Bagi
orang yang suka akan ilmu alam tentu sudah tak asing lagi dengan teori
geosentris dan teori heliosentris. Sekarang ini dunia mengakui kebenaran teori
heliosentris. Teori ini telah menggantikan teori sebelumnya, yaitu teori
geosentris. Namun, selama ini dunia hanya tahu bahwa permasalahan teori
heliosentris hanya melibatkan Gereja Katolik saja. Seolah-olah konflik seputar
teori ini hanya terjadi antara Gereja Katolik dan dunia Ilmu Pengetahuan yang
diwakili oleh Galileo Galilei.
Memang
sejarah mengungkapkan ada pertentangan antara Gereja Katolik dan Galileo
Galilei. Akar persoalannya adalah pernyataan Galileo yang mendukung pendapat
Nicolas Copernikus tentang matahari sebagai pusat tata surya (dikenal dengan
teori heliosentris). Pendapat Copernikus ini bertentangan dengan pendapat umum
yang sudah bertahan puluhan abad bahwa yang menjadi pusatnya adalah bumi.
Pendapat umum ini dikenal dengan teori geosentris.
Gereja
Katolik berada di balik pendapat umum tersebut. Ia mendukung teori geosentris.
Dasar dukungannya ada pada Kitab Suci, yaitu Kitab Pengkhotbah 1: 5 yang
berbunyi “Matahari terbit, matahari terbenam, lalu terburu-buru menuju tempat ia terbit
kembali.” Membaca teks ini sangat jelas ada proses pergerakan matahari. Yang tetap
adalah bumi, sedangkan matahari bergerak.
Geosentris: Al-Quran vs Alkitab
Sebenarnya
bukan cuma kitab suci orang Yahudi dan Kristen saja yang mendukung pendapat
teori geosentris. Al-Quran juga ternyata memuat teori ini. Jika kitab suci
orang Yahudi dan Kristen hanya sekali saja memuat konsep geosentris (Kitab
Pengkhotbah 1: 5), konsep ini tersebar di beberapa surah dalam Al-Quran. Malah ada
surah begitu jelas mengatakan bahwa matahari bergerak pada orbitnya. Berikut
ini petikan-petikan surah yang menerangkan teori geosentris (kami menggunakan
Al-Quran terbitan Departemen Agama RI tahun 2006).
Surah Ibrahim: 33,
“Dan Dia telah menundukkan matahari dan bulan bagimu yang terus-menerus beredar (dalam
orbitnya)... “
Surah Al-Anbiya: 33,
“Dan Dialah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan.
Masing-masing beredar pada garis edarnya.”
Surah Yasin: 38,
“dan matahari berjalan di tempat
peredarannya...”
Surah Yasin: 40,
“Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat
mendahului siang. Masing-masing beredar
pada garis edarnya.”
Surah Ar-Rahman: 5,
“Matahari dan bulan beredar menurut
perhitungan.”
Kelima
surah di atas memakai kata dasar kata “edar”. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia online, kata “edar” memiliki arti (1) berjalan berkeliling (hingga
sampai ke tempat permulaan); (2) berpindah-pindah dari tempat satu ke tempat
lain; berputar. Jadi, jika matahari dikatakan beredar, maka matahari itu
berputar; bukan berputar di tempat melainkan berkeliling (berpindah-pindah).
Jadi, sangat jelas bahwa Al-Quran mendukung teori geosentris, meski tidak tegas
dikatakan bahwa bumi tetap pada tempatnya.
Akan
tetapi, kenapa seakan Alkitab saja yang disalahkan? Padahal kesalahan ini
mengandung konsekuensi yang cukup berat. Jika Alkitab dikatakan salah, sedikit
masuk akal. Alkitab, dalam keyakinan orang Kristen adalah tulisan manusia yang
diinspirasikan oleh Roh Kudus. Manusia yang menulis kitab tersebut tak bisa
dilepaskan dari latar belakang budaya, situasi dan perasaan pribadi. Karena
itu, kitab-kitab dalam Alkitab terbagi dari beberapa jenis, yaitu Taurat,
sejarah, sastra dan nubuat. Kitab Pengkhotbah masuk dalam jenis karya sastra,
sama seperti Kitab Amsal, Kidung Agung, Kitab Kebijaksanaan, Kitab Ayub, dll.
Oleh
karena itu, teks Pengkhotbah 1: 5 harus dilihat sebagai sebuah karya sastra
(puisi), ekspresi penulis terhadap apa yang dilihatnya. Kitab ini ditulis
sekitar abad ketiga sebelum masehi, jauh sebelum Nicolas Copernikus (1473 –
1543) dilahirkan. Apa yang dilihat penulis tentang matahari (matahari terbit
kemudian terbenam, lalu kembali terbit lagi di tempat yang sama) diungkapkannya
dalam tulisan. Dan jika memperhatikan teks tersebut sangat jelas bahasa puisi
terkandung di dalamnya.
Bagaimana
dengan Al-Quran? Umat islam meyakini bahwa Al-Quran adalah firman Allah secara
langsung. Berbeda dengan Alkitab, tulisan-tulisan yang ada di dalam Al-Quran
adalah langsung kata-kata Allah. Malah ada yang meyakini Al-Quran sebagai kitab
langsung diturunkan kepada Muhammad secara utuh. Jadi, kata-kata bahwa matahari
beredar pada edarannya (atau pada orbitnya) adalah kata-kata Allah sendiri.
Di
perkirakan Nabi Muhammad menerima Al-Quran ini sekitar abad ketujuh sesudah
masehi. Jadi, sekitar 9 abad setelah Kitab Pengkhotbah ditulis dan sekitar 7
abad sebelum Copernikus mencetuskan teorinya. Sangat jelas bahwa 5 surah
menggambarkan adanya teori geosentris, seakan meneruskan tradisi Kitab
Pengkhotbah. Akan tetapi, 7 abad kemudian, sama seperti Kitab Pengkhotbah,
gambaran geosentris dipatahkan oleh teori heliosentris. Menjadi persoalan,
apakah Allah, yang telah berfirman dalam Al-Quran salah atau keliru?
Sebuah Dampak bagi Iman
Sekarang
ini umat manusia menganut teori heliosentris. Teori ini seakan sudah tak
terbantahkan kebenarannya. Matahari menjadi pusat, sedangkan bumi bersama
dengan planet lainnya berputar pada garis putarannya. Matahari tetap, tidak
bergerak, dan bumi beredar pada orbitnya. Teori ini tentulah bertentangan
dengan apa yang tertulis dalam kitab suci tiga agama samawi, yaitu Yahudi,
Kristen dan Islam. Ketiga agama ini sama-sama mengakui bahwa kitab suci adalah
buku iman. Bagaimana efek kemunculan teori heliosentris bagi iman?
Bagi
umat Yahudi dan Kristen kebenaran teori heliosentris tidak serta-merta
menghapus kebenaran iman dalam Kitab Pengkhotbah (Pengkhotbah 1: 5), yang oleh
para ahli dilihat sebagai dasar atau memuat teori geosentris. Kitab
Pengkhotbah, sebagai sebuah kitab adalah karya manusia. Apa yang dilihat,
didengar dan dirasakan kemudian direfleksikan dengan terang Roh Kudus. Semuanya
itu akhirnya ditulis dalam sebuah kitab. Karena itu, umat Yahudi dan Kristen
sama sekali tidak terganggu dengan pertentangan antara teori heliosentris
dengan teks Pengkhotbah 1: 5. Umat Yahudi dan Kristen tetap mengakui kebenaran
teks tersebut. Mereka tetap melihat bahwa matahari terbit di Timur dan
tenggelam di Barat dan kemudian muncul lagi di Timur. Kebenaran Pengkhotbah 1:
5 ini seakan tak terbantahkan. Sampai kapan pun matahari akan terbit di Timur
dan terbenam di Barat lalu muncul lagi di Timur. Bukankah semua manusia, bahkan
ahli pendukung teori heliosentris sekalipun, mengakui kebenaran ini?
Akan
berbeda efeknya bagi umat islam. Semua umat islam yakin bahwa Al-Quran adalah
firman Allah secara langsung. Lima surah geosentris di atas juga merupakan
kata-kata Allah. Malah sangat jelas dikatakan bahwa matahari beredar pada orbit
atau garis edarnya. Jika ayat kelima surah ini dipertentangkan dengan teori
heliosentris, tentulah bisa dikatakan bahwa surah-surah tersebut salah.
Kebenaran konsep matahari beredar pada garis orbitnya terpatahkan dengan adanya
teori heliosentris. Jadi, kelima surah tersebut salah. Jika teks-teks dari
kelima surah tersebut dibaca kembali secara hurufiah, sebagaimana orang membaca
teks Pengkhotbah 1: 5, pastilah pembaca akan menyatakan teks ini keliru.
Namun,
apakah lantas bisa dikatakan bahwa Allah salah/keliru atau berbohong? Sudah
bisa dipastikan bahwa Allah salah atau setidaknya menyampaikan suatu kebohongan.
Allah keliru/salah ketika mengatakan bahwa matahari beredar pada garis edarnya.
Allah telah berbohong ketika berkata bahwa matahari beredar pada garis edarnya.
Kenapa Allah orang islam bisa salah? Mengapa Allah umat islam berbohong?
Padahal kita mengakui bahwa Allah itu Mahabenar dan Maha Pengetahu. Dalam Al-Quran tertulis "Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS Al-Mujadilah: 7).
Koba,
16 April 2017
by:
adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar