Selasa, 05 November 2013

(Pencerahan) Tentang Fokus

TENTANG FOKUS


Tony Robbins pernah berkata, "Salah satu alasan begitu sedikit orang yang meraih apa yang diinginkannya adalah karena kita tidak pernah fokus; kita tidak pernah konsentrasi pada kekuatan kita. Kebanyakan orang hanya mencoba-coba berbagai macam jalan dalam hidup mereka. Mereka tidak pernah memutuskan untuk menguasai suatu bidang khusus."

Kita tentu masih ingat percobaan membakar sebuah kertas dengan kaca pembesar ketika masih sekolah dulu? Kertas itu terbakar setelah kaca pembesar berhasil memfokuskan sinar matahari pada satu titik. Kita pun demikian!

Manusia sebenarnya diciptakan Tuhan dengan potensi yang tidak terbatas. Tapi kenyataannya, sedikit saja orang yang berusaha mencapainya. Kita memang dapat melakukan apa saja, tetapi kita tidak selalu dapat mengerjakan semua.

Membiarkan orang lain memutuskan agenda kita dalam hidup ini, membuat kita tidak  fokus pada tujuan hidup. Kita mungkin bisa menjadi orang yang mengerjakan banyak hal, tetapi tidak dapat menguasai sepenuhnya. Sebaiknya hindari menjadi orang yang mampu mengerjakan beberapa pekerjaan, tetapi fokuslah pada satu keahlian.

Bertumbuhlah untuk mencapai potensi maksimal dengan cara:
·    Fokus pada satu sasaran utama
·    Fokus pada peningkatan yang berkesinambungan
·    Fokus pada masa depan, bukan masa lalu

Fokuslah pada kekuatan dan kembangkan kekuatan itu. Di sanalah kita harus mencurahkan waktu, energi dan sumber daya. Teruslah bertumbuh dan tingkatkan diri. Dalam kepemimpinan, jika kita berhenti bertumbuh, habislah kita.

by: adrian, diolah dari email Anne Ahira

Renungan Hari Selasa Biasa XXXI-C

Renungan Hari Selasa Biasa XXXI, Thn C/I
Bac I   : Rom 12: 5 – 16a;  Injil    : Luk 14: 15 24

Bacaan pertama, yang diambil dari surat Paulus kepada jemaat di Roma, berisikan nasehat-nasehat Paulus, yang merupakan kelanjutan dari ajaran Yesus. Salah satu nasehatnya adalah agar umat mau bertanggungjawab atas karunia yang telah diterima dari Allah. Di sini Paulus mau menekankan bahwa setiap umat memiliki anugerah dari Allah yang antara satu dengan yang lain berbeda. Salah satu wujud tanggung jawab atas karunia itu adalah menghayatinya dalam kehidupan yang berdampak sosial.

Bacaan Injil juga berkisah soal “karunia” Allah yang diumpamakan dengan undangan pesta perjamuan. Tuan pesta sudah menyebarkan undangan. Dan tentulah harapan tuan pesta agar undangan menanggapi undangan tersebut dengan datang ke perjamuan. Demikian pula karunia yang sudah dianugerahkan Allah kepada manusia. Allah menghendaki supaya manusia menanggapinya. Tanggapan atas karunia Allah itu merupakan ungkapan tanggung jawab iman.

Tuhan itu sangat baik kepada manusia. Tuhan selalu memperhatikan kebutuhan hidup kita. Karena itu, Dia selalu menganugerahkan kepada kita karunia-karunia sesuai dengan kepribadian kita. Namun kepada kita dituntut agar kita menggunakan karunia itu bukan hanya untuk diri kita sendiri, melainkan untuk orang lain. Inilah yang dikehendaki Tuhan lewat sabda-Nya hari.


by: adrian

Senin, 04 November 2013

(Inspirasi Hidup) Kasih Ibu

TELINGA UNTUK KAMU


"Bisa saya melihat bayi saya?" pinta seorang ibu yang baru melahirkan penuh kebahagiaan. Ketika gendongan itu berpindah ke tangannya dan ia membuka selimut yang membungkus wajah bayi lelaki yang mungil itu, ibu itu menahan nafasnya. Dokter yang menungguinya segera berbalik memandang ke arah luar jendela rumah sakit. Bayi itu dilahirkan tanpa kedua belah telinga.

Waktu membuktikan bahwa pendengaran bayi yang kini telah tumbuh menjadi seorang anak itu bekerja dengan sempurna. Hanya penampilannya saja yang tampak aneh dan buruk. Suatu hari anak lelaki itu bergegas pulang ke rumah dan membenamkan wajahnya di pelukan sang ibu yang menangis. Ia tahu hidup anak lelakinya penuh dengan kekecewaan dan tragedi.
Anak lelaki itu terisak-isak sambil berkata, "Seorang anak laki-laki besar mengejekku. Katanya, aku ini makhluk aneh."

Anak lelaki itu tumbuh dewasa. Ia cukup tampan dengan cacatnya. Iapun disukai teman-teman sekolahnya. Ia juga mengembangkan bakatnya di bidang musik dan menulis. Ia ingin sekali menjadi ketua kelas. Ibunya mengingatkan,"Bukankah nantinya kau akan bergaul dengan remaja-remaja lain?" Namun dalam hati ibu merasa kasihan dengannya.

Suatu hari ayah anak lelaki itu bertemu dengan seorang dokter yang bisa mencangkokkan telinga untuknya. "Saya percaya saya bisa memindahkan sepasang telinga untuknya. Tetapi harus ada seseorang yang bersedia mendonorkan telinganya," kata dokter. Kemudian, orangtua anak lelaki itu mulai mencari siapa yang mau mengorbankan telinga dan mendonorkannya pada mereka.

Beberapa bulan sudah berlalu. Dan tibalah saatnya mereka memanggil anak lelakinya, "Nak, seseorang yang tak ingin dikenal telah bersedia mendonorkan telinganya padamu. Kami harus segera mengirimmu ke rumah sakit untuk dilakukan operasi. Namun, semua ini sangatlah rahasia." kata sang ayah.

Operasi berjalan dengan sukses. Seorang lelaki baru pun lahirlah. Bakat musiknya yang hebat itu berubah menjadi kejeniusan. Ia pun menerima banyak penghargaan dari sekolahnya.

Beberapa waktu kemudian ia pun menikah dan bekerja sebagai seorang diplomat. Ia menemui ayahnya, "Yah, aku harus mengetahui siapa yang telah bersedia mengorbankan ini semua padaku, ia telah berbuat sesuatu yang besar namun aku sama sekali belum membalas kebaikannya."

Ayahnya menjawab, "Ayah yakin kau takkan bisa membalas kebaikan hati orang yang telah memberikan telinga itu." Setelah terdiam sesaat ayahnya melanjutkan, "Sesuai dengan perjanjian, belum saatnya bagimu untuk mengetahui semua rahasia ini."

Tahun berganti tahun. Kedua orangtua lelaki itu tetap menyimpan rahasia. Hingga suatu hari tibalah saat yang menyedihkan bagi keluarga itu. Di hari itu ayah dan anak lelaki itu berdiri di tepi peti jenazah ibunya yang baru saja meninggal. Dengan perlahan dan lembut, sang ayah membelai rambut jenazah ibu yang terbujur kaku itu, lalu menyibaknya sehingga tampaklah... bahwa sang ibu tidak memiliki telinga.


"Ibumu pernah berkata bahwa ia senang sekali bisa memanjangkan rambutnya," bisik sang ayah. "Dan tak seorang pun menyadari bahwa ia telah kehilangan sedikit kecantikannya bukan?" Kecantikan yang sejati tidak terletak pada penampilan tubuh namun di dalam hati.