ANTARA KATA DAN PERBUATAN
Sangat menarik menyaksikan
film American Psycho, yang diperankan
oleh Christian Bale sebagai Patrick Bateman. Patrick adalah lajang yang
berprofesi sebagai akuntan publik. Tinggal di sebuah apartemen berkelas. Penampilan
sangat menarik, macho namun selalu
memperhatikan perawatan tubuh, tak jauh beda seperti wanita. Dari aspek fisik
lahiriah, ia adalah idola kaum perempuan.
Kata-katanya pun memikat. Dalam
salah satu adegan, ketika sedang makan-makan di restoran, ditampilkan satu sisi
positif dari Patrick. Ketika teman-temannya mengajak membahas tentang masalah
Sri Langka, Patrick menyinggung
persoalan-persoalan yang ada di depan mata mereka. Intinya, Patrick mengajak
teman-temannya untuk memiliki sikap peduli akan nasib sesama yang ada di
sekitar mereka sebelum disibukkan dengan orang nun jauh di sana.
Tentulah ketika mendengar
perkataannya itu, orang akan menilai Patrick itu orang baik. Tapi, tak disangka
dia adalah aktor utama American Psycho
itu. Dialah pelaku berbagai pembunuhan. Sungguh di luar dugaan. Orang yang
berpenampilan menarik, kata-kata bijak bestari ternyata seorang pembunuh
berdarah dingin.
Di sini kita disadarkan
untuk tidak terlalu percaya pada kata-kata yang diucapkan dalam menilai orang. Untuk
menilai seseorang, apakah ia baik atau tidak, jangan hanya dilihat dari
penampilan dan kata-katanya. Lihatlah juga dari perbuatannya.
Tuhan Yesus sudah pernah
mengatakan hal ini, ketika Ia menasehati orang untuk hati-hati terhadap
tokoh-tokoh agama (Mat 7: 15 – 20). “Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.”
(ay. 20). Atau pada kesempatan lain lagi, Tuhan Yesus berkata, “Jikalau suatu
pohon kamu katakan baik, maka baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan
tidak baik, maka tidak baik pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon itu dikenal.”
(Mat 12: 33).
Fenomena tidak sesuainya
antara kata dan perbuatan ini jamak kita jumpai dalam diri para pemimpin,
termasuk pemimpin umat. Ada banyak imam begitu piawai dan hebat dalam
berkotbah, memainkan kata-kata bijak bestari sehingga menggugah kesadaran dan keterharuan umat.
Tak sedikit juga imam membuat tulisan-tulisan dan renungan-renungan yang
menyentuh, entah itu soal moral, motivasi, atau juga nasehat bijak lainnya.
Namun sayang ada begitu
banyak imam yang sikap hidupnya berbanding terbalik dengan perkataannya. Mereka
berbicara soal keadilan dan kepedulian sesama, tapi tidak peduli akan nasib
karyawan parokinya. Mereka mengajak umat untuk memaafkan sesama, sementara dirinya
masih menyimpan dendam terhadap sesama rekan imamnya. Mereka juga menasehati umat
untuk tidak membeda-bedakan orang lain, tapi dia sendiri suka membedakan
rekan-rekan imamnya; meminta orang untuk tidak mudah putus asa, tapi dirinya
sendiri suka dan mudah mengeluh.
Paling gamblang tentang ketidaksinkronan
imam ini terlihat dari 3 janji yang diucapkan saat tahbisan atau saat
pembaharuan janji imamat. Lebih khusus lagi janji kemiskinan. Sangat susah
dewasa ini menemukan imam yang hanya memiliki 1 buah HP sederhana. Saat ini
seorang imam pasti memiliki lebih dari 2 HP atau smartphone, dimana harga 1 HP itu lebih besar dari uang sakunya
sebulan. Minimal butuh 3 bulan uang saku untuk 1 HP/smartphone.
Inilah realitasnya. Sebenarnya
realitas ketidak-sesuaian antara kata dan perbuatan ini bukan baru terjadi
sekarang ini. Pada jaman Tuhan Yesus hal ini pun sudah mudah terlihat. Ada banyak
tokoh-tokoh agama bangsa Israel, seperti ahli Taurat dan kaum Farisi, yang
hidupnya tidak selaras dengan perkataannya. Karena itu, Tuhan Yesus menasehati warga
biasa, “Turutilah dan lakukanlah segala sesuatu yang mereka ajarkan kepadamu,
tetapi janganlah kamu turuti perbuatan-perbuatan mereka, karena mereka
mengajarkannya tetapi tidak melakukannya.” (Mat 23: 3).
Nasehat Tuhan Yesus ini
kiranya berlaku juga saat ini. Mengingat begitu banyak imam yang tidak sesuai
antara kata dan perbuatan, maka sikap yang harus dibangun umat adalah waspada. Jangan
mudah percaya kepada perkataan mereka. Ikuti saja perkataan mereka, jika memang
itu baik, tapi jangan ikuti perbuatannya.
Batam,
27 Juli 2015
by:
adrian
Baca
juga refleksi lainnya:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar