Jumat, 25 Agustus 2023

DIALOG IMAGINATIF#5


 Dialog dalam video ini bersifat fiktif. Dapat dipastikan dialog ini tak pernah ada dalam kehidupan nyata. Akan tetapi, ada makna dan pesan yang hendak disampaikan lewat dialog ini. Karena itu, sekalipun fiktif, ia masih memiliki nilai, sehingga sayang bila diabaikan.

Kamis, 24 Agustus 2023

INILAH PANDANGAN GEREJA KATOLIK TENTANG KUMPUL KEBO

 

Menikah merupakan sebuah tindakan hukum. Artinya, orang yang menikah harus mengikuti ketentuan hukum yang berlaku agar dengan demikian pernikahannya menjadi sah. Dalam Gereja Katolik orang katolik yang menikah diatur oleh tiga hukum sekaligus, yaitu hukum ilahi/kodrat, hukum gereja dan hukum sipil. Semua ini demi legalitas hasil dari tindak menikah itu. Di Indonesia, pernikahan itu sah jika sudah diresmikan oleh agama (bdk. UU Perkawinan No 1 Thn 1974, pasal 2 ayat 1). Di luar itu, pernikahan yang dilangsungkan adalah tidak sah.

Akan tetapi, masih ada orang yang bertindak di luar hukum, khususnya dalam hidup bersama. Mereka hidup bersama di luar pernikahan, atau tanpa menikah. Ini dikenal dengan istilah kumpul kebo. Jadi, kumpul kebo adalah orang yang hidup bersama sebagai suami istri tanpa ikatan resmi pernikahan. Hampir semua agama melarang umatnya untuk kumpul kebo. Bagaimana sikap Gereja Katolik?

Bagi Gereja Katolik, tindakan kumpul kebo merendahkan martabat pernikahan, karena mereka merusak konsep keluarga, melemahkan nilai kesetiaan dan demikian melawan hukum moral. Umumnya orang mengerti bahwa keluarga itu terdiri dari ayah, ibu dan anak dengan segala efeknya. Kumpul kebo mengacaunya karena anak yang lahir tidak mendapat pengakuan resmi. Kumpul kebo tidak punya ikatan yang kuat sehingga merusak nilai kesetiaan di antara mereka sendiri serta berpeluang punya simpanan lain. KGK 2390 menegaskan bahwa kumpul kebo melanggar hukum moral, karena persetubuhan hanya boleh dilakukan di dalam pernikahan; di luar itu persetubuhan merupakan dosa berat dan mengucilkan dari penerimaan komuni kudus. Kumpul kebo merupakan sebuah dosa, yaitu dosa perzinahan.

diambil dari tulisan 6 tahun lalu

Selasa, 22 Agustus 2023

KAUM MUDA WAJIB HINDARI NIKAH MUDA

 

Hukum Gereja membolehkan pria yang sudah genap 16 tahun atau wanita yang sudah genap 14 tahun untuk menikah (bdk. Kan. 1083). Namun perlu disadari bahwa penentuan usia ini semata-mata dari sudut biologis-seksual saja. Kematangan psikologis jauh lebih penting dan esensial daripada kematangan fisik-biologis. Karena ini, pada kanon 1072 para pastor diminta untuk menjauhkan kaum muda dari pernikahan dini. Dengan kata lain, Gereja menghendaki agar kaum remaja dan kaum muda katolik tidak terjebak dalam pernikahan usia muda.

Ada banyak alasan kenapa pernikahan dini harus dihindari. Pertama-tama mental dan kepribadian pasangan muda belum siap untuk menjalani hidup rumah tangga. Umumnya pasangan muda ini terbuai dengan indahnya romantisme pacaran sehingga berpikir seperti itulah kehidupan rumah tangga kelak.

Karena ketidak-siapan mental dan kepribadian itu, maka pernikahan dini sangat rentan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Cepat atau lambat indahnya romantisme masa pacaran akan sirna dan berubah menjadi pahitnya prahara. Biasanya korbannya selalu kaum wanita (istri) dan anak.

Pernikahan dini berdampak pada kesehatan, khususnya kaum wanita. Sebuah studi mengungkapkan bahwa wanita yang menikah pada usia 10 – 14 tahun memiliki kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar selama kehamilan atau melahirkan dibandingkan dengan yang menikah di usia 20 – 25 tahun. Sementara itu, yang menikah pada usia 15 – 19 tahun memiliki kemungkinan 2 kali lebih besar. Penelitian lain, wanita yang menikah di usia muda rentan terhadap kanker serviks.

Alasan lain adalah terputusanya akses pendidikan. Pernikahan dini mengakibatkan anak tidak mampu mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Hal ini bisa berdampak juga pada kehidupan rumah tangga dan pola asuh anak.

Karena itu, hindarilah niat menikah di usia muda. Siapkanlah diri matang-matang sebelum memasuki hidup rumah tangga.

diambil dari tulisan 6 tahun lalu