Karena
itulah, saya terpanggil untuk memberikan catatan kritis terkait kajian UMA ini.
Pertama-tama perlu diketahui bahwa kajian UMA dalam video tersebut secara umum
membahas soal persoalan siapa yang mati di kayu salib. Sebagaimana diketahui,
umat islam percaya kalau yang mati itu bukan Yesus, seperti yang diyakini oleh
orang Kristiani dan juga Yahudi, didasarkan pada surah an-Nisa: 157. Akan
tetapi, dalam kajian tersebut UMA hanya memfokuskan pembahasannya pada
pernyataan orang Yahudi, yang dikutip oleh Allah: “Sesungguhnya kami telah
membunuh Al-Masih, Isa Putra Maryam.”
Memang
benar apa yang dikatakan UMA bahwa pernyataan di atas merupakan perkataan
komunal atau kolektif, bukan personal. “Sesungguhnya kami telah membunuh
Al-Masih, Isa Putra Maryam.” merupakan pernyataan orang Yahudi. UMA tidak
mempersoalkan kata “membunuh” dalam pernyataan itu. Secara tidak langsung mau
ditegaskan bahwa benar Al-Masih, Isa Putra Maryam telah dibunuh. Yang menarik
justru kata “Al-Masih”. Di sini UMA mempersoalkan antara Al-Masih asli dan
palsu. Benar apa yang dikatakan UMA bahwa pernyataan tersebut merupakan
ungkapan satir, meski UMA gagal memahami makna kata “satir” itu.
“Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih, Isa Putra Maryam.” memang merupakan pernyataan satir. Ini merupakan kalimat ejekan, sama seperti kalimat yang ada di salib: “Yesus Raja Orang Yahudi”. Menjadi menarik ketika UMA memahaminya dengan Al-Masih asli atau palsu. UMA mengatakan bahwa orang Yahudi yakin bahwa yang mereka bunuh bukan Al-Masih asli tetapi Al-Masih palsu. Sepertinya UMA tidak tahu kalau orang Yahudi sejak awal tidak mengakui Yesus atau Isa itu sebagai Al-Masih. Mereka membunuh juga karena pengakuan Yesus sebagai Al-Masih atau mesias. Jadi, pernyataan orang Yahudi itu sama sekali tidak ada kaitannya dengan keyakinan akan Al-Masih asli atau palsu. Apa yang dikatakan itu bukan lantas berarti bahwa orang Yahudi yakin bahwa yang mereka bunuh adalah Al-Masih palsu. Pernyataan itu murni sebagai ejekan.
Kemudian
UMA membeberkan “bukti” yang diambilnya dari Kitab Taurat. Memang benar apa
yang dikatakannya bahwa ada 5 Kitab Taurat, yang diyakini berasal dari Musa.
UMA mengutip, katanya, dari Kitab Taurat sebagai bukti akan keyakinan orang
Yahudi bahwa yang dibunuh itu adalah Al-Masih palsu. UMA mengatakan, “Bila ada
orang yang mati tergantung di kayu salib, maka tidak boleh mayatnya seharian di
situ, karena itu akan menajiskan tanah Israel.” Kutipan ayat itu mungkin
merujuk pada kitab Ulangan 21: 23. Dari kutipan ayat Taurat ini, UMA kemudian
menjelaskan dasar keyakinan orang Yahudi bahwa yang dibunuh itu adalah Al-Masih
palsu. Karena jika memang Yesus itu sungguh Al-Masih tidak mungkin Dia mati
seperti itu dan tak mungkin mati di salib.
Jadi,
kutipan kitab Ulangan 21: 23 tersebut dijadikan dasar pembuktian bahwa yang
dibunuh itu adalah Al-Masih palsu. Dan itu dikatakan sebagai keyakinan orang
Yahudi. Untuk menguatkan pembenarannya, UMA mengatakan bahwa dirinya bersahabat
dengan orang Yahudi sampai saat ini. Saya tidak paham maksud pernyataan UMA
yang masih bersahabat dengan orang Yahudi sementara Allahnya sendiri
mengajarkan umat islam untuk memusuhi orang Yahudi. Karena itulah, saya yakin
kalau pernyataan UMA itu bertujuan untuk menguatkan pembenarannya.
Saya
sama sekali tidak menyalahkan tafsiran atau pemahaman UMA atas kitab Ulangan
21: 23. Orang kristen sama sekali tidak mengaitkan kutipan kitab Ulangan itu
dengan soal Al-Masih asli atau palsu. Ayat 23 kitab Bilangan itu tak bisa
dipisahkan dari ayat 22, yaitu bahwa yang mati digantung (di salib) itu adalah
orang berdosa. Karena itulah, orang kristen menafsirkan bahwa Yesus telah
disamakan dengan orang berdosa, sekalipun Dia tidak berdosa, karena dengan itu
Dia menebus orang berdosa. Rasul Paulus mengatakan, “kami memberitakan Kristus
yang disalibkan: untuk orang-orang Yahudi suatu batu sandungan dan untuk
orang-orang bukan Yahudi suatu kebodohan.” (1Kor 1: 23).
Satu
persoalan lain adalah tafsiran UMA atas frase “Isa Putra Maryam”, yang terdapat
dalam kutipan surah an-Nisa itu. Jika sebelumnya UMA menjelaskan bahwa
ke-Al-Masih-an Yesus dipersoalkan, dengan frase ini UMA juga mengatakan bahwa
adanya “penolakan bertumpuk tiga” alias sangat kuat. UMA menjelaskan bahwa
Al-Masih Yesus dipersoalkan, pribadinya dipersoalkan dan keturunannya juga
demikian. Menjadi menarik adalah tafsiran UMA atas “penolakan bertumpuk tiga”.
Secara akal sehat atau menurut logikanya, sesuai cara pikir UMA terhadap
Al-Masih, maka yang dibunuh itu seharusnya bukan juga Isa Putra Maryam. Dengan
kata lain, orang Yahudi sepaham dengan Al-Qur’an bahwa yang dibunuh adalah
orang yang menyerupai Isa Putra Maryam, yang adalah Al-Masih palsu. Akan
tetapi, UMA justru mengatakan “Orang yang disebut Isa, putra dari Maryam,
namanya Al-Masih itu bukan sebagai orang yang benar.” Di sini UMA kembali lagi
ke masalah benar atau tidak benar, asli atau palsu. UMA tidak konsisten dengan
pernyataan awalnya tentang “penolakan bertumpuk tiga”, yang dalam kutipan surah
an-Nisa berarti penolakan atas gelar al-Masih, pribadi dan juga keturunan dari
Isa atau Yesus sebagai orang yang dibunuh. Jika kata “Al-Masih” ditafsir
sebagai bukan Al-Masih asli yang dibunuh, maka seharusnya frase “Isa Putra
Maryam” yang mengikuti kata “Al-Masih” harus juga ditafsirkan bukan Isa putra
Maryam yang sebenarnya yang dibunuh.
Kesimpulan
dari penjelasan UMA sungguh sangat menarik. Dia mengatakan bahwa menurut
keyakinan orang Yahudi yang mati di salib bukan Al-Masih; menurut keyakinan
orang islam yang mati di salib bukan Isa Al-Masih; menurut keyakinan orang
kristen yang mati di salib adalah Yesus atau Isa Al-Masih. Jika kesimpulan ini
tidak dikritisi, tentulah banyak orang akan salah paham. Sekilas ada kesamaan
keyakinan antara orang Yahudi dan islam, sementara keyakinan kristen berdiri sendiri.
Padahal jika dikritisi, dengan alat bantu penjelasan UMA sendiri, justru yang
berbeda sendiri itu adalah keyakinan umat islam. Orang Yahudi yakin yang mati
di kayu salib itu adalah Isa atau Yesus, tapi mereka tidak mengakuinya sebagai
Al-Masih. Dasarnya seperti yang sudah dijelaskan UMA. Sementara orang kristen
yakin yang mati itu adalah Yesus, yang adalah juga Kristus atau Al-Masih.
Dengan kata lain, orang Yahudi dan kristen sama-sama yakin yang mati itu adalah
Yesus atau Isa, sementara islam meyakini yang mati itu bukan Yesus atau Isa.
Dari
tinjauan kritis ini tetap saja keyakinan islam ini bertentangan dengan fakta
sejarah. Kita tidak mempersoalkan Al-Masih asli atau palsu. Yang dipersoalkan
di sini adalah apakah yang mati itu Yesus atau bukan. Orang Yahudi dan kristen
yakin yang mati itu adalah Yesus, sementara islam mengatakan bukan. Umat islam,
menurut QS an-Nisa: 157, tidak hanya menyakini bahwa yang mati di salib itu
adalah bukan Al-Masih, tetapi juga bukan Isa putra Maryam. Sikap inilah yang
seharusnya dimaknai sebagai “penolakan
bertumpuk tiga”. Inilah inti permasalahan dari surah an-Nisa ayat 157. Terlihat
jelas kalau wahyu Allah ini bertentangan, bukan saja dengan keyakinan iman
orang kristen, tetapi juga dengan catatan sejarah.
Bukti
sejarah tentang kematian Yesus di kayu salib dapat dibaca dalam catatan sejarah
yang ditulis oleh orang bukan kristen. Tacitus
(56 M – 107 M) adalah seorang sejarahwan Romawi. Dia menulis, “Kristus ...
menderita hukuman ekstrem pada pemerintahan ....” Hukuman ekstrem dimaknai dengan
penyaliban. Mar bar Serapion adalah
seorang filsuf Stoikisisme yang berasal dari Siria. Dia menulis sekitar tahun
73 Masehi tentang pembunuhan Raja Bijaksana oleh orang Yahudi. Meski tidak
menyebut nama Yesus, Raja Bijaksana dimaknai sebagai Yesus. Seorang sejarahwan
Yahudi abad pertama, Flavius Josephus, pada sekitar tahun 93 Masehi
menulis The Antiquities of the Jews. Dalam
tulisannya itu, Josephus terang benderang menyebut nama Yesus dan juga jenis
hukumannya. Seorang satiris Yunani, Lucianus
Samosata, (115 M – 200 M), pada sekitar tahun 165 menulis tentang orang
Palestina yang disalibkan.
Keempat
sejarahwan ini, 3 di antaranya hidup dalam abad pertama, tak jauh dari
peristiwa penyaliban, sekalipun berbeda dalam bahasa, namun satu dalam
pemahaman, yaitu Yesus mati di kayu salib. Semuanya hidup tidak jauh dengan
peristiwa kematian Yesus, yang diperkirakan terjadi pada tahun 33 Masehi.
Sementara wahyu Allah dalam QS an-Nisa: 157 baru turun dalam tahun 600-an.
Karena itu, fakta kebenaran Al-Qur’an patut diragukan. Keyakinan islam bahwa
yang mati itu bukan Yesus, memakai istilah Nararya dalam "Sumber-sumber Sejarah Kuno Non-Kristen Mengenai Penyaliban Yesus", hanya didasarkan pada fantasi historis, bukan berdasarkan fakta historis.
Apa
yang kita dapat setelah menonton video kajian UMA secara kritis? Ada beberapa
poin penting yang bisa disampaikan di sini.
1. Penjelasan
UMA sama sekali tidak menerangkan kenapa wahyu Allah bertentangan dengan fakta
sejarah. Justru terkesan kalau UMA hendak mengaburkan inti persoalan dengan
topik asli atau palsu.
2. Jika
membaca teks wahyu Allah secara utuh, ada kesan penjelasan UMA terlepas dari
konteks wahyu Allah secara keseluruhan. Kutipan pernyataan orang Yahudi, yang
dijadikan bahan pembahasan UMA, sama sekali kurang nyambung dengan kalimat
sebelumnya “dan (Kami hukum juga) karena ucapan mereka, ...” Dalam kalimat ini
Allah justru hendak mempermasalahkan pernyataan orang Yahudi itu. Dengan kata
lain, kalau dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, ditegaskan bahwa Allah
menghukum mereka yang mengatakan, “Sesungguhnya kami telah membunuh Al-Masih,
Isa Putra Maryam.” Pemahaman ini jelas bertentangan dengan penjelasan UMA dalam
video tersebut. Penjelasan UMA ini terlihat jelas bertentangan dengan penjelasan Ustad DR Musthafa Umar, Lc, MA. Tafsiran mana yang benar, karena tidak mungkin keduanya benar? Inilah salah satu bukti betapa islam itu membingungkan.
3. Kebenaran Al-Qur’an patut diragukan. Bagaimana mungkin Allah yang maha mengetahui dan
mahabenar, sebagai sumber Al-Qur’an, salah dalam memberi informasi tentang
siapa yang disalibkan itu. Atau dengan perkataan lain, kenapa informasi yang
diberikan Allah bertentangan dengan data sejarah.
4. Konsekuensi
logis dari poin ketiga di atas adalah bahwa Al-Qur’an bukanlah wahyu Allah. Patut
diduga ia hanyalah rekayasa manusia, yang bernama Muhammad. Hal ini sebenarnya
sudah diungkapkan oleh orang-orang yang menolak kenabian Muhammad. Mereka
mengatakan bahwa Al-Qur’an hanyalah rekayasa Muhammad (bdk. QS al-Anbiya: 5).
5. UMA
perlu memahami makna, nilai dan pesan yang hendak disampaikan dari kematian
Yesus di salib. Kalau UMA sungguh memahaminya, tentulah dia sadar bahwa hal ini
bukan cuma soal asli atau palsu.
6. Tidak
adanya penjelasan yang sejelas-jelasnya soal QS an-Nisa: 157 tentang bukan
Yesus yang mati di salib membuat saya yakin adanya pengaruh aliran gnostisisme
atau juga aliran nestorianisme. Kebetulan 2 aliran ini sudah ada jauh sebelum
islam hadir, atau sebelum Muhammad dikandung. Orang kristen yang ada di tanah
Arab, baik di Mekkah maupun di Madinah, adalah orang kristen dari aliran nestorianisme.
7. Bagi
umat kristiani semoga video UMA ini tidak mempengaruhi iman. Tidak perlu juga
marah, karena jika dikritisi ternyata video tersebut justru tetap mengungkapkan
borok islam. Masak Allah keliru? Mengikuti nasehat Petrus, hendaklah umat kristen
“teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima” (2Ptr 1: 12).
Dabo
Singkep, 19 Juni 2021
by: adrian
Tidak ada komentar:
Posting Komentar