“Panggilan untuk ‘datang dan lihatlah’
merupakan metode otentik setiap komunikasi manusia,” jelas Paus Fransiskus
dalam pesannya untuk hari komunikasi sedunia ke-55. Sangat menarik bahwa pesan
tersebut disampaikan menjelang pesta St. Fransiskus de Sales, orang kudus
pelindung para wartawan.
“Tahun
ini saya ingin mencurahkan perhatian pesan ini pada ajakan untuk ‘datang dan
lihatlah’, yang bisa menjadi inspirasi bagi semua komunikasi yang berusaha
menjadi jelas dan jujur, di pers, pada internet, dalam khotbah harian Gereja
dan dalam komunikasi politik dan sosial,” ungkap Paus Fransiskus. Tema ini
mengingatkan kisah Injil tentang pertemuan awal murid-murid pertama dengan
Yesus, yang mengajak mereka untuk datang dan melihat, untuk masuk dalam
hubungan dengan Dia. Belakangan, salah satu murid itu, St. Filipus, sahabat
Nathanael, yang mengajaknya untuk “datang dan melihat” Mesias yang dia jumpai.
Paus Fransiskus menegaskan, “Begitulah iman kristen dimulai, dan iman dikomunikasikan; sebagai pengetahuan langsung, yang lahir dari pengalaman, bukan dari desas-desus.” Dijelaskan juga bahwa melihat sesuatu untuk diri sendiri adalah cara terbaik agar mendapatkan kebenaran, dan “pengecekan paling jujur dari setiap pesan, karena untuk tahu kita perlu berjumpa, biarkan orang di depan saya berbicara, biarkan kesaksiannya sampai kepada saya.”
Paus
Fransiskus sangat kritis terhadap kecenderungan mereduksi berita menjadi soundbite (penggalan atau potongan
pernyataan, red) yang merupakan
rujukan pribadi dan sudah dikemas sebelumnya, yang hanya mencerminkan
kepedulian dan sudut pandang dari “kekuasaan yang ada.” Hal ini mengarah pada
alur informasi yang “dibuat di ruang redaksi,” yang tidak akurat mencerminkan
kenyataan di lapangan. Sebaliknya kita malah harus “turun ke jalan” untuk
melihat hal-hal yang tidak kita tahu kalau tidak melakukannya, berbagi
pengetahuan yang tidak akan terjadi kalau kita tidak melakukannya, dan
mengalami perjumpaan-perjumpaan yang juga tidak akan terjadi kalau kita tidak
melakukannya.
Paus
Fransiskus meminta para wartawan, khususnya, agar rela pergi ke tempat yang
tidak dikunjungi siapa pun, harus mempunyai keinginan untuk melihat sendiri, “rasa
ingin tahu, keterbukaan, gairah.” Paus Fransiskus juga memuji keberanian
wartawan yang menghadapi resiko besar untuk berbagi cerita panjang orang
tertindas, tentang penderitaan orang miskin dan tentang ciptaan, tentang
peperangan yang terlupakan. “Jika tidak ada suara-suara itu, ini kerugian bukan
hanya untuk pelaporan berita, tetapi untuk masyarakat dan demokrasi secara keseluruhan.
Seluruh keluarga manusia kita akan dimiskinkan,” tegas Paus Fransiskus.
Paus
Fransiskus mencatat banyak situasi saat ini meminta seseorang untuk ‘datang dan
melihat’ segala sesuatu sebagaimana adanya. Terlalu sering kita beresiko
melihat sesuatu hanya dari sudut pandang orang kaya di dunia. Ini dapat
menyebabkan perbedaan antara berita yang kita terima dan apa yang sebenarnya
terjadi.
Paus
Fransiskus juga menyinggung soal pentingnya sarana komunikasi modern, khususnya
internet. “Internet dengan ekspresi media sosialnya yang tak terhitung
jumlahnya, bisa tingkatkan kapasitas untuk melaporkan dan berbagi, dengan lebih
banyak perhatian pada dunia dan banjir gambar dan kesaksian yang terus menerus.”
Ini memungkinkan lebih banyak orang berbagi cerita mereka, dan menjadi saksi
dari apa yang mereka lihat dan dengar.
Namun,
di saat yang sama, Paus Fransiskus memperingatkan tentang “resiko penyebaran
informasi yang salah di media sosial.” Memang patut diakui bahwa internet
adalah alat ampuh yang menuntut dari kita, baik sebagai produsen maupun
konsumen informasi, kehati-hatian yang tinggi dan perhatian yang bertanggung
jawab atas cara kita menggunakannya. “Kita semua bertanggung jawab atas
komunikasi yang kita buat, atas informasi yang kita bagikan, atas kendali yang
dapat kita lakukan terhadap berita palsu dengan membongkarnya. Kita semua harus
menjadi saksi kebenaran: pergi melihat dan berbagi,” jelas Paus Fransiskus.
Paus
Fransiskus menekankan, “dalam komunikasi tak ada yang bisa sepenuhnya
menggantikan melihat sesuatu secara langsung; hanya bisa dipelajari melalui
pengalaman tangan pertama.” Pesan Yesus tidak bisa dipisahkan dari perjumpaan
pribadi dengan-Nya. “Sungguh di dalam Dia – logos
yang berinkarnasi – penjelmaan Sabda; Tuhan yang tidak terlihat
membiarkandiri-Nya dilihat, didengar dan disentuh,” papar Paus Fransiskus.
Ini
berlaku untuk semua komunikasi, yang hanya bisa efektif jika melibatkan orang
lain dalam perjumpaan, pengalaman, dialog. Injil disebarkan melalui perjumpaan
pribadi, seperti terlihat dalam pengalaman mereka yang bertemu Yesus atau yang
mendengar pesan dari Santo Paulus. “Begitu juga Injil hidup di zaman kita
sendiri, setiap kali kita menerima kesaksian orang-orang yang hidupnya telah
diubah oleh perjumpaan-perjumpaan mereka dengan Yesus,” ungkap Paus Fransiskus.
“Selama
dua rubu tahun, rangkaian perjumpaan seperti itu telah mengomunikasikan daya
tarik petualangan kristen. Maka tantangan yang menanti kita adalah
berkomunikasi dengan berjumpa dengan orang-orang, dimana mereka berada dan
sebagaimana mereka adanya,” pungkas Paus Fransiskus.
Paus
Fransiskus mengakhiri pesannya dengan doa:
Tuhan, ajarilah kami
untuk melampaui diri kami sendiri,
dan pergi mencari
kebenaran.
Ajarilah kami untuk
keluar dan melihat,
ajari kami untuk
mendengar,
bukan untuk melipur
prasangka
atau menarik
kesimpulan terburu-buru.
Ajari kami pergi ke
tempat yang tidak akan dikunjungi orang lain,
mencari waktu perlu
untuk memahami,
memperhatikan hal-hal
penting,
tidak terganggu oleh
hak-hak yang tak berguna,
membedakan penampilan
menipu dari kebenaran.
Berilah kami rahmat
untuk tahu dimana Kau tinggal di dunia kami
dan apa yang benar
perlu diberitahukan
kepada orang lain
dari apa yang kami lihat.
sumber:
Pena Katolik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar