah menjadi tempat ziarah yang terkenal di Belgia.
Pada tahun 1804, Hosti dibawa ke Gereja di San Quentin di Hasselt, di mana
mukjizat Hosti yang terjadi pada tahun 1317 itu masih tetap dalam keadaan
seperti semula.
BLANOT, tahun 1331
Blanot, suatu dusun pertanian kecil, tidak pernah digambarkan dalam
peta-peta Perancis. Orang-orang Perancis yang meninggalkan Paris dan wilayah
utara untuk menikmati matahari pantai selatan akan melewatinya dari tahun ke
tahun tanpa pernah mengetahui keberadaan Blanot.
Namun demikian, dusun kecil ini dipilih Tuhan untuk menyatakan mukjizat-Nya
- mukjizat Ekaristi. Pada tahun 1331 penduduk desa berdatangan dengan berjalan
kaki atau dengan mengendarai kuda untuk merayakan Misa Paskah. Gereja kecil
mereka dipadati umat beriman dan Misa pun dimulai. Kesedihan Masa Prapaskah
telah berlalu dan umat Kristiani di seluruh dunia merayakan sukacita
Kebangkitan Yesus. Dapat dibayangkan bagaimana bunga-bunga liar yang indah di
desa itu telah dikumpulkan dan dirangkai menghiasi gereja untuk perayaan meriah
pagi itu.
“Yesus Kristus telah Bangkit - Alleluia!”
Sementara imam mempersiapkan Hosti, para putera altar membentangkan kain
putih panjang guna meyakinkan bahwa Hosti Kudus tidak terjatuh di lantai. Umat
maju ke altar, sebagian dengan tangan bersilang di dada dan sebagian lainnya
membuka mulut mereka untuk menerima Hosti. Seorang wanita, dengan sedikit
tergesa dan canggung, menutup mulutnya terlalu cepat sehingga secuil kecil
Hosti jatuh ke atas kain putih. Para putera altar amat terperanjat ketika
serpihan kecil Roti berubah menjadi suatu tetesan berwarna merah!
Segera sesudah umat terakhir menyambut Kristus, para putera altar bergegas
memberitahukan kepada imam apa yang telah terjadi. Imam menyisihkan kain itu
dan mencucinya dalam air bersih beberapa kali, tetapi, meskipun air berubah
warna menjadi merah, bekas tetesan terus muncul dan semakin membesar. Bekas itu
tidak mau hilang. Imam kemudian sadar bahwa Darah tidak akan mungkin dihapuskan
dari kain, maka ia menggunting bagian yang ternoda Darah dan menempatkannya
dalam sebuah mostrans.
Berita tentang mukjizat ini berkembang amat cepat dan pada hari Minggu,
limabelas hari sesudah paskah, Uskup Autun dari keuskupan terdekat, datang ke
Blanot disertai serombongan imam untuk menyelidiki kasus tersebut. Di akhir
penelitian, tim sepakat dengan suara bulat bahwa suatu mukjizat telah terjadi.
Tahun berikutnya, Paus Yohanes memberikan indulgensi khusus bagi mereka yang
merayakan Misa di gereja kecil Blanot. Para peziarah dari tempat-tempat yang
jauh berdatangan ke Blanot. Kain di simpan dalam gereja sebagai tanda nyata
akan kasih Allah. Di kemudian hari, kain dipotong dan reliqui kecil yang
berharga itu ditempatkan dalam sebuah botol kristal. Meskipun harus melewati
dua kali masa perang dunia, reliqui tersebut tidak pernah meninggalkan Blanot.
Dalam masa-masa kesesakan - reliqui dihantar dari rumah ke rumah - dan dari
waktu ke waktu dipergunakan untuk menyembuhkan mereka yang sakit. Dalam
masa-masa tenang, reliqui dihantar kembali ke rumahnya yang pantas dalam
dinding gereja dan di sanalah ia berada hingga saat ini bagi para peziarah yang
datang dari seluruh penjuru dunia untuk menyaksikan serta bersembah sujud di
hadapannya.
diambil dari tulisan 7 tahun lalu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar