Rabu, 06 Oktober 2021

MERAYAKAN EKARISTI DENGAN GAYA BIOSKOP

 

Biskop adalah sebuah gedung hiburan. Di sana orang dapat menonton tayangan film pada layar lebar (mirip pertunjukan layar tancap). Awalnya gedung bioskop dijadikan tempat rekreasi atau sarana hiburan. Banyak orang menghilangkan kepenatan hidup dengan pergi menonton film di bioskop. Akan tetapi, sejak berkembangkan alat pemutar CD sehingga orang dapat menonton film di rumah, peran bioskop dewasa kini sedikit mengalami perubahan. Ia tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga ajang gengsi selain tempat pacaran.

Meski mengalami perubahan, ada satu hal yang sama pada acara nonton di bioskop. Karena sudah menjadi kebiasaan, dari dulu hingga kini, satu acara yang sama itu menjadi sebuah budaya. Budaya itu dapat kita lihat pada akhir atau menjelang akhir acara nonton bioskop. Ketika pada layar muncul tulisan “The End”, maka ada banyak penonton sudah mulai berdiri dan berjalan keluar. Mereka tidak lagi membaca beberapa tulisan akhir yang muncul, yang biasanya berisi daftar panjang pemeran dan pendukungnya. Malah, ketika cerita film sudah menunjukkan gejala akhir (biasanya waktu tokoh antagonisnya mati dan sang jagoan bertemu dengan pujaan hatinya), sudah ada penonton yang pergi meninggalkan gedung bioskop. Inilah budaya bioskop.

Ternyata budaya bioskop ini sudah merasuk dalam kehidupan menggereja, khususnya pada acara perayaan ekaristi. Di beberapa paroki dapat kita temui fenomena serupa. Ada banyak umat pergi meninggalkan gedung gereja saat perayaan ekaristi belum selesai. Ada yang keluar setelah komuni. Tak sedikit juga yang pulang saat pengumuman dibacakan. Lebih parah lagi, hampir sebagian besar umat keluar saat lagu penutup masih sedang dinyanyikan, sementara imam dan rombongannya masih di panti imam. Lagu penutup seakan mengiringi langkah umat keluar dan membiarkan imam dan rombongannya mengatur sendiri.

Selasa, 05 Oktober 2021

BIJAK MENGONSUMSI GARAM

 

Garam merupakan bagian yang tak terpisahkan dari makanan sehari-hari. Garam memiliki rasa asin. Masakan yang tidak diberi garam akan terasa hambar dan tidak enak.

Selain itu garam membantu meningkatkan rasa sehingga masakan secara keseluruhan semakin sedap. Garam juga membuat pekerjaan di dapur menjadi lebih mudah, dengan menurunkan titik didih air sehingga membantu masuknya panas ke dalam makanan yang sedang dimasak. Sekitar 6.000 – 8.000 tahun yang lalu, para leluhur manusia mulai meninggalkan pola hidup berburu dan mengambil hasil tumbuh-tumbuhan di hutan. Sebagai gantinya mereka mulai bercocok tanam dan memelihara binatang peliharaan. Pada musim dingin, mereka harus menyiapkan persediaan makanan agar tidak kelaparan. Garam dipakai sebagai salah satu cara mengawetkan makanan. Dalam kehidupan modern, mengkonsumsi makanan yang sudah diproses atau diawetkan sangat lazim. Kesibukan kerja dan pola hidup serba praktis membuat makanan yang diawetkan menjadi solusi yang tepat. Jangan heran jika di negara-negara maju, hampir mustahil orang mempersiapkan makanan di rumah tanpa menggunakan salah satu makanan yang diawetkan.

Garam juga diketahui memiliki manfaat kesehatan, misalnya garam beryodium yang dianjurkan untuk membantu mencegah penyakit gondok. Namun, ada juga gangguan kesehatan yang justru menganjurkan pengurangan konsumsi garam, misalnya gangguan tekanan darah tinggi (hipertensi).

KETIKA KEGIATAN ROHANI DIJADIKAN PROYEK

 

Sekelompok anak muda berkumpul bersama di sebuah ruangan di pastoran. Mereka sedang membicarakan rencana kegiatan untuk kaum muda, yang dikenal dengan istilah Orang Muda Katolik (OMK). Pembicaraan terlihat sangat serius, mulai dari bentuk acara hingga dana. Soal dana mereka akan mengajukan proposal ke Departeman Agama Provinsi. Kebetulan salah satu pegawai Depag masih punya relasi baik dengan salah seorang pengurus OMK.

Tiba-tiba pastor masuk ke ruangan itu. Pastor itu adalah moderator OMK di paroki itu. Akan tetapi, serta merta mereka diam membisu. Dan dengan segera pembicaraan beralih ke topik yang lain. Pastor itu ikut nimbrung sebentar. Tak lama kemudian dia keluar. Sekelompok anak muda ini kembali kepada topik pembicaraannya.

***

Kisah di atas bukanlah kisah realita, melainkan kisah rekayasa. Namun bukan tidak mustahil kisah tersebut nyata dalam kehidupan menggereja kita. Kisah itu bisa ada di mana saja. Mungkin juga kita ada dalam kelompok anak muda tadi.