Liburan
November 2016 lalu, saya berkesempatan mengunjungi sahabat lama saya. Dulu kami
pernah satu seminari menengah dan kembali bertemu di seminari tinggi yang sama.
Akan tetapi, jalan panggilan hidup kami berbeda. Ia memilih menjadi awam, sedangkan
saya lanjut menjadi imam.
Saat
ini dia bekerja di pemerintahan daerah, di salah satu daerah di Flores sebagai
PNS. Posisi jabatannya di pemda terbilang lumayan penting, karena dia tidak
hanya bermodalkan ijasah S-1 filsafat, melainkan S-2 manajemen aset, yang
diperolehnya di UGM Yogyakarta.
Tiga
hari saya tinggal bersama dengannya, ngobrol dan jalan-jalan di daerahnya. Selama
itu saya sungguh kagum dengan penampilan sahabat saya ini. Sekalipun tidak
mengucapkan kaul/janji kemiskinan seperti para imam, biarawan/biarawati, gaya
hidupnya sangat sederhana. Kontras dengan segelintir imam, yang juga pernah
hidup bersamanya di seminari tinggi.
Padahal
dia tidak terikat dengan kaul dan janji kemiskinan. Gajinya sekitar tiga kali (bahkan
empat) uang saku saya. Itu belum termasuk tunjangan dan lainnya. Tapi motor
tunggangannya hanyalah Yamaha Jupiter MX King 150 cc, sebuah motor bebek. Harganya
berada dalam kisaran 18 – 20 juta. Kontras dengan beberapa imam yang mempunyai
motor pribadi dengan harga di atas 50 juta.
Belum
lagi soal HP-nya. Selama tinggal bersamanya, tidak pernah saya melihatnya
memegang HP lain selain Nokia N70, jenis nokia yang diproduksi tahun 2005. Ini berarti
teman saya ini hanya mempunyai 1 HP. Dengan gajinya sebulan, ditambah belum
punya beban tanggungan, sebenarnya dia pantas dan layak memiliki HP sekelas Samsung
Galaxy dengan harga kisaran 2 – 4 juta. Kepada saya dia hanya mengatakan bahwa
dia merasa belum merasa butuh memiliki barang-barang itu, di samping dia belum
bisa melepas Nokia N70-nya.
Sikapnya
ini sungguh sangat berbeda dengan beberapa rekan imam, yang juga pernah hidup
bersamanya di seminari tinggi. Sangat sulit menemukan imam yang hanya memiliki
satu HP. Minimal seorang imam mempunyai dua HP. Itu pun harganya jauh di atas
uang sakunya.
Di kehidupan
awam, khususnya pemerintahan, pegawai yang hidupnya tidak sesuai dengan
pendapatannya, patut dicurigai. Contoh konkret adalah Gayus HP Tambunan. Kekayaan
yang dimilikinya tidak sebanding dengan gaji yang diterimanya. Karenanya,
pantas jika dia terjerat dengan kasus korupsi.
Penampilan
sahabat saya ini sungguh-sungguh tamparan bagi saya, dan juga para imam. Dia tidak
mengucapkan kaul/janji kemiskinan, tapi menghayati hidup sederhana. Sementara para
imam, sekalipun mengucapkan kaul/janji kemiskinan (bahkan setiap tahun selalu
diperbaharui), justru bergelimang harta kekayaan.
Semoga
sosok sahabat saya ini dapat menjadi inspirasi bagi saya, dan juga para imam,
dalam menghayati kaul/janji kemiskinan.
Koba,
26 November 2016
by: adrian
Baca
juga tulisan terkait:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar