Pada
akhir tahun 2000 atau 2001, kami pernah menulis sebuah artikel di satu majalah
gerejawi (BERKAT atau PETRA?). Judul tulisan tersebut adalah “KBG: Keluarga Basis Gerejawi”. Dalam
artikel tersebut kami hendak menyatakan bahwa pastoral keluarga harus
didahulukan sebelum komunitas (baca KBG). Artinya Gereja harus memberi
perhatikan terlebih dahulu kepada penanganan persoalan dalam keluarga sebelum
membentuk KBG.
Sekitar
20 tahun berikutnya kami menyadari bahwa apa yang kami utarakan dalam artikel
20 tahun lalu itu sudah ditegaskan oleh Paus Yohanes Paulus II pada November
1981 lewat Anjuran Apostoliknya, Familiaris
Consortio (FC). Kesadaran ini baru muncul setelah kami membaca FC. Memang
sebelumnya kami sudah mendengar tentang anjuran apostolik ini dan juga kutipan-kutipan
pentingnya. Namun, sebagai satu kesatuan buku, kami baru membacanya di akhir
tahun 2020.
Dalam
anjuran apostoliknya tersebut Paus Yohanes Paulus II menegaskan bahwa pastoral
keluarga, yaitu mendampingi keluarga, “sungguh mendesak.” (no. 65). Karena
itulah Bapa Paus menyatakan bahwa di Roma sudah ada Lembaga Tingkat Tinggi
untuk mengkaji masalah-masalah keluarga. Paus Yohanes Paulus II menghendaki
supaya “para uskup mengusahakan agar sebanyak mungkin imam mengikuti
kursus-kursus di situ.” (no. 70). Dalam FC, pendampingan keluarga tidak hanya
dikhususkan bagi mereka yang sudah berumah tangga, melainkan juga tindakan awal
yang mendahuluinya, yakni pernikahan. Bagi Bapa Paus “pernikahan dan keluarga
termasuk nilai-nilai manusiawi yang paling berharga” (no. 1). Karena itu,
dibutuhkan reksa pastoral terhadap kedua hal tersebut (no. 66 – 69).
Menjadi pertanyaan, sudahkan Keuskupan Pangkalpinang menjawab harapan Paus itu?
Dapatlah
dikatakan bahwa tanpa terlebih dahulu memberi perhatian kepada pastoral
keluarga, Keuskupan Pangkalpinang langsung memprioritaskan pastoral komunitas
(KBG). Padahal komunitas tersebut terdiri dari keluarga-keluarga. Bagaimana
bisa pastoral KBG bisa berjalan jika keluarga-keluarga yang ada di dalamnya
dengan berbagai permasalahannya belum ditangani dengan baik? Bagaimana mungkin
KBG bisa berfungsi baik bila keluarga-keluarga dengan berbagai macam persoalan
belum diberesi?
Tentu
akan muncul semacam rasionalisasi bagi mereka pendukung KBG bahwa semua itu
bisa dan akan ditangani di dalam KBG. Harus jujur dikatakan bahwa itu ibarat
menyapu lantai kotor dengan sapu kotor.
Dalam
FC, Paus Yohanes Paulus II merujuk pada dekrit Apostolicam Actuositatem (AA, no 11) menegaskan bahwa keluarga sebagai
sel pertama dan vital bagi masyarakat (no. 42). Dan mengutip Konstitusi
Dogmatis Lumen Gentium (LG, arti. 11) Paus mengatakan keluarga sebagai gereja
rumah tangga.
Pentingnya
pastoral keluarga mengatasi KBG bisa dilihat dari dokumen-dokumen gerejawi.
Dalam dokumen yang dihasilkan oleh Konsili Vatikan II, setidaknya ada Lumen
Gentium, Gaudium et Spes, Apostolicam Actuositatem dan Gravissimum Edicationis.
Jika melihat rujukan dokumen magisterium yang dipaparkan DR Bernard S. Balun dalam “Komunitas
Basis Gerejawi: Dokumen Resmi dan Tinjauan Historis, Teologis dan Pastoral”,
kita sama sekali tidak menemukan adanya dokumen dari Konsili Vatikan II. Selain
itu tidak ada dokumen magisterium yang secara spesifik mengulas tema KBG,
sementara tema keluarga ada banyak, seperti FC, Amoris Laetitia (AL),
Evangelium Vitae (EV), Panggilan dan Misi Keluarga dalam Gereja dan dakam Dunia
Dewasa Ini, Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan dakam Dunia Zaman
Sekarang, Hidup Pasangan Tanpa Nikah, Keluarga dan Hak-hak Asasi, Kerjasama
Pria dan Perempuan dalam Gereja dan Dunia, Surat kepada Keluarga-keluarga dari
Paus Yohanes Paulus II, Kedamaian dan Keluarga, dan masih banyak lagi.
Terkait
dokumen magisterium yang dikutip DR Bernard S. Balun, setidaknya ada 2 kategori.
Pertama, hanya sekedar menyebut frase
“komunitas basis”. Ini dapat dilihat dalam FC. Kedua, menjelaskan juga maksud dan tujuan komunitas tersebut.
Dibandingkan dengan tema keluarga, jika hanya sekedar menyebut frase
“pernikahan dan keluarga” tentulah tak terbilang banyaknya dokumen magisterium.
Jauh lebih banyak dari tema KBG. Jika membandingkan dokumen yang dikeluarkan
Paus, entah itu ensiklik atau juga eksortasi, maka akan terlihat jelas betapa
bobot tema keluarga begitu dominan. Dari buku DR Bernard S. Balun itu dapat
ditemui ada 10 dokumen yang dihasilkan oleh Bapa Paus. Tentu harus dijelaskan
juga bahwa tak ada satu dokumen pun yang secara khusus membahas tema KBG. Tema
ini merupakan bagian kecil dari keseluruhan dokumen. Dari teks referensi 10 dokumen
itu, hanya 3 dokumen saja yang sama sekali tidak menyinggung soal keluarga.
Namun bukan berarti secara keseluruhan 3 dokumen tersebut sama sekali tidak ada
menyebut soal keluarga atau pernikahan. Sementara itu, ada sekitar 12 dokumen
dari Bapa Paus yang membahas atau menyinggung soal pernikahan dan keluarga.
Selain 7 dokumen yang sama membahas soal KBG, masih ada dokumen lainnya,
seperti, AL, Humanae Vitae, EV, Laborem Exercens, dan Humani Generis.
Setidaknya FC dan AL merupakan dokumen yang secara khusus membahas soal
pernikahan dan keluarga.
Sebagai
kesimpulan dapatlah dikatakan bahwa pastoral keluarga jauh lebih urgen daripada
pastoral KBG. Bukan lantas berarti bahwa pastoral KBG itu tidak penting. Reksa
pastoral keluarga harus didahulukan. Namun sayang, Keuskupan Pangkalpinang
justru lebih memilih pastoral KBG. Bahkan bisa dikatakan bahwa karena begitu
getol dengan pastoral KBG, pastoral keluarga sedikit terabaikan. Hal ini dapat
dilihat dari adanya (pastor) paroki yang alergi terhadap lembaga kerasulan
keluarga seperti CFC atau ME. Ada imam yang berargumen bahwa keluarga yang
bermasalah karena tidak terlibat aktif dalam KBG. Selain itu juga, penanganan
kasus-kasus perkawinan lewat jalur tribunal pun tidak berjalan dengan baik.
Karena
itu, sudah saatnya keuskupan untuk memikir ulang arah pastoralnya ke depan. Back to basic. Dan basis pastoral itu
ada di keluarga. Perubahan arah pastoral ini tidak harus diikuti dengan
perubahan visi keuskupan. Visi keuskupan tetap sama. Untuk mewujudkan visi
Gereja Partisipatif, pertama-tama harus dimulai dari keluarga. Gerak pertama
partisipasi umat ada di dalam keluarga.
Ujung
Beting, 30 Desember 2020
Tidak ada komentar:
Posting Komentar